Sukses

CIA Mengakui Laporannya Menyebabkan Irak Diserang

Direktur CIA George Tenet menyatakan bertanggung jawab atas laporan yang menyebutkan Irak membeli uranium dari Nigeria sehingga AS menyerbu Negeri 1001 Malam.

Liputan6.com, Washington D.C.: Kedok dan belang Amerika Serikat menyerang Irak semakin terbongkar. Kali ini, Direktur Pusat Intelijen AS (CIA) George Tenet menyatakan, dirinya bertanggung jawab atas tuduhan yang menyebutkan Irak berusaha membeli uranium dari Afrika. Tuduhan yang ternyata salah itu sempat tertuang dalam sebuah pidato Presiden AS George Walker Bush--pidato State of The Union di depan Kongres AS, 29 Januari 2003--yang menjadi satu alasan utama menyerang negara pimpinan Saddam Hussein. Menurut Tenet, kalimat mengenai uranium itu seharusnya tak tercantum dalam pidato Bush [baca: Bush Tidak Mendeklarasikan Perang Terhadap Irak].

Pernyataan pertanggungjawaban Direktur CIA yang dikeluarkan di Washington D.C., Jumat (11/7), jelas mengejutkan semua pihak. Soalnya, pernyataan ini sekaligus mengungkapkan satu di antara penyebab AS bersikeras menggulingkan Presiden Saddam dari kekuasaannya. Kendati demikian, pernyataan Tenet itu sudah dapat diduga. Ini mengingat sebelumnya Gedung Putih serta penasihat keamanan Presiden AS, Condoleeza Rice, telah menyatakan CIA harus bertanggung jawab atas kesalahan data yang sampai kepada Bush. Namun sejauh ini, belum ada kejelasan Tenet bakal diminta mundur atas kesalahan tersebut.

Sebagai upaya mencari dukungan internasional buat menyerang Negeri 1001 Malam, 29 Januari 2003, Bush sempat berpidato dengan menuduh Irak berusaha membeli uranium dari Nigeria. Hal itu dianggap Bush sebagai bukti bahwa Saddam tengah membangun persenjataan pemusnah massal. Saat itu, Bush mengungkapkan, dugaan Irak memiliki senjata masal itu dibuat berdasarkan informasi intelijen--yang kemudian ternyata salah. Bahkan, menjelang invasi ke Irak pada pertengahan Maret 2003, Bush berkali-kali mengulangi tuduhan tersebut dalam berbagai kesempatan [baca: Bush: Irak Akan Tetap Diserang].

Sekadar diketahui, beberapa waktu silam, pemerintah Inggris juga menyatakan bahwa Saddam memesan uranium dari Afrika. Dengan kata lain, Irak memang mengembangkan produksi senjata nuklir. Informasi itu disebut berdasarkan laporan intelijen Inggris. Namun, seperti halnya AS, Inggris pun belum berhasil membuktikan tuduhan tersebut. Buntutnya, Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw dalam dengar pendapat dengan parlemen mengakui, pemerintah Inggris merasa malu. Pasalnya, informasi pemerintah tentang senjata pemusnah massal Irak itu hanya jiplakan atau plagiat dari tesis seorang mahasiswa doktoral. Straw juga mengakui bahwa dokumen tersebut diterima tanpa terlebih dulu diuji ulang pihak intelijen.

Selanjutnya, munculah berita Radio Inggris (British Broadcasting Corporation) yang melaporkan bahwa dokumen setebal 50 lembar itu dibuat di bawah tekanan dari Downing Street 10, Kantor Perdana Menteri Blair. Tujuannya untuk menekankan perlunya perang Irak. Hal itu tersurat pada kalimat sensasional &quotIrak bisa menyiapkan senjata kimia dan biologi dalam waktu 45 menit&quot. Menurut radio terkenal Inggris itu, kalimat itu disisipkan benar-benar di bawah tekanan [baca: Radio BBC Membongkar Kebohongan PM Inggris].

Sedangkan menurut berita yang dilaporkan wartawan BBC Andrew Gilligan pada akhir Mei silam, Perdana Menteri Tony Blair dan stafnya telah merekayasa dokumen September 2002 tentang Irak. Blair juga disebutkan telah mengabaikan protes dari sejumlah anggota senior Badan Intelijen Inggris. Satu di antara data yang direkayasa itu adalah klaim bahwa Irak di bawah Presiden Saddam Hussein dapat mengembangkan senjata kimia atau biologi dalam waktu singkat.(ANS/Uri)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini