Sukses

Kelompok Hizbullah Serang Pos Militer Israel Pakai Rudal Borkan

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Hizbullah menargetkan serangan terhadap tentara Tel Aviv di sebelah barat Kiryat Shmona, Israel utara.

Serangan itu dilakukan dengan mengirim tiga drone penyerang, kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip dari laman France24, Selasa (21/11/2023).

Tak lama setelah itu mereka juga menargetkan pos pasukan di daerah tersebut dengan tembakan artileri.

Kedua pernyataan tersebut menyatakan bahwa serangan tersebut adalah "serangan langsung".

Sementara itu pada Senin (20/11) Hizbullah mengatakan mereka telah menembakkan “rudal Burkan” ke barak Israel, dan juga mengklaim sejumlah serangan lain terhadap posisi Israel.

Tentara Israel mengatakan, tiga UAV (drone) diidentifikasi menyerang di dekat sebuah pos militer, tanpa menyebutkan lokasinya.

Ia menambahkan bahwa "tidak ada korban cedera yang dilaporkan".

Konflik mematikan di perbatasan utara Israel dimulai pada 7 Oktober 2023 ketika kelompok Hamas menyerang Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang, menurut para pejabat Israel.

Israel berjanji untuk menghancurkan Hamas, dan kampanye militer berikutnya di Gaza telah menewaskan lebih dari 13.000 orang, menurut pihak berwenang di wilayah yang dikuasai Hamas.

Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan bahwa kelompoknya, sekutu Hamas, menggunakan senjata baru untuk melawan Israel, termasuk rudal Burkan.

Mereka juga menambahkan bahwa pihaknya dapat membawa “muatan seberat 300-500 kilogram.”

 

 

2 dari 4 halaman

Gunakan Drone Pengintai

Kelompok ini juga telah menggunakan drone penyerang untuk pertama kalinya dan telah menerbangkan drone pengintai jauh ke dalam Israel, kata Nasrallah.

Setidaknya 90 orang tewas di pihak Lebanon dalam bentrokan lintas perbatasan sejak bulan lalu, menurut penghitungan AFP, sebagian besar dari mereka adalah kelompok Hizbullah tetapi termasuk setidaknya 10 warga sipil.

Enam tentara dan tiga warga sipil tewas di pihak Israel, menurut pihak berwenang di sana.

3 dari 4 halaman

Krisis Air dan Limbah di Jalanan Gaza Picu Penyakit Menular dan Kekhawatiran Wabah Kolera

Sementara itu, di Gaza saat ini limbah mengalir di jalan-jalan karena semua layanan sanitasi utama berhenti beroperasi, sehingga meningkatkan kemungkinan munculnya gelombang besar penyakit gastrointestinal dan penyakit menular di antara penduduk setempat – termasuk kolera.

Bagi 2,3 juta penduduk Gaza, mendapatkan air minum hampir tidak mungkin. Di sebuah sekolah yang dijalankan oleh Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Khan Younis, Osama Saqr (33), mencoba mengisi beberapa botol air untuk anak-anaknya yang haus.

Ia meneguk sedikit air dan meringis karena rasa asin di dalamnya, sebelum mendesah panjang. "Air ini tercemar dan tidak layak, tapi anak-anak saya selalu meminumnya, tidak ada alternatif lain," katanya kepada Al Jazeera, yang dikutip Selasa (21/11/2023).

Anak laki-lakinya yang berusia satu tahun mengalami diare, tapi ia tidak dapat menemukan obat di rumah sakit atau apotek untuk mengobatinya. "Bahkan jika saya menemukannya, masalahnya tetap ada, airnya tercemar dan asin, tidak cocok untuk diminum," katanya.

"Saya takut akhirnya saya akan kehilangan salah satu anak saya karena keracunan ini."

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 44.000 kasus diare dan 70.000 infeksi pernapasan akut, namun angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Pada hari Jumat (17/11), agensi PBB tersebut mengatakan sangat khawatir bahwa hujan dan banjir selama musim dingin yang akan datang akan memperburuk situasi yang sudah mengerikan.

4 dari 4 halaman

Banyak Sumur Berhenti Berfungsi

"Kami mendengar ada beberapa ratus orang per toilet di pusat-pusat UNRWA dan itu sudah meluap, sehingga orang buang air besar di tempat terbuka," kata Richard Brennan, direktur darurat regional untuk wilayah Timur Tengah di WHO, kepada Al Jazeera.

"Mereka harus mencari tempat untuk buang air di tempat-tempat di mana mereka tinggal. Itu merupakan risiko kesehatan masyarakat yang besar dan juga sangat memalukan."

Brennan mengatakan kepadatan penduduk, kurangnya pengelolaan limbah padat, sanitasi yang buruk, dan buang air besar di udara terbuka semua berkontribusi pada penyebaran penyakit seperti diare, infeksi pernapasan, dan infeksi kulit, termasuk kudis.

Badan-badan PBB telah memperingatkan bahwa runtuhnya layanan air dan sanitasi bahkan bisa memicu wabah kolera jika bantuan kemanusiaan mendesak tidak disampaikan. Jika tidak ada perubahan, "akan ada lebih banyak orang yang sakit dan risiko terjadinya wabah besar akan meningkat secara dramatis," kata Brennan.

Infrastruktur air dan sanitasi yang penting di Gaza entah telah hancur karena serangan udara Israel atau kehabisan bahan bakar.

Di kegubernuran selatan seperti Deir el-Balah, Khan Younis, dan Rafah, 76 sumur air telah berhenti berfungsi, demikian pula dua pabrik air minum utama dan 15 stasiun pemompaan limbah, menurut UNRWA.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.