Sukses

China Dihantam Pembatasan Akses atas Chip oleh AS, Jepang dan Belanda

Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan dengan Jepang dan Belanda untuk membatasi China mengakses teknologi pembuatan chip semikonduktor.

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan dengan Jepang dan Belanda untuk membatasi China mengakses teknologi pembuatan chip semikonduktor canggih mereka, menurut laporan Bloomberg News yang mengutip orang-orang yang mengetahui langkah itu.

Laporan yang dirilis pada Jumat (27/1) itu menyebutkan bahwa beberapa perusahaan utama di Jepang dan di Belanda, sebagai bagian dari kesepakatan, akan melaksanakan beberapa langkah kontrol ekspor Amerika Serikat yang diberlakukan AS pada Oktober.

Kesepakatan baru itu akan membatasi akses China ke teknologi semikonduktor dari perusahaan Belanda ASML serta perusahaan Jepang Nikon Corp dan Tokyo Electron Ltd., menurut laporan yang diwartakan oleh Sputnik, dikutip dari Antara, Minggu (29/1/2023).

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, menurut laporan tersebut, mengatakan sebelumnya bahwa tidak jelas apakah Belanda akan mengungkapkan perincian tentang kesepakatan tersebut.

Bloomberg melaporkan pada Desember bahwa Jepang dan Belanda setuju secara prinsip untuk menegakkan beberapa aturan AS dalam mengekspor mesin pembuat chip canggih ke China.

Menurut laporan tersebut, kedua negara diperkirakan akan melarang penjualan mesin yang mampu memproduksi chip berukuran 14 nanometer atau lebih ke China.

Pada Oktober, pemerintahan Presiden AS Biden memperluas kontrol ekspor teknologi semikonduktor AS ke China untuk membatasi kemampuan Beijing membuat mikrochip kelas atas tertentu yang digunakan dalam aplikasi militer.

Beijing membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),dan mengajukan gugatan terhadap kontrol ekspor AS.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Chip Semikonduktor Masih Langka, Menko Perekonomian Airlangga: Indonesia Masih Aman

Industri otomotif kini masih mengalami krisis chip semikonduktor. Kondisi ini, terjadi secara global dan tidak hanya di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan, Indonesia justru relatif aman terhadap krisis chip semikonduktor. Pasalnya, produksi mobil di Tanah Air, masih didominasi jenis internal combustion engine (ICE).

"Kalau kita kan kebanyakan masih combustion engine (ICE), relatif aman," jelas Airlangga, saat ditemui di Senayan, Jakarta Pusat, akhir pekan lalu.

Lanjut Airlangga, untuk yang terkena dampak krisis chip semikonduktor di Indonesia, justru mobil listrik alias electric vehicle (EV). Namun, politikus partai Golkar ini, juga tidak mengetahui pasti, sampai kapan dampak krisis chip semikonduktor ini akan berlangsung.

"Kondisi ini terjadi secara global. Sampai 2 tahun? Kita lihat nanti ya," tegas Airlangga.

Sementara itu, banyak yang prediksi, krisis chip semikonduktor ini masih akan berlangsung hingga tahun depan. Bahkan, pabrikan asal Eropa, seperti Volkswagen sudah mempersiapkan kondisi normal yang baru dari gangguan rantai pasokan tersebut.

"Investasi untuk kapasitas baru sekarang berada di jalurnya, tetapi mungkin masih akan ada kekurangan struktural dalam semikonduktor hingga dan termasuk tahun 2023," ujar Kepala Pengadaan di Dewan Volkswagen, Murat Aksel, disitat Reuters.

 

3 dari 3 halaman

Harga BBM Naik, Gaikindo Tetap Optimistis Penjualan Mobil Tembus 900 Ribu Unit Selama 2022

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, seperti Pertalite, Pertamax, dan Solar diprediksi tidak akan memengaruhi penjualan mobil di Indonesia. Keyakinan tersebut, berdasarkan pengalaman dari kenaikan bahan bakar sebelumnya yang sudah terjadi di Indonesia.

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menjelaskan berdasarkan data historical, kenaikan BBM tidak berdampak terhadap penjualan otomotif di Tanah Air.

Seperti pada 2003, pemerintah juga menaikan harga harga BBM. Begitu juga pada 2004 dan 2005. Tapi pasar otomotif justruk naik dari 300 ribuan unit ke 400 ribuan unit dan 500 ribuan unit. Kemudian pada 2013, harga BBM juga naik. Tapi pertumbuhan ekonomi nasional saat itu juga bagus 6,2 persen. Alhasil, penjualan otomotif pada 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2012.

"Dari historical itu, penjualan otomotif tidak berdampak akibat kenaikan BBM tahun ini. Apalagi pertumbuhan ekonomi nasional masih di atas 5 persen," ujar Kukuh di acara Ngobrol Virtual Santai (Ngovsan) yang diadakan oleh Forum Wartawan Otomotif (Forwot).

Terkait penjualan mobil hingga Agustus 2022, berdasarkan data Gaikindo, sepanjang 8 bulan pertama tahun ini, penjualan retail tembus 637.040 unit atau naik 20,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yang hanya 527.707 unit.

Sementara itu, penjualan wholesales untuk periode yang sama, sebesar 658.232 unit atau naik 21,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sebesar 543.424 unit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.