Sukses

Korea Utara Klaim Menang Lawan COVID-19, Adik Kim Jong-un Ancam Korsel

Korea Utara sudah benar-benar menang lawan COVID-19?

Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengumumkan klaim bahwa negaranya menang melawan pandemi COVID-19. Ia berkata kebijakan maksimum Korut berhasil memusnahkan COVID-19.

Menurut laporan Yonhap, Kamis (11/8/2022), pernyataan itu dibuat oleh Kim Jong-un dalam pertemuan nasional untuk membahas pandemi.

Pada artikel Korean Central News Agency (KCNA), Kim Jong-un telah "dengan khidmat mendeklarasikan kemenangan dalam kampanye anti-epidemi untuk mengeksterminasi virus corona baru yang masuk ke wilayah kita dan melindungi nyawa dan kesehatan rakyat."

Kim Jong-un juga memutuskan agar menurunkan level darurat maksimum sistem pencegahan Korea Selatan untuk kembali ke level normal. Namun, ia menekankan agar terus waspada dan penjagaan di perbatasan harus lebih ketat agar COVID-19 tak masuk Korut lagi.

Ia juga menyorot varian-varian global COVID-19 yang menyebar secara cepat, serta kehadiran cacar monyet.

Adik dari Kim Jong-un, yakni Kim Yo-jong, masih terus menegaskan bahwa COVID-19 di negaranya karena barang dari Korea Selatan. Ia malah ingin membalas ke Korea Selatan.

"Jika musuh bersikeras melakuan tindakan-tindakan berbahaya tersebut seperti memasukan virus ke Republik kita, kita akan merespons tidak hanya dengan mengeksterminasi virusnya, tetapi juga melenyapkan otoritas Korea Selatan," ujar Kim Yo-jong.

Korea Utara pertama kali mengumumkan kasus COVID-19 pada 12 Mei 2022. Pihak Korea Utara menuduh virus itu berasal dari benda asing yang ditemuan di perbatasan, serta menyorot benda-benda seperti leaflet yang dikirim pengkhianat Korea Utara yang melakukan kampanye dari Korea Selatan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Indonesia Setop Anggaran COVID-19

Di dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tahun 2023 pemerintah tidak akan mengalokasikan anggaran khusus penanganan pandemi Covid-19. Sebagai gantinya, pemerintah akan menambah anggaran sektor kesehatan secara umum saja.

"Anggaran kesehatan tidak lagi memberikan alokasi khusus untuk pandemi," kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai Sidang Paripurna Kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/8).

Sri Mulyani mengatakan anggaran kesehatan reguler tahun depan akan ditambah. Rencananya pemerintah akan menaikkan anggaran kesehatan tahun depan menjadi Rp 168,4 triliun untuk memperkuat sistem kesehatan nasional.

"Anggaran kesehatan yang reguler akan naik dari Rp 133 triliun tahun ini naik ke Rp 168, triliun," kata dia.

Untuk anggaran pendidikan pemerintah masih akan mengalokasikan dalam persentase yang sama, yakni 20 persen dari total APBN tahun 2023. "Kita akan tetap menganggarkan anggaran pendidikan 20 persen," katanya.

Sementara itu, anggaran belanja kementerian lembaga tahun depan direncanakan mencapai Rp 993 triliun. Anggaran tersebut akan difokuskan ke berbagai fokus program nasional.

Mulai dari sumber daya manusia (SDM) dan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas nasional. Tak hanya itu, anggaran tahun depan juga akan difokuskan untuk mendukung tahapan Pemilu.

"Instruksi Bapak Presiden sebelumnya adalah untuk menyelesaikan proyek. jadi jangan sampai ada proyek baru yang kemudian tidak selesai pada akhir tahun atau tahun 2024," kata dia.

3 dari 4 halaman

Menkes: Sudah Divaksinasi, Risiko Tertular COVID-19 Turun Jauh

Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengingatkan masyarakat terutama lanjut usia (lansia) yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis 1 dan dua, maupun booster untuk segera mendapatkannya.

Budi mengingatkan bahwa vaksinasi mengurangi risiko tertular COVID-19 dibandingkan mereka yang belum mendapatkannya. 

"Kalau sudah divaksin atau booster, maka risiko seseorang tertular COVID-19 turun jauh dibandingkan yang belum vaksin atau booster,” ucap Budi saat ke Kubu Raya, Kalimantan Barat pada Selasa, 9 Agustus 2022.

Bila memang terpapar virus SARS-CoV-2 risiko seseorang alami keparahan pun berkurang. Namun, bila tidak divaksinasi maka risiko alami kasus COVID-19 yang berat dan masuk rumah sakit meningkat.

Pada lansia yang tertular COVID-19 dan dirawat di rumah sakit memiliki risiko kematian 20 kali lebih tinggi daripada lansia di bawah usia 50 tahun. Kemudian yang paling banyak masuk rumah sakit dan meninggal adalah yang belum divaksin.

“Jadi pesan saya cuman satu, cepat-cepat divaksin dan booster, kalau tertular tidak apa-apa tapi insha Allah tidak masuk rumah sakit dan mengurangi risiko kematian,” kata Budi mengutip keterangan pers yang diterima Liputan6.com.

4 dari 4 halaman

Jangan Merasa Aman Bila Sudah Vaksin 2 Dosis

Budi juga mengatakan jangan sampai merasa aman hanya karena sudah vaksinasi dosis 1 dan dosis 2 COVID-19. Efikasi vaksin akan turun setelah enam bulan usai mendapatkan dua dosis vaksinasi. Oleh karena itu perlu dilakukan vaksinasi booster.

“Kita lihat kemungkinan orang tertular COVID-19 yang masuk rumah sakit setelah vaksin dosis 1 dan 2, serta booster jumlahnya kecil sekali. Oleh karena itu masyarakat diimbau divaksinasi dosis lengkap dan booster karena itu mengulangi risiko masuk rumah sakit atau risiko kematian,” kata Budi. 

Epidemiolog Dicky Budiman mendorong pemerintah untuk terus mengejar target capaian vaksinasi booster. Dia menegaskan, booster penting untuk mencegah keparahan, bahkan kematian akibat COVID-19.

"Vaksin dosis ketiga itu penting, meskipun kita tahu bahwa BA.5, BA.4, BA.2.75 lebih resisten menurunkan efikasi antibodi. Tapi itu menurun dalam artian kemampuan memproteksi diri terinfeksi. Namun, dalam efektifitas mencegah keparahan dan kematian itu tetap tinggi," kata Dicky.

Efektivitas booster mencegah dampak parah akibat Covid-19 sudah terbukti di berbagai negara.

"Meski capaian dosis satu dan dua cukup besar, tapi itu tidak cukup untuk mencegah BA.5. Untuk itulah vaksin booster ini harus kita capai, setidaknya 50 persen dari total populasi. Tapi di kelompok rentan seharusnya di atas 70 persen," ujar Dicky.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.