Sukses

Uni Eropa Perbarui Sanksi ke Rusia Jika Nekat Serang Ukraina

Kepala pemerintahan dari 27 negara anggota Uni Eropa juga mendesak Moskow untuk menghentikan pengerahan pasukan militernya di dekat perbatasan dengan Ukraina.

, Moskow - Para pemimpin negara-negara Uni Eropa (UE) pada hari Kamis (16/12) sepakat memperbarui sanksi ekonomi yang sebelumnya pernah dikenakan pada Rusia sebagai tanggapan atas pencaplokan semenanjung Krimea di Ukraina.

Kepala pemerintahan dari 27 negara anggota Uni Eropa juga mendesak Moskow untuk menghentikan pengerahan pasukan militernya di dekat perbatasan dengan Ukraina. Mereka mendesak Rusia agar kembali berunding dalam pembicaraan yang dipimpin oleh Prancis dan Jerman.

Pertemuan para pemimpin UE di Brussel sepakat untuk selama enam bulan memperbarui serangkaian sanksi ekonomi yang ada yang bertujuan untuk menekan Moskow. Sanksi yang awalnya diterapkan pada tahun 2014 ini menargetkan sektor energi, perbankan, dan pertahanan Rusia, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Sabtu (18/12/2021).

Dalam pernyataan bersama yang ditandatangani di pertemuan itu, para pemimpin bersikeras bahwa ini adalah "kebutuhan mendesak bagi Rusia untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh penumpukan militer di sepanjang perbatasannya dengan Ukraina dan mengurangi retorika agresif."

Dalam pertemuan para menteri luar negeri yang digelar pada Senin (13/12), UE juga telah menambahkan Wagner Group, sebuah perusahaan tentara bayaran Rusia, ke daftar sanksi itu.

Para pemimpin mengulangi pesan yang dikoordinasikan dengan Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara G7 yang menyatakan bahwa setiap agresi militer lebih lanjut terhadap Ukraina akan menghadapi dengan konsekuensi besar dan biaya yang mahal, konsekuensi ini termasuk tindakan restriktif yang dikoordinasikan dengan mitra mereka.

Sementara Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada hari Jumat (17/12) menetapkan prasyarat untuk bekerja dengan Rusia pada sebuah proposal keamanan baru. NATO menawarkan kerja sama dengan Moskow untuk membangun kepercayaan baru di antara mereka jika negara itu membantu meredakan ketegangan dengan Ukraina.

Rusia telah menyerahkan rancangan dokumen yang menguraikan pengaturan keamanan yang ingin dinegosiasikan dengan Amerika Serikat dan sekutunya di NATO. Tidak ada rincian terkait hal ini, tetapi Kremlin mengatakan bahwa seorang utusan senior Rusia siap berangkat untuk membicarakan proposal tersebut di negara yang netral.

Stoltenberg mengatakan bahwa NATO telah menerima dokumen tersebut, dan ''bahwa setiap dialog dengan Rusia perlu mempertimbangkan kekhawatiran NATO tentang tindakan Rusia.''

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kembali ke Format Normandia?

Baik Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pintu untuk berdiskusi masi terbuka bagi Moskow.

Mereka mendesak untuk kembali ke Format Normandia, yakni dialog empat arah antara Paris, Berlin, Kyiv, dan Moskow, untuk mempraktikkan kesepakatan Minsk 2015.

"Kita memiliki format yang sangat bagus, Format Normandia, yang ingin kita aktifkan kembali, energikan kembali," ujar Scholz kepada wartawan. "Itu tidak akan mudah, kita tidak boleh naif, dan kita harus sangat jelas dalam hal integritas perbatasan."

Pada Jumat (17/12) militer Ukraina mengatakan bahwa salah satu tentaranya tewas dalam pertempuran dengan separatis pendukung Rusia di bagian timur negara itu. Kiev telah memerangi pemberontakan yang memihak ke Moskow di dua wilayah yang berbatasan dengan Rusia sejak 2014. Rusia telah mengerahkan sekitar 100.000 tentaranya di wilayah yang berbatasan dengan Ukraina.

Tentara Ukraina mengatakan pasukan separatis telah menargetkan posisi tentaranya dengan peluncur granat dan mortir. "Seorang prajurit terluka fatal," dan seorang tentara lainnya terluka, pihak tentara Ukraina mengatakan lewat Facebook.

Total korban dari Ukraina dalam konflik tersebut telah mencapai 65 orang sejak awal tahun 2021, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi. Sementara tahun 2020, total korban dari Ukraina mencapai 50 jiwa.

Para pemimpin Uni Eropa juga sepakat bahwa setiap paket sanksi baru harus mencakup korps perwira Rusia yang terlibat dalam perencanaan kemungkinan invasi, serta lingkaran langsung dan oligarki "di seputar presiden Rusia dan keluarga mereka."

Dokumen kesepakatan itu juga menyatakan kemungkinan pembekuan aset keuangan dan fisik mereka di UE, serta larangan perjalanan dan kemungkinan dikeluarkannya Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT.

Negara-negara anggota Uni Eropa dari Eropa Timur juga menyatakan kecemasan mereka atas penumpukan pasukan Rusia di dekat Ukraina. Presiden Lituania Gitanas Nauseda, yang negaranya juga berbatasan dengan Rusia, memperingatkan bahwa tindakan Moskow memicu salah satu situasi keamanan paling genting sejak Uni Soviet runtuh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.