Sukses

Junta Militer Inginkan Myanmar Tanpa Penduduk Muslim

Pemerintah Myanmar nampaknya tidak menginginkan keberadaan umat Islam di negaranya. Demikian dikatakan tokoh ulama Masjid Al Islam Iran.

Liputan6.com, Rangoon: Pemerintah Myanmar nampaknya tidak menginginkan keberadaan umat Islam di negaranya. Demikian dikatakan tokoh ulama Masjid Al Islam Iran, Abdul Alim Musa, seperti dilansir Press TV, Senin (30/7), terkait bentrokan antaretnis di negara itu dan menewaskan puluhan warga Muslim Rohingya.

Menurut Musa, Suu Kyi bersama pemerintah Junta Militer Myanmar menginginkan negara Myanmar baru tanpa penduduk Muslim. "Suu Kyi yang telah memenangkan beberapa kursi di parlemen seharusnya bertindak atas kekerasan ini. Sepertinya, pemerintah Myanmar menginginkan tidak adanya penduduk Muslim di negaranya," katanya.

Musa pun mengkritik Suu Kyi karena dinilai telah gagal menerapkan keadilan yang selama ini ia perjuangkan. Padahal, Suu Kyi dikenal sebagai tokoh kemanusiaan yang diharapkan dapat memperbaiki stabilitas negeri Myanmar.

Sementara itu analis lain menyebutkan, Suu Kyi sengaja tidak ambil tindakan karena tidak ingin suaranya berkurang pada pemilu Myanmar 2015 mendatang.

Sebelumnya, Komisaris Besar di Bidang Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Navi Pillay menyatakan bahwa Muslim di Myanmar tengah menghadapi ancaman buruk yang disponsori oleh pemerintah. "Kami menerima banyak laporan dari berbagai badan kemanusiaan tentang keadaan Myanmar, di mana terjadi diskriminasi dan tindakan sewenang-wenang dari pasukan keamanan pemerintah," katanya.

Pillay menyerukan bahwa perlu adanya investigasi khusus terhadap Muslim Rohingya. Menurutnya, sampai saat ini mereka adalah warga negara yang tidak diakui pemerintah.

Senada dengan Pillay, pengacara asal India Sahana Basavapatna juga mengatakan bahwa warga Rohingya tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar. "Mereka tidak mendapat bantuan pendidikan dan kesehatan," katanya. [baca: Muslim Rohingya Tidak Diakui di Negaranya Sendiri].

Lebih jauh lagi, karena tidak diakui keberadaanya, kehidupan mereka di sana pun sangat sengsara, dengan adanya pembatasan tanah, diskriminasi layanan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas publik lainnya.(SHA)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini