Sukses

Sejumlah Negara dan Organisasi HAM Desak Saudi Setop Hukuman Mati

Eksekusi massal di Arab Saudi dikecam. Sanksi itu diminta diakhiri karena melanggar hak asasi di negara kerajaan itu.

Liputan6.com, Riyadh - Eksekusi massal terhadap puluhan warga Arab Saudi baru-baru ini telah menuai kecaman luas kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintahan di seluruh dunia. Mereka menyerukan kepada otorita Arab Saudi untuk menghentikan eksekusi massal semacam ini dan menyudahi pelanggaran hak asasi di negara kerajaan itu.

Minggu lalu Arab Saudi memenggal 37 warga Arab Saudi, di mana 34 di antaranya berasal dari kelompok minoritas Syiah, karena dituduh melakukan kejahatan terkait terorisme.

Sejumlah pakar mengatakan pelanggaran hak asasi di Arab Saudi, termasuk eksekusi massal seperti itu, terus meningkat sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman memegang tampuk kekuasaan pada tahun 2017.

Direktur Amnesti Internasional untuk Advokasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, Philippe Nassif kepada VOA mengatakan, "Arab Saudi telah meningkatkan tindakan kekerasan terhadap semua bentuk perbedaan pendapat dalam beberapa tahun terakhir ini."

Tetapi tindakan kekerasan ini secara khusus menarget minoritas Syiah yang berjumlah sekitar 10-15 persen dari total penduduk.

"Eksekusi massal baru-baru ini, sebagian besar merupakan bagian dari tindakan kekerasan yang lebih luas terhadap kelompok minoritas Syiah di Arab Saudi. Ini telah berlangsung lama, tetapi tampaknya semakin meningkat di masa kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman," imbuh Nassif seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (3/5/2019).

Ditambahkannya, pejabat-pejabat Arab Saudi melihat ada “iklim yang sangat anti-Iran di Washington DC dan mereka mencoba mengaitkannya dengan komunitas Syiah di negara mana pun, apakah di Lebanon, Yaman, hingga Iran, untuk membenarkan perilaku mereka di dalam dan luar negeri.”

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Eksekusi Terbesar dalam Satu Hari

Eksekusi minggu lalu merupakan yang terbesar dalam satu hari di Arab Saudi sejak tahun 2016, ketika pemerintah mengeksekusi 47 orang karena kejahatan terkait terorisme. Diantara mereka yang dieksekusi tahun 2016 lalu itu adalah empat aktivis Syiah, termasuk ulama terkemuka Nimr al-Nimr, yang kematiannya memicu demonstrasi komunitas Syiah di seluruh kawasan itu. Di Iran, demonstran menyerang Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran. Sejak saat itu kantor kedutaan itu ditutup dan hubungan Arab Saudi-Iran tidak pernah membaik.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei ketika itu menyebut eksekusi massal itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan Amerika telah mendesak pemerintah Arab Saudi untuk menjamin adanya proses pengadilan yang adil terhadap tersangka yang ditahan.

“Kami telah membaca laporan-laporan tersebut. Kami mendesak pemerintah Arab Saudi dan semua pemerintahan untuk menjamin pengadilan yang adil, kebebasan dari penahanan sewenang-wenang dan di luar jalur hukum, transparansi, supremasi hukum dan kebebasan beragama dan berkeyakinan,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri kepada ABC News.

Sementara itu Laporan Tahunan Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika, yang memberikan nasehat kepada Gedung Putih, Departemen Luar Negeri dan Kongres, minggu ini menyatakan Arab Saudi sebagai satu dari 16 negara pelanggar kebebasan beragama “yang sangat parah.”

Pasca pembunuhan wartawan Arab Saudi yang berkantor di Amerika Jamal Khashoggi pada Oktober 2018, sekelompok senator memperkenalkan RUU yang mengharuskan sanksi terhadap mereka yang bertanggungjawab dalam pembunuhan itu. RUU itu juga memberlakukan sanksi terhadap individu dalam berbagai aktivitas terkait perang saudara di Yaman.

Analis Philippe Nassif yakin RUU itu dapat mengubah sikap Arab Saudi terkait tuduhan pelanggaran hak asasi. “RUU itu mengkhawatirkan Arab Saudi karena mereka melihat adanya konsensus bipartisan di Amerika yang dapat meluas terhadap sikap mereka, bukan saja di Yaman, tetapi juga dalam arti yang lebih luas.” 

3 dari 3 halaman

Terkait Terorisme

Arab Saudi diketahui telah memenggal 37 warganya dalam eksekusi massal, Selasa 23 April 2019. Mereka dihukum dalam kasus terorisme.

Seorang pembangkang Saudi Ali al-Ahmed, yang mengelola badan bernama Gulf Institute di Washington mengatakan bahwa 34 orang yang dipenggal adalah penganut Islam Syiah. Identitas mereka yang dihukum diumumkan oleh Departemen Dalam Negeri Arab Saudi.

"Ini adalah eksekusi terbesar terhadap kelompok Syiah dalam sejarah Saudi," kata Al-Ahmed, melansir ABC Indonesia pada Rabu 24 April 2019.

Hal itu dikonfirmasi oleh lembaga HAM Amnesty International, mengatakan mayoritas dari yang dipenggal adalah laki-laki Syiah.

Dengan demikian, eksekusi ini diperkirakan akan semakin meningkatkan ketegangan sektarian dan regional antara Arab Saudi dan Iran.

Selain warga syiah, salah satu anggota kelompok ekstrem Sunni juga digantung di sebuah tiang setelah pemenggalan. Negeri Minyak melakukannya "sebagai peringatan bagi yang lain".

Amnesty International juga mengatakan, mereka yang dipenggal dinyatakan bersalah setelah dilangsungkannya proses peradilan. Sayangnya, lembaga itu menyebut adanya metode penyiksaan dalam mencari pengakuan saksi dan terdakwa. 2 dari 3 halaman Salah satu Eksekusi Terbesar  Ilustrasi hukuman mati atau hukuman gantung (iStockphoto)Pemenggalan yang berlangsung awal pekan ini adalah eksekusi terbesar kedua Saudi yang dilakukan dalam waktu satu hari dalam sejarah pasca-1980.

Eksekusi besar pertama berlangsung pada 2 Januari 2016. Saat itu, Negeri Minyak mengeksekusi 47 orang dalam kasus yang sama, berkenaan dengan terorisme. Pemenggalan waktu itu adalah eksekusi terbesar yang dilakukan pihak berwenang Saudi sejak 1980.

Di antara mereka yang dieksekusi tiga tahun lalu adalah empat warga Syiah, termasuk ulama Syiah ternama, Nimr al-Nimr.

Kematian al-Nimr menimbulkan gelombang protes mulai dari Pakistan sampai ke Iran. Bahkan, kedutaan Saudi di Teheran sempat diserbu.

Sejak itu hubungan Saudi-Iran memburuk dan kedutaan Saudi di Teheran masih tutup hingga sekarang.

Untuk diketahui, Raja Salman sudah memberikan persetujuan terhadap eksekusi massal pada Selasa, 23 April dan juga eksekusi di tahun 2016.

Ali al-Ahmed dari Gulf Institute di Washington mengatakan tindakan eksekusi pada Selasa ini tampaknya dilakukan untuk menyampaikan pesan politik kepada Iran.

"Mereka tidak perlu melakukan eksekusi terhadap orang-orang ini, namun ini dilakukan di tengah gelombang tekanan Amerika terhadap Iran." katanya.

Selengkapnya di sini...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.