Sukses

13-3-1881: Teror Bom Renggut Nyawa Tsar Terakhir Rusia Secara Tragis

Hari ini, lebih dari seabad lalu, teror bom menyudahi kepemimpinan tsar terakhir Rusia. Alexander II.

Liputan6.com, St. Petersburg - Pada 13 Maret 1881, Alexander II menandatangani perintah menciptakan beberapa komisi, yang terdiri dari pejabat dan individu swasta terkemuka, guna mempersiapkan reformasi di berbagai cabang pemerintah Rusia.

Setelah itu, ia menghadiri Misa bersama Keluarga Tsar, kebiasaan yang biasa dilakukan setiap hari Minggu, demikian Today in History dikutip dari Unofficialroyalty.com pada Selasa (12/3/2019).

Sebelum meninggalkan Istana Musim Dingin, istri Alexander memohon padanya untuk tidak mengikuti rute pulang yang biasa karena laporan kemungkinan serangan teroris. Sang tsar berjanji akan kembali ke istana melalui Tanggul Kanal Catherine.

Alexander meninggalkan Istana Musim Dingin dan menghadiri parade di Sekolah Menunggang Michael dan kemudian mengunjungi sepupunya Grand Duchess Catherine Michaelovna.

Di saat bersamaan, para konspirator Rusia telah meletakkan tambang dinamit di terowongan yang digali di bawah rute Tsar yang biasa.

Ketika Sophia Perovskaya --salah seorang revolusionaris komunis-- melihat bahwa Alexander mengunjungi sepupunya. dan mungkin kembali ke istana dengan menggunakan rute yang berbeda. Dia pun mengatur rencana baru di sepanjang tanggul Kanal Catherine, rute alternatif yang paling logis.

Alexander II mengendarai gerbong anti bom, hadiah dari Kaisar Napoleon III dari Perancis. Saat kereta berbalik ke Tanggul Kanal Catherine, sebuah bom dilemparkan. Gerbong rusak dan beberapa penjaga terluka, tetapi tsar selamat.

Namun setelahnya, Alexander II justru membuat kesalahan yang membuatnya kehilangan nyawa. Tidak menyadari bahwa konspirator lain bersandar pada pagar sekitar enam kaki jauhnya, dia meninggalkan kereta untuk memeriksa kerusakan dan memeriksa orang-orang yang terluka, dan sebuah bom dilemparkan langsung di antara kaki tsar.

Suara bising dari bom memekakkan telinga, asap memenuhi udara, orang-orang yang terluka berteriak, dan salju bersimbah darah. Ketika asap hilang, Alexander II terbaring terluka parah, kakinya hancur dan terkoyak akibat ledakan bom.

Alexander meminta untuk dibawa ke Istana Musim Dingin agar ia bisa menghembuskan napas terakhir di sana.

 

Simak video pilihan berikut: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Suasana Pilu pada Detik-Detik Kematian Alexander II

Ketika mendengar berita penyerangan bom itu, anggota Keluarga tsar tiba di Istana Musim Dingin. Pemandangan yang menyapa mereka suram. Wajah dan tubuh Alexander II masih utuh, tetapi kakinya hanya tersisa setinggi lutut.

Ruangan mulai ramai ketika lebih banyak anggota keluarga tiba. Putra sulung Alexander II, Alexander dan istrinya yang berasal dari Denmark, Dagmar mengenakan kostum skating-nya, karena dia berencana untuk bersenang-senang di atas danau yang membeku.

Suami Dagmar berdiri dengan tak percaya dan putra tertua mereka, Nicholas yang berusia 13 tahun, berpegangan erat pada sepupu agar merasa nyaman.

Istri tsar Catherine Dolgorukova (Putri Yurievskaya) berlari histeris ke dalam ruangan, melemparkan dirinya ke tubuh suaminya, mencium tangannya, dan meraung-raung memanggil namanya.

Selama 45 menit, orang-orang di ruangan itu menyaksikan saat-saat terakhir Tsar Alexander II bernapas.

Pada pukul 15.35 sore, sang tsar meninggal, dan ketika Keluarga Kekaisaran berlutut untuk berdoa, istrinya pingsan dan dibawa keluar dari kamar, pakaiannya basah kuyup dengan darah suaminya.

Sementara itu, sehari sebelum dia meninggal, Alexander II telah menyelesaikan rencana untuk membentuk parlemen terpilih dan dia bermaksud untuk melepaskan rencana ini dalam beberapa hari.

Mungkin jika Alexander II tetap hidup, Rusia akan menjadi monarki konstitusional dan tidak akan dibawa ke bawah naungan sosialis.

Namun, putra dan penerus Alexander II, Alexander III sangat konservatif dan membalikkan beberapa reformasi liberal ayahnya.

Salah satu hal pertama yang dia lakukan sebagai tsar adalah merobek rencana ayahnya untuk membentuk parlemen terpilih, dan membatalkan perintah yang telah ditandatangani ayahnya pada hari dia meninggal.

Dua anak laki-laki Alexander II mengalami akhir hidup yang kejam.

Grand Duke Sergei Alexandrovich dibunuh oleh bom teroris di Kremlin pada 1905. Sementara Grand Duke Paul Alexandrovich ditembak oleh tentara rakyat Bolshevik di Benteng Peter and Paul pada 1919.

Kaisar Alexander II dimakamkan di Katedral Peter dan Paul di St. Petersburg. berdampingan dengan istri pertamanya.

Sementara itu, di tanggal yang sama pada 1918, Leon Trotsky berhasil memimpin pembentukan Tentara Merah yang menjadi garda terdepan pemerintahan komunis Rusia.

Lalu, pada 1943, pembunuh bayaran gagal mengakhiri nyawa Adolf Hitler selama penerbangan dari Smolensk ke Rastenburg.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.