Sukses

76 Persen Warga AS Dukung Pidato Kenegaraan Donald Trump, tapi...

76 persen orang AS yang menyaksikan pidato kenegaraan tahunan Presiden Donald Trump menyetujui pesan yang disampaikannya, tapi...

Liputan6.com, Washington DC - Tujuh puluh enam persen orang Amerika Serikat yang menyaksikan pidato kenegaraan tahunan Presiden Donald Trump di Kongres (State of the Union) pada Selasa 5 Februari 2019, menyetujui pesan yang disampaikan oleh sang orang nomor satu Amerika. Sementara 24 persen lain tidak setuju dengan pidato tersebut -- *menurut polling nasional yang dilakukan oleh CBS News.

Tetapi, orang-orang yang setuju adalah mereka yang berhaluan politik condong ke Partai Republik yang mengusung Presiden Trump, setidaknya dibandingkan dengan orang Amerika secara keseluruhan --seperti yang sering terjadi di sebagian besar pidato State of the Union.

Menurut polling CBS, dari total 100 persen responden yang menonton siaran program pidato Donald Trump, 43 persen di antaranya adalah pendukung Partai Republik, 24 persen pendukung Demokrat (yang beroposisi) dan 30 persen sisanya non-partisan.

Angka 43 persen simpatisan Republik itu secara keseluruhan membantu mendukung survei persetujuan atas pidato Trump. Karena, dari total responden Republik, 97 persen menyetujui pidato presiden.

Oleh karenanya, dari sejumlah variabel, survei CBS menunjukkan positivisme publik AS terhadap State of the Union tahun ini.

*Survei CBS News ini didasarkan pada 1.472 wawancara terhadap orang dewasa AS yang menyaksikan pidato State of the Union pada Selasa 5 Januari 2019 malam. Survei ini dilakukan oleh YouGov menggunakan sampel representatif dari 9.332 orang dewasa AS yang awalnya diwawancarai online antara 1 hingga 4 Februari 2019, untuk menunjukkan apakah mereka berencana untuk menonton alamat tersebut, dan jika mereka bersedia diwawancarai kembali setelah pidato. Hanya mereka yang menyaksikan pidato yang dimasukkan dalam analisis CBS.

Kata Komentator Politik

Tentang bagaimana publik AS secara keseluruhan akan bereaksi terhadap State of the Union Presiden Trump, Komentator politik AS, Chris Cilizza menulis untuk CNN, "Bagi kita semua, ini adalah pengingat bahwa a) satu pidato tidak akan mengubah pandangan orang dan b) SOTU (State of the Union) adalah satu acara TV besar."

Cilizza juga menyebut pidato presiden Trump "secara mengejutkan bersifat bipartisan sekaligus juga memecah-belah," jelasnya dalam kolom yang ia tulis untuk CNN, Selasa 5 Januari 2019.

"Dalam hanya beberapa paragraf, Trump berbelok dari seruan untuk persatuan dan berbagi kemenangan, untuk kemudian meledakkan Demokrat di oposisi mereka ke tembok perbatasan yang diusulkannya. Dalam satu napas, ia menggembar-gemborkan rendahnya tingkat pengangguran. Di kalimat selanjutnya, dia bersikeras bahwa jika Demokrat menginginkan perdamaian dan kemakmuran, maka mereka tidak dapat melanjutkan 'penyelidikan partisan' (mereferensi investigasi dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS)," lanjut Cilizza.

"Itu adalah Trump klasik --dalam semua keganjilannya, ketidakpastian, berlebihan, dan sesekali momen yang mengejutkan."

Donald Trump juga memulai pidato kenegaraannya dengan menyerukan Kongres tentang semangat kerja bipartisan (pelibatan bersama kepentingan dua partai politik) dan kompromi.

"Tapi, Trump adalah orang yang melakukan politik balas dendam, perlawanan, dan pembalasan selama pilpres 2016. Cara dia mengubah sikap itu untuk menuduhkannya kepada Demokrat terasa seperti orang yang tidak berkaca," kata Cilizza.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Umumkan Tanggal Pertemuan Jilid 2 dengan Kim Jong-un

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dalam pidato kenegaraannya, juga telah mengumumkan bahwa ia akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi kedua dengan pemimpin Korea Utara bulan ini.

Presiden mengatakan dalam pidato State of the Union di Kongres AS pada Selasa 5 Januari 2019 bahwa ia akan bertemu Kim Jong-un di Vietnam pada 27 - 28 Februari 2019, demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (6/2/2019).

"Jika saya tidak terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, kami saat ini, menurut pendapat saya, akan berada dalam perang besar dengan Korea Utara," lanjut Trump usai mengumumkan tanggal pertemuan dengan Kim.

"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, tapi hubunganku dengan Kim Jong-un bagus."

Rencana untuk pertemuan tingkat tinggi kedua telah dilakukan sejak pembicaraan bersejarah kedua pemimpin tahun lalu di Singapura, 12 Juni 2018 --yang pertama antara presiden AS yang masih menjabat dengan pemimpin Korea Utara yang masih berkuasa.

Sementara Korea Utara belum melakukan uji coba rudal nuklir atau balistik sejak musim panas lalu, Pyongyang belum setuju untuk membongkar program senjata nuklirnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.