Sukses

29-1-1863: 450 Orang Asli Amerika Dibantai dalam Insiden Bear River Massacre

Sebanyak 450 orang asli Amerika dibantai dalam insiden Bear River Massacre. Peristiwa berdarah itu nyaris terlupakan.

Liputan6.com, Idaho - Dalam foto yang diambil pada 1918, Beshup Timbimboo berdiri di Battle Creek, dekat Preston, Idaho. Di sanalah, untuk kali terakhir ia melihat ibunya dalam kondisi hidup pada 29 Januari 1863. Bear River Massacre -- pembantaian yang menewaskan ratusan penduduk asli Amerika.

Kala itu Beshup Timbimboo baru berusia dua tahun. Putra kepala suku Shoshone, Sagwitch Timbimboo itu menderita tujuh luka tembak di tubuhnya yang mungil. Ia yang kepayahan berhasil selamat.

Pembantaian diawali dengan perselisihan antara orang Indian Amerika dan pengelana kulit putih.

Klimaksnya, Kolonel Edward Connor dan pasukannya yang berjumlah 200 orang menyerbu permukiman Shoshone.

Awalnya, para penyerang dan penduduk asli hidup rukun, hingga para pendatang terpikat oleh kemilau emas dan luasnya tanah untuk dikuasai.

Hari masih gelap saat musuh menyerang. Sagwitch, sang pemimpin, kala itu melangkah keluar dari pondoknya yang berada di dekat sungai yang dikenal sebagai 'Boa Ogoi'. Dengan curiga, matanya menatap kepulan kabut yang turun dari tebing ke arahnya, melintasi sebuah sungai yang nyaris beku.

Ternyata, itu bukan kepulan kabut melainkan uap dari mulut ratusan tentara -- yang berjalan kaki, serdadu kavaleri, serta kuda-kuda mereka.

Selama empat jam berikutnya, pembantaian terjadi. Anggota suku Shoshone yang mayoritas perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia, dengan senjata seadanya, tak mampu menandingi bedil yang dibawa para serdadu.

Para penyerang dengan brutal membunuh anak-anak hingga bayi, melecehkan para perempuan dan memenggal kepala mereka, menembak hingga memukul para pria. Beberapa didorong ke sungai es, dibiarkan mati membeku. Di sisi lain, orang asli Amerika membunuh atau melukai 24 prajurit.

Para penyerang yang berada di pihak yang menang membakar tenda-tenda suku Indian, mencuri perbekalan mereka, dan angkat kaki dengan membawa kuda-kuda milik para penduduk. Mereka meninggalkan jasad-jasad yang bergelimpangan, untuk dijadikan mangsa bagi para serigala dan burung gagak.

"Tak akan pernah aku melupakan penampakan itu, jasad-jasad ada di mana-mana. Aku menghitung ada delapan jenazah dalam satu tempat, lainnya ada tiga hingga lima jenazah, total hampir empat ratus, dua pertiganya perempuan dan anak-anak," kata William Hull, yang bertugas mencari korban selamat pascakejadian, seperti dikutip dari www.standard.net.

"Kami menemukan dua perempuan yang masih hidup, paha mereka patah karena tembakan peluru. Ada dua bocah laki-laki dan satu anak perempuan berusia sekitar tiga tahun yang masih hidup. Gadis kecil itu terluka parah, ada delapan luka di tubuhnya..."

Seperti dikutip dari deseretnews.com, sekitar 450 anggota suku asli Amerika tewas. Bear River Massacre menjadi pembantaian dengan jumlah orang Indian tewas terbanyak dalam sejarah Amerika. Lebih parah dari kejadian serupa di Sand Creek (1864), Marias (1870), dan Wounded Knee pada 1890.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Nyaris Terlupakan

Namun, Bear River Massacre nyaris terlupakan. Sejumlah sejarawan mengatakan, salah satu alasannya adalah pembantaian tersebut terjadi di tengah Perang Saudara AS.

Orang Amerika kurang peduli dengan apa yang terjadi di barat, yang jauh, ketimbang pertempuran berdarah antara pasukan Uni dan Konfederasi di timur. Faktanya, pada saat itu, hanya beberapa surat kabar di Utah dan California yang melaporkan pembantaian sama sekali, demikian dikutip dari situs allthatsinteresting.com.

"Kebanyakan orang bahkan tak tahu (pembantaian) itu terjadi," kata Darren Parry, keturunan dari penyintas Bear River Massacre. "Mereka sama sekali tak menyadari apa yang terjadi, berapa orang Indian yang tewas."

Meski jumlah korban bikin shock, Kolonel Edward Connor melaporkannya sebagai kemenangan militer.

'Ia dipromosikan, dari kolonel menjadi jenderal," kata Rod Miller, penulis Massacre at Bear River: First, Worst, Forgotten.

Versi resmi kejadian itu diterima banyak orang selama lebih dari 100 tahun.

Dan selama 150 tahun, tiga plakat ditempatkan dekat situs Bear River Massacre.

Pertama, memuji para tentara dan pemukim yang menempati tanah di mana warga suku asli Amerika dibantai. Yang kedua dari Daughters of Utah Pioneers, untuk para perempuan yang membantu para serdadu yang luka.

"Dan yang ketiga, yang didirikan belakangan, bicara tentang pembantaian," kata Robert Voyles, Direktur Fort Douglas Museum.

"Di situ bisa dilihat perubahan sikap dari tiga monumen yang didirikan di sana."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini