Sukses

Bagaimana Cara Ilmuwan Mengukur Tubuh Dinosaurus yang Sudah Punah?

Berikut cara jitu ilmuwan dalam menetukan tinggi badan dinosaurus.

Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan soal dinosaurus terbesar di dunia, masih menjadi misteri. Hingga kini, para ilmuwan bahkan belum bisa menemukan ukuran pasti dari hewan purba tersebut.

Penyebabnya yaitu, ahli paleontologi jarang menemukan kerangka utuh dinosaurus. Mereka lebih cenderung mengungkap fragmen tulang dan kemudian mencoba memperkirakan tinggi dan berat badan satwa tersebut.

Selain itu, ada tiga kategori untuk dinosaurus terbesar dalam catatan para ahli: terberat, terpanjang dan tertinggi.

Dimulai dengan yang paling berat, 'pemenang' kategori ini disematkan pada Argentinosaurus. Titanosaur supermasif ini (titanosaurus adalah sauropoda raksasa, dinosaurus herbivora berleher dan berekor panjang) hidup sekitar 100 juta hingga 93 juta tahun yang lalu, selama periode Cretaceous, di wilayah yang kini menjadi negara Argentina.

Tetapi perkiraan berat badan Argentinosaurus sangat bervariasi. Natural History Museum di London menyebut binatang itu berbobot 77 ton (70 metrik ton).

Sedangkan menurut American Museum of Natural History di New York City, beratnya berkisar 90 ton (82 metrik ton). Lain lagi dengan BBC Earth yang melaporkan bahwa Argentinosaurus punya berat 110 ton (100 metrik ton).

Maka tidak mengherankan jika angka ini masih simpang siur.

Argentinosaurus dikenal hanya memiliki 13 tulang: 6 tulang belakang tengah (midback) vertebra, 5 vertebra pinggul fragmentaris, 1 tibia (tulang kering) dan 1 fragmen tulang rusuk.

"Ada tulang paha yang dapat Anda lihat (dalam beberapa sketsa), tetapi tulang paha itu ditemukan 15 kilometer jauhnya. Jadi, sebetulnya tulang itu milik siapa?" kata Kenneth Lacovara, seorang profesor paleontologi dan geologi sekaligus dekan di School of Earth & Environment di Rowan University di Glassboro, New Jersey.

Pesaing lain Argentinosaurus adalah Patagotitan, seekor titanosaurus yang beratnya mencapai 69 ton (62 metrik ton) ketika ia hidup sekitar 100 juta tahun yang lalu di tempat yang sekarang disebut Argentina.

"Namun, bobot ini dihitung berdasarkan gabungan dari 6 ekor Patagotitan yang ditemukan di lokasi tersebut. Jadi, bukan hanya satu dinosaurus," Lacovara mencatat, seperti dikutip dari Live Science, Selasa (29/1/2019).

Akan tetapi, persoalan yang menimbulkan tanda tanya besar adalah bagaimana para ilmuwan menghitung berat seekor hewan yang punah? Menurut Lacovara, ada tiga cara. Berikut di antaranya:

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Metode Lingkar Poros Minimum

Para ilmuwan mengukur lingkar minimum humerus (tulang lengan atas) dan femur (tulang paha) dari spesies yang sama. Kemudian, mereka mengubah angka-angka ini menjadi formula. Hasilnya sangat berkorelasi dengan massa hewan.

"Metode ini cukup masuk akal, karena semua hewan berkaki empat meletakkan seluruh berat tubuh hanya pada keempat tulang itu. Jadi, sifat struktural tulang-tulang itu akan berkorelasi erat dengan massa badan," papar Lacovara.

Namun, ada pengecualian. Jika tulang humerus dan femur berasal dari spesies yang berbeda, seperti halnya yang terjadi dengan Patagotitan, maka hasilnya hanya berupa perkiraan dari speseis komposit yang tidak pernah eksis.

Selain itu, jika hanya tulang tunggal (humerus atau femur) yang digunakan, proporsi tulang yang hilang masih menjadi dugaan.

"Jelas, ini menimbulkan lebih banyak ketidakpastian," katanya lagi. "Contohnya adalah Notocolossus dan Paralititan."

Dinosaurus terbesar yang diketahui memiliki humerus dan femur dari spesies yang sama adalah Dreadnoughtus, yang berusia 77 juta tahun. Ini adalah titanosaur seberat 65 ton (59 metrik ton) yang ditemukan oleh Lacovara dan timnya saat menggali di Argentina.

3 dari 4 halaman

2. Metode Volumetrik

Dalam pendekatan ini, para peneliti menentukan volume tubuh dinosaurus dan menggunakan angka itu untuk menghitung beratnya.

Metode tersebut dianggap amat menantang, karena kebanyakan kerangka titanosaurus tidak lengkap. Sejauh ini, kerangka Dreadnoughtus adalah yang paling lengkap, yaitu 70 persen. Argentinosaurus hanya 3,5 persen.

Selain itu, para peneliti harus menebak berapa banyak ruang yang diambil oleh paru-paru dan struktur yang dipenuhi udara lainnya. Mereka juga harus berspekulasi tentang bagaimana bulu pada kulit dinosaurus-dinosaurus ini menyusut.

"Dalam pandangan saya, metode ini tidak bisa diterapkan dan tidak memiliki kemampuan untuk ditiru, yang bisa jadi boomerang bagi ilmu pengetahuan," kata Lacovara.

4 dari 4 halaman

3. Tebakan Asal

Beginilah cara para ilmuwan memperkirakan berat dinosaurus yang tidak memiliki tulang humerus dan femur yang diawetkan.

"Argentinosaurus, Futalognkosaurus, dan Puertasaurus adalah contohnya," kata Lacovara. "Dinosaurus-dinosaurus ini besar, tetapi tidak ada cara sistematis yang dapat ditiru untuk memperkirakan massa mereka."

Selanjutnya, dinosaurus apa yang terpanjang? Jawabannya, mungkin, adalah Diplodocus atau Mamenchisaurus, yang dapat digambarkan sebagai dinosaurus sauropoda yang ramping dan memanjang.

"Keduanya bisa diketahui dari kerangka yang cukup lengkap, dan keduanya punya panjang sekitar 35 meter," papar Lacovara.

Sebaliknya, titanosaurus lebih pendek. Misalnya, Dreadnoughtus yang panjang tubuhnya hanya sekitar 85 kaki (26 meter). Namun kategori ini masih penuh dengan ketidakpastian.

"Beberapa dinosaurus yang diklaim sebagai yang terpanjang, kerangkanya ditemukan terpisah-pisah. Misalnya, Sauroposeidon yang dapat dikenali hanya dari vertebra empat leher.

Sementara itu, Amphicoelias, sauropoda yang hanya diketahui dari sketsa vertebra tunggal dalam buku catatan dari ahli paleontologi Abad ke-19, Edward Cope. Kadang-kadang juga disebut sebagai dinosaurus terpanjang, tertinggi dan terberat.

"Vertebra itu tampaknya hilang atau hancur dalam transportasi, atau mungkin tidak pernah ada," kata Lacovara.

Sedangkan untuk dinosaurus tertinggi, 'dimenangkan' oleh Giraffatitan, dinosaurus sauropoda setinggi 40 kaki (12 meter) yang hidup di periode akhir Jurassic, sekitar 150 juta tahun yang lalu di tempat yang sekarang menjadi Tanzania.

"Ini, tentu saja, tergantung pada kemampuan hewan-hewan ini saat mengangkat leher mereka hingga ketinggian maksimum," kata Lacovara.

Tungkai depan dan struktur pundak mereka terlihat seperti memiringkan leher mereka ke atas, tetapi kita mungkin tidak pernah tahu sejauh mana mereka bisa melakukan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.