Sukses

5 Eks Pejabat Tinggi AS Ini Bongkar Keburukan Donald Trump

Empat mantan pejabat AS ini berani mengungkap kebobrokan yang dilakukan oleh Donald Trump sebagai presiden. Siapa saja?

Liputan6.com, Washington DC - Baru-baru ini, mantan menteri luar negeri Amerika Serikat (AS), Rex Tillerson, mengatakan bahwa Donald Trump sulit diarahkan, dan sering bertindak semuanya sendiri.

Tillerson, menguak hal itu dalam sebuah wawancara yang jarang terjadi dengan outlet media televisi, Jumat 7 Desember.

Ia mengaku kerap berulang kali harus memberi tahu sang miliarder nyentrik bahwa apa ingin dilakukannya tidak mungkin terlaksana karena melanggar hukum atau perjanjian internasional.

 

Mantan CEO Exxon itu menyebut Trump sebagai "seorang pria yang sangat tidak disiplin, tidak suka membaca, tidak mengindahkan arahan, tidak suka masuk ke rincian tentang banyak hal". Donald Trump hanya percaya dengan apa yang diyakininya.

Sebelumnya, Tillerson dipecat dari jabatan menlu via kicauan Trump di Twitter. Pemecatan itu menyudahi 13 bulan jabatan canggung, yang kerap diterpa isu miring tentang perselisihan di antara keduanya.

Bukan hanya Tillerson, ada beberapa eks pejabat lainnya yang turut mengkritik kebijakan Donald Trump, dan bahkan tidak jarang berani mengungkap sebagian boroknya.

Biasanya, Trump akan membalas dengan kemarahan yang meluap di Twitter, yang seringkali didasarkan pada keyakinannya pribadi, tanpa melalui konsultasi dengan para penasihat pemerintahannya.

Berikut adalah empat eks pejabat AS yang berani mengkritik dan juga mengungkap kebobrokan dalam pemerintahan Donald Trump, yang dirangkum dari beberapa sumber.

 

Simak video pilihan berikut: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

2. Eks Penasihat, Sebastian Gorka

Mantan penasehat Donald Trump, Sebastian Gorka, mengatakan pada akhir tahun lalu, bahwa presiden Amerika Serikat (AS) dapat mendukung kemerdekaan Skotlandia pada referendum masa depan, jika diperkirakan masuk akal secara ekonomi.

Gorka, yang bekerja di Gedung Putih hingga Agustus 2017, mengatakan kepada kantor berita BBC, Trump "percaya bahwa setiap negara akan makmur ketika mereka berdaulat".

Namun, hal itu segera ditepis oleh Gedung Putih, yang mengatakan bahwa AS sangat menghormati Kerajaan Britania Raya. Adapun "rasa cinta melimpah" yang ditunjukkan Trump kepada Skotlandia, tidak lebih karena garis keluarga ibunya berasal dari wilayah setempat.

 

3 dari 5 halaman

3. Eks Wakil Jaksa Agung, Sally Yates

Mantan Wakil Jaksa Agung Sally Yates sempat mengatakan bahwa Donald Trump telah melakukan "serangan terhadap aturan hukum ke tingkat yang baru", dengan menuntut Kementerian Kehakiman (DOJ) terlibat dugaan pelanggaran dalam penyelidikan terhadap kampanye presidennya pada 2016 lalu.

"Saya pikir apa yang kami lihat di sini adalah presiden telah melakukan serangan habis-habisan terhadap aturan hukum ke tingkat yang baru, dan kali ini dia memerintahkan investigasi terhadap para penyelidik yang memeriksa kampanyenya sendiri. Anda tahu, itu benar-benar mengejutkan," ujar Yates, yang dipecat pada 2017 karena mengkritik keengganan Trump dalam melawat beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim.

 

4 dari 5 halaman

4. Mantan Direktur FBI James Comey

Sejak hari-hari pertamanya menjabat sebagai presiden AS, Donald Trump berulang kali menekan kepala FBI kala itu, James B. Comey, untuk menyatakan kesetiaan terhadap pemerintahannya.

Comey mengatakan bahwa Trump berulang kali mendesak dirinya untuk mencabut agenda penyelidikan terhadap salah seorang penasehat pemerintah.

Dalam kesaksian tertulisnya apda Komite Intelijen Senat, Comey menyebut Trump terus melakukan panggilan terhadapnya, baik via telepon ataupun pertemuan canggung selama berbulan-bulan.

Salah seorang sumber anonim di Gedung Putih, mengatakan bahwa ketika keduanya tidak menemukan titik temu, Trump dengan singkat menyatakan pemecatan Comey dalam sebuah jamuan makan malam, yang disebutnya sangat menegangkan.

 

5 dari 5 halaman

5. Eks Asisten Omarosa Manigault Newman

Dalam memoarnya, mantan asisten Donald Trump di Gedung Putih, Omarosa Manigault Newman, mengatakan bahwa sang presiden adalah seorang rasis, yang berulang kali menyebut "kata-N", di mana merujuk pada pandangan merendahkan terhadap masyarakat kulit hitam.

Omarosa juga mengklaim bahwa dia secara pribadi menyaksikan Trump menggunakan julukan rasial tentang suami konselor Gedung Putih Kellyanne Conway, George Conway, yang setengah keturunaan Filipina.

"Apakah Anda melihat artikel George Conway ini?" Dia mengutip kata-kata presiden. “F ** ing FLIP! Tidak loyal! Sialan Goo-goo. "

Baik "flip" dan "goo-goo" adalah istilah-istilah pelecehan rasial bagi orang Filipina.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.