Sukses

15-9-1440: Gilles de Rais, Sosok Pembunuh Berantai Pertama dalam Sejarah

Gilles de Rais adalah bangsawan yang punya reputasi besar di medan perang. Namun, ia juga dikenal sebagai pembunuh berantai.

Liputan6.com, Paris - Gilles de Rais adalah pahlawan dalam Perang Seratus Tahun, diangkat sebagai Marshal atau pangkat tertinggi dalam kemiliteran Prancis pada usia 25, dan berperang bersama panglima legendaris Joan of Arc.

Namun, pencapaiannya yang gilang-gemilang di medan perang tertutup oleh reputasinya yang mengerikan. Ia dituduh membunuh 150 anak di Prancis selama Abad ke-15. Gilles de Rais dianggap sebagai sosok pembunuh berantai pertama yang tercatat dalam sejarah.

Karier de Rais berakhir seiring meninggalnya Joan of Arc pada 1431. Pria itu menghabiskan banyak waktu di tempat tinggalnya yang luas. Ia adalah salah satu orang terkaya di Prancis Barat.

Namun, de Rais menghabiskan kekayaannya dengan sembrono. Ia membelanjakan uang dalam jumlah besar untuk membeli barang-barang dekorasi, banyak pelayan, kegiatan militer, pertunjukan musik, dan barang-barang seni.

Penjualan tanah leluhur untuk membiayai gaya hidup mewahnya membuat bangsawan itu berselisih paham dengan keluarga besarnya.

Seperti dikutip dari situs Encyclopedia Britannica, pada tahun-tahun berikutnya, de Rais kiam tertarik dengan agama dan keselamatan diriya. Pada 1433 ia membiayai pembangunan kapel yang ia sebut sebagai Kapel Orang-Orang Suci Tak Bersalah. "Demi kebahagiaan jiwa," itu dalihnya.

De Rais memilih sendiri bocah-bocah yang ikut dalam paduan suaranya. Ia kemudian juga tertarik dengan okultisme, yang garap bisa jadi solusi untuk menyelamatkan keuangannya yang kolaps dengan cepat -- dengan mempekerjakan ahli alkemia dan tukang sihir.

Sementara itu, rumor mulai beredar. Satu demi satu anak hilang di sekitar kastil de Rais.

Kala itu, adalah hal wajar jika anak-anak lelaki dipisahkan secara permanen dari orangtua mereka jika diambil oleh bangsawan sebagai pembantu atau pelayan.

Sejumlah saksi mengaku melihat para pembantu sang bangsawan membuang lusinan jasad anak di salah satu istananya pada tahun 1437. Namun, karena takut dan merasa kalah secara status, keluarga para korban memilih diam.

De Rais tidak ditangkap sampai 15 September 1440, ketika dia menculik seorang pendeta setelah perselisihan yang tidak ada hubungannya dengan pembunuhan.

Dia kemudian diadili di pengadilan gereja dan sipil untuk berbagai pelanggaran termasuk bidaah, sodomi, dan pembunuhan terhadap lebih dari 100 anak.

Di bawah ancaman penyiksaan, de Rais mengakui tuduhan itu dan menggambarkan penyiksaan terhadap belasan anak yang diculik oleh para pembantunya selama hampir satu dekade. Dia dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar dan digantung di Nantes pada 26 Oktober 1440.

Korban Konspirasi?

Namun, sejumlah orang mengaku yakin, de Rais tak bersalah. Ia dianggap korban konspirasi Gereja, dituduh secara salah karena kekayaannya yang besar dan koneksi politiknya ke Joan of Arc -- yang diadili karena bidah dan dieksekusi 10 tahun sebelumnya.

Pada tahun 1992, seorang psejarawan bernama Gilbert Prouteau dipekerjakan oleh dewan pariwisata Breton untuk menulis biografi tentang Gilles de Rais.

Prouteau secara sensasional menyatakan bahwa de Rais tidak bersalah dan mengajukan apa yang dianggapnya bukti kuat untuk mendukung fakta bahwa de Rais adalah korban pengkhianatan politik.

Meskipun bukunya, Gilles de Rais ou la Gueule du Loup menjadi buku terlaris di Prancis, tidak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

"Apa yang mereka temukan dan dapatkan selama penyelidikan? Bukan apa-apa, bukan petunjuk. Bukan gigi. Bukan jejak, bukan rambut. Tidak seorang pun saksi yang dapat mengatakan:'Saya melihatnya," tulis Prouteau seperti dikutip dari www.atlasobscura.com.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asal Usul Bendera Nazi

Tak hanya penangkapan Gilles de Rais, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal 15 September.

Pada 15 September 1935, pemerintah Jerman mengambil keputusan penting yang mengubah laku sejarah.

Para pejabat Nazi menetapkan UU Nuremberg, yang mencabut hak dan status kewarganegaraan Jerman bagi komunitas Yahudi serta mengharamkan pernikahan atau hubungan asmara antara kaum tersebut dengan Bangsa Arya yang 'berdarah murni'.

Pada hari yang sama juga disahkan bendera baru, berlatar merah dengan simbol Swastika hitam dalam lingkaran putih.

Sejak saat itu, imej Swastika lekat dengan Nazi -- yang membawa panji-panji yang menyandangnya saat menyebar angkara, melakukan kekejaman dan pembantaian yang dilakukan kelompok itu, juga memicu pertempuran paling merusak di muka Bumi, Perang Dunia II.

Padahal, Swastika adalah lambang kuno yang punya sejarah panjang selama 12 ribu tahun. Sebagai simbol keberuntungan di berbagai budaya di dunia.

Dalam Bahasa Sansekerta, swastika berarti "keselamatan atau kesejahteraan". Merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu. Juga Buddha dan Jain selama ribuan tahun.

Dan yang tak banyak diketahui orang, Swastika juga berakar di budaya kuno Eropa.

Lambang yang sama digunakan masyarakat kuno Yunani, Celtic, Anglo-Saxon, dan ditemukan di sejumlah artefak dari masa lampau di Eropa Timur, dari Baltik hingga Balkan.

National Museum of the History of Ukraine bahkan memamerkan figur burung betina dari gading mamoth (gajah purba) yang ditemukan pada 1908 di pemukiman Palaeolitikum di Mezin, dekat perbatasan dengan Rusia -- yang menyandang pola rumit gabungan Swastika.

Pada era modern, orang Barat yang bepergian ke Asia, terinspirasi oleh sisi positif dan kaitannya dengan budaya kuno, dan mulai menggunakannya di kampung halaman. Pada awal Abad ke-20, muncul tren menggunakan swastika sebagai simbol keberuntungan.

Dalam bukunya, The Swastika: Symbol Beyond Redemption?, penulis buku tentang desain grafis Steven Heller mengatakan, orang-orang Barat kala itu antusias menggunakannya sebagai motif arsitektural, di iklan-iklan, bahkan desain produk.

"Coca-Cola menggunakannya. Juga Carlsberg pada botol birnya. Pun dengan Boy Scouts (organisasi kepanduan semacam Pramuka), bahkan Girls' Club of America menamakan majalahnya 'Swastika'. Mereka bahkan mengirimkan lencana swastika kepada para pembaca muda sebagai hadiah," kata Steven Heller, seperti dimuat BBC.

Lambang swastika juga digunakan unit militer AS selama Perang Dunia II. Juga bisa dilihat di pesawat-pesawat Royal Air Force (RAF) hingga tahun 1939. Simbol itu makin jarang digunakan pada tahun 1930-an saat Nazi naik ke tampuk kekuasaan di Jerman.

Padahal, swastika yang digunakan Nazi berbeda dengan yang aslinya -- berputar searah jarum jam.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.