Sukses

Arab Saudi Tahan Miliarder Palestina Sabih al-Masri, Ada Apa?

Miliarder Palestina yang memiliki warga negara Yordania serta Arab Saudi itu ditahan terkait dengan isu korupsi.

Liputan6.com, Riyadh - Miliarder sekaligus pengusaha Palestina, Sabih al-Masri, telah ditahan di Arab Saudi saat tengah melakukan perjalanan bisnis ke Riyadh. Kabar ini dikonfirmasi oleh keluarganya.

Pendiri Zara Investment Holding yang berusia 80 tahun dan Ketua Arab Bank tersebut ditahan di ibu kota Saudi untuk diinterogasi tentang "informasi yang berkaitan dengan korupsi" pada minggu lalu, menurut Rai al-Youm.

Situs berita Arab melaporkan pada Sabtu bahwa tidak ada tuntutan resmi yang diajukan terhadap al-Masri, yang dilaporkan juga memegang kewarganegaraan Saudi dan Yordania.

Dikutip dari Al Jazeera pada Minggu (17/12/2017), Al-Masri adalah salah satu pengusaha Yordania yang paling menonjol. Ia juga sepupu miliarder Munib al-Masri, orang terkaya di Palestina.

Al-Masri juga mendirikan Palestine Securities Exchange, dan telah mengelola perusahaan investasi dan institusi ekonomi keuangan di Timur Tengah dan sekitarnya, termasuk Arab Bank.

Berkantor pusat di Amman, Arab Bank adalah bank terbesar Yordania dan berfungsi sebagai mesin ekonomi utama di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Penahanan Masri oleh Arab Saudi membuat Yordania terkejut karena investasi multi-miliar dolar Masri merupakan tonggak ekonomi yang mempekerjakan ribuan orang.

Kantor berita Inggris melaporkan bahwa Masri telah membatalkan makan malam untuk teman dan rekan bisnis yang direncanakan pada Selasa saat kembali ke Yordania.

Arab Saudi memulai aksi antikorupsi pada awal November, yang mengakibatkan beberapa pejabat tinggi negara, pengusaha, dan anggota keluarga kerajaan ditahan.

Di antara mereka yang ditahan adalah 11 pangeran, empat menteri, dan beberapa mantan menteri. Langkah itu dilihat sebagai tindakan keras yang telah mengguncang negara tersebut.

Banyak dari mereka diyakini ditahan di hotel Ritz-Carlton di Riyadh. Beberapa rekening mereka dibekukan dan berakhir dengan daftar larangan terbang.

Langkah dramatis ini merupakan serangkaian tindakan terbaru oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk menegaskan kekuasaan atas negara tersebut dan para pemimpin sebelumnya.

Tak lama setelah penangkapan pertama dilakukan, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud mengumumkan bahwa putranya, Putra Mahkota, akan mengawasi sebuah komisi antikorupsi yang baru dibentuk dan akan membersihkan pejabat negara Arab Saudi yang melakukan korupsi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penangkapan sebagai Taktik Saudi Menekan Yordania?

Negara-negara Arab, terutama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, telah memberi tekanan pada Yordania untuk menerima pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini diungkapkan oleh politikus Yordania dan para analis.

Yordania berpihak pada Palestina dan menolak keputusan Presiden AS Donald Trump di Yerusalem.

"Bin Salman dan Uni Emirat Arab berusaha untuk mencekik ekonomi Yordania sampai menyetujui persyaratan mereka, tunduk pada kepemimpinan mereka di wilayah tersebut, dan menyetujui apa yang disebut 'kesepakatan akhir' Trump," kata Wafa Bani Mustafa, seorang anggota parlemen Yordania, mengatakan kepada Al Jazeera pekan lalu.

Mengomentari penahanan Masri, Rami Khouri, seorang profesor di American University of Beirut, mengatakan bahwa pebisnis tersebut adalah "tokoh besar di Yordania dan Palestina".

"Pemerintah Yordania, ketika membutuhkan uang, beralih ke Arab Bank untuk mendapatkan dana," kata Khouri kepada Al Jazeera.

"Jadi, ini adalah tanda besar Arab Saudi ke Yordania, bahwa 'kami siap untuk melumpuhkan seluruh struktur ekonomi Anda', dan juga kepada orang-orang Palestina, di mana Masri adalah investor terkemuka," tambahnya.

Khouri mengatakan bahwa penahanan Masri dilihat oleh sebagian besar analis adalah "satu lagi taktik" oleh Riyadh "untuk mencoba dan menekan negara Arab yang lebih kecil dan lebih rentan agar sesuai dengan keinginannya", termasuk rencana AS untuk perdamaian Timur Tengah yang dirancang untuk Jared Kushner, menantu, dan penasihat senior untuk Trump.

"Ini pada dasarnya adalah langkah lain oleh Mohammed bin Salman, yang secara efektif menjalankan negara tersebut, untuk membawa Yordania dan Palestina sesuai dengan keinginan Saudi untuk memiliki hubungan kerja yang erat dengan Israel dan AS, serta mendorong rencana perdamaian ala Kushner untuk mencoba mencapai kesepakatan damai Israel-Palestina," kata Khouri.

"Orang-orang Saudi sangat ingin mendapatkan dukungan Yordania dan Palestina," tutup Khouri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini