Sukses

Mampu Jadi Senjata Pemusnah Massal, Ini Cara Kerja Rudal Balistik

Sejumlah negara memasukkan rudal balistik antarbenua dalam daftar persenjataannya, termasuk Korea Utara.

Liputan6.com, Washington, DC - Sejumlah negara memasukkan rudal balistik antarbenua atau intercontinental ballistic missile (ICBM) dalam daftar persenjataannya.

Rusia punya RS-28 Sarmat, misil kelas berat yang sanggup menghancurkan wilayah sebesar Texas bahkan Prancis. Sementara, Amerika Serikat memiliki LGM-30G Minuteman III.

Bahkan, negara paling menutup diri di muka Bumi sudah mempersenjatai diri dengan rudal balistik antarbenua. Pada Rabu, 29 November 2017 pukul 02.48, Korea Utara menembakkan Hwasong-15, versi paling anyar.

Korea Utara mengklaim, rudal Hwasong-15 mencapai ketinggian 4.475 kilometer, lalu terbang sejauh 950 kilometer dalam waktu 53 menit, sebelum akhirnya jatuh di titik 250 kilometer dari pantai timur Jepang.

Jika klaim tersebut benar, rudal balistik milik Korut terbang 10 kali lipat lebih tinggi dari posisi Stasiun Antariksa Internasional (ISS) yang mengorbit 249 mil atau 400 kilometer di atas permukaan Bumi.

Rudal balistik antarbenua atau ICBM bisa menjadi ancaman jika dilengkapi dengan hulu ledak nuklir yang bisa menghancurkan target. Pertanyaannya, bagaimana cara kerja rudal balistik?

Seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Senin (4/12/2017), jawabannya tergantung jenis ICBM-nya. Namun, kebanyakan roket tersebut diluncurkan dari darat, terbang hingga angkasa luar, kemudian kembali memasuki atmosfer Bumi, dan jatuh dengan cepat hingga menghantam target.

Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang menembakkan ICBM sebagai tindakan perang (act of war) melawan negara lain. Meski, menurut Philip Coyle, penasihat sains senior dari The Center for Arms Control and Non-Proliferation, banyak negara sudah melakukan uji coba.

Apa yang dilakukan Korea Utara masuk kategori uji coba, sama seperti yang dilakukan negara lain. Namun, hal tersebut dianggap sebagai aksi provokatif, karena melampaui wilayah teritorial Pyongyang, dan bikin sejumlah pemimpin negara lain meradang.

ICBM, seperti singkatannya, bisa melesat dari satu benua ke benua lain. Setelah diluncurkan, rudal balistik menempuh jalur parabola, mirip bola baseball melayang di udara.

"Namun, dalam kasus Korut, rudal balistik diluncurkan nyaris tegak lurus," kata Coyle kepada LiveScience.

"Rudal itu terbang tegak lurus melawan gaya gravitasi dan turun di lokasi di luar Korut."

Jika daya jangkau rudal balistik itu jauh, Korut biasanya menjatuhkannya ke sisi lain Negeri Sakura. "Jelas itu membuat Jepang ketar-ketir."

Penting untuk dicatat bahwa Korea Utara tak akan mungkin menembakkan ICBM secara vertikal, jika negara itu berniat melancarkan serangan nyata.

"Jika itu tujuannya, mereka akan menembakkan ke arah target, yang jaraknya bisa ribuan mil jauhnya," kata Coyle.

Itu berarti, meski pada saat diluncurkan akhir November lalu Hwasong-15 hanya terbang sekitar 620 mil atau 1.000 kilometer dari lokasi peluncuran, rudal balistik tersebut bisa melesat lebih jauh melampaui 8.100 mil atau 13.000 kilometer jika diluncurkan dalam lintasan standar, demikian menurut blog yang ditulis ahli misil David Wright.

Namun, itu belum perkiraan final. Sulit untuk mengetahui level kekuatan tempur ICBM milik Korut. Sebab, saat diuji coba, rudal tersebut hanya menggendong sedikit muatan atau bahkan tidak sama sekali.

Belakangan laporan menyebut, saat diluncurkan, rudal Korut hanya membawa hulu ledak dummy alias abal-abal.

Padahal, muatan seperti hulu ledak nuklir bisa membebani ICBM dan membatasi jarak yang bisa ditempuh rudal balistik antarbenua itu.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tiga Fase Peluncuran Rudal Balistik

Setelah lepas landas (takeoff), rudal balistik antarbenua (ICBM) akan memasuki fase peluncuran atau dorongan (boost phase).

Dalam tahap ini, roket akan mengirimkan ICBM ke udara, mendorongnya ke atas selama sekitar 2 sampai 5 menit, sampai mencapai angkasa luar.

ICBM dapat memiliki hingga tiga tahap roket. Masing-masing dibuang atau dikeluarkan setelah habis terbakar. Dengan kata lain, setelah tahap pertama berhenti terbakar, roket nomor 2 mengambil alih, dan seterusnya.

Roket bisa memiliki propelan cair atau padat. Propelan cair biasanya terbakar lebih lama dalam fase dorong daripada yang memiliki propelan padat.

Sebaliknya, "Propelan padat bisa menyediakan energinya dalam waktu yang lebih singkat dan terbakar lebih cepat," kata Philip Coyle.

Apa pun yang dipakai, propelan cair maupun padat bisa mengirimkan roket sama jauhnya. "Namun, kebanyakan negara memulai programnya menggunakan teknologi propelan cair karena relatif sudah dipahami dengan baik," kata Coyle.

"Saat telah berkembang, mereka menggantinya dengan propelan padat agar lebih cepat terbakar. Hal ini juga menghindari insiden yang tak diinginkan saat berurusan dengan cairan berbahaya yang mudah terbakar dan beracun."

Pada tahap kedua, ICBM akan masuk ke angkasa luar, masih dalam lintasan balistiknya.

"Rudal itu terbang melintasi angkasa luar dengan sangat cepat, mungkin dengan kecepatan 15 ribu hingga 17 ribu mil per jam (24.140 hingga 27.360 km/jam). Memanfaatkan fakta bahwa tidak ada hambatan udara di luar sana," kata Coyle.

Sejumlah ICBM punya teknologi yang memungkinkan mereka untuk mengambil posisi bintang (to take a star shot), atau dengan kata lain menggunakan lokasi bintang untuk membantu memberikan orientasi yang lebih baik terhadap target.

Dalam fase ketiga, ICBM akan masuk kembali ke atmosfer, lalu menghantam target dalam hitungan menit.

Jika ICBM memiliki pendorong roket, itu akan dimanfaatkan untuk lebih menyesuaikan diri terhadap posisi target.

Yang perlu diperhatikan ialah saat masuk kembali ke atmosfer Bumi, ICBM akan berhadapan dengan panas ekstrem dan bisa terbakar bahkan hancur. Menurut Coyle, itu mengapa rudal balistik harus punya perisai panas yang tepat.

Untuk Hwasong-15, keseluruhan lintasan berlangsung selama 54 menit, jauh lebih lama dari hasil uji coba rudal Korut pada 4 Juli 2017 yang durasinya mencapai 37 menit. 

Rudal balistik antarbenua teranyar berlangsung selama 47 menit dalam uji coba yang berlangsung pada 28 Juli 2017.

Meski sejumlah negara memiliki ICBM, termasuk Amerika Serikat, Rusia, China, dan India, tak ada yang menembakkannya dalam serangan yang ditujukan secara sengaja pada negara lain. 

"Negara-negara hanya mengujinya, untuk unjuk gigi bahwa mereka bisa melakukannya," kata Philip Coyle. Itu juga yang sedang dilakukan Korut saat ini. 

"Tapi kita tidak pernah menggunakan rudal balistik dalam perang. Alasannya, jika terjadi perang nuklir habis-habisan, kita semua akan mati." (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.