Liputan6.com, Jakarta Tidak diragukan lagi bahwa kini kita telah berevolusi menjadi lebih inklusif dan memperlakukan sama orang yang hidup dengan disabilitas. Salah satu buktinya adalah pembahasan disabilitas kini jauh lebih terbuka daripada beberapa dekade yang lalu.
Contoh lainnya yang dapat Anda temukan adalah dalam industri travel. Akhir-akhir ini Anda mungkin serinng mendengar cerita tentang maskapai ramah disabilitas yang membuat liburan lebih mudah bagi pelancong penyandang disabilitas.
Baca Juga
“Segalanya menjadi lebih baik hanya dari media sosial dan orang-orang memberikan nasehat yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan orang lain,” kata Allie Schmidt, pakar disabilitas dan aksesibilitas serta pemilik Disability Dame Consulting, dilansir dari Reader's Digest.
Advertisement
Namun, bagi mereka yang bukan komunitas penyandang disabilitas, membicarakan disabilitas masih menjadi topik yang rumit. Jelas, menggunakan istilah yang menyinggung secara sengaja tidak dapat diterima.
Menurut para ahli, ada juga soal kebiasaan yang mungkin dianggap sopan namun tidak disukai difabel.
“Kata-kata itu kuat, dan bahasa yang kita gunakan itu penting,” kata Melissa Blake, pakar disabilitas, aktivis, dan influencer media sosial.
“Begitu banyak bahasa seputar disabilitas yang paling salah arah dan benar-benar kasar dan bisa dianggap menghina meski non-penyandang disabilitas tidak bermaksud demikian," ujarnya lagi.
Jadi, bagaimana Anda bisa menjaga hal tersebut tanpa menyakiti seseorang secara tidak sengaja? Penyandang disabilitas Schmidt dan Blake membagikan pengalamannya akan kekeliruan non disabilitas.
1. Menawarkan Bantuan Tanpa Diminta
"Diasumsikan bahwa penyandang disabilitas tidak dapat melakukan apa pun untuk diri mereka sendiri, dan itu sama sekali tidak benar,” kata Blake, yang lahir dengan sindrom Freeman Sheldon, kelainan tulang dan otot genetik.
Schmidt, yang memiliki penyakit neuron motorik langka yang tidak terdiagnosis yang menyebabkan kelumpuhan lengannya.
Setuju dengan Blake, Schmidt mengatakan untuk menunggu sampai mereka meminta bantuan.
“Percayalah, jika kami butuh bantuan, kami akan memintanya” kata Blake. Schmidt juga menambahkan, Jika mereka mampu mengendalikan situasi, maka Anda tidak perlu menawarkan membantunya. Jika mereka terlihat kesulitan, Anda dapat menanyakan apakah mereka membutuhkan bantuan."
2. Memberitahu bahwa Mereka Tidak Terlihat Seperti Penyandang Disabilitas
Mungkin terdengar seperti pujian yang tulus, tetapi ini tidak nyaman dengan mengabaikan bagian mendasar dari identitas mereka. Selain itu, tidak semua disabilitas terlihat. “Ini terjadi setiap saat,” kata Schmidt.
Sebagai contoh, sewaktu Schmidt ditegur karena menggunakan prasmanan yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas — tidak hanya sekali, tetapi dua kali — karena dia tidak "terlihat memiliki disabilitas".
Ia merasa dihakimi setiap kali dia menggunakan tempat parkir difabel dan tidak membawa kursi roda atau kursi motornya. Meskipun dia bisa berjalan jarak pendek, itu sulit baginya, dan terkadang dia hanya akan menggendong anak-anaknya saat mereka pergi berbelanja. “Tetapi jika kami parkir di ruang penyandang disabilitas, anak-anak saya akan seperti, 'Bu, gunakan kursi roda Anda. Orang-orang melihat,'” katanya.
Dia memahami bahwa orang mungkin belum pernah melihat seseorang dengan lengan lumpuh sebelumnya. Tapi dia menyarankan orang yang bukan difabel untuk menimpal balik dengan mengatakan "Oh, terima kasih telah memberi tahu saya itu. Saya bahkan tidak menyadarinya.”
Advertisement
3. Menanyakan Apa yang Salah
Meskipun alasan di balik pertanyaan semacam ini biasanya adalah keingintahuan saja namun, ada hal yang mengganggu, terutama jika itu berasal dari orang asing.
Schmidt mengatakan pertanyaan-pertanyaan ini dapat membuatnya merasa sangat tidak nyaman.
Katakan ini sebagai gantinya misalnya, kata Schmidt, "Saya tertarik untuk mendengar lebih banyak tentang cerita Anda. Apa yang telah Anda pelajari dari pengalaman ini?”.
Meski diakui, sulit untuk mengetahui apa yang harus dikatakan dalam situasi ini, tetapi ada cara untuk menunjukkan minat dan perhatian Anda dengan hormat.
4. Menyebut Semua Difabel Sebagai Inspirasi
“Memberitahu kami bahwa kami menginspirasi adalah tidak manusiawi,” kata Blake. “Dikatakan bahwa kami menginspirasi hanya untuk yang berprestasi.”
Schmidt sering mengalami perasaan tidak manusiawi ini saat dia mengecek namanya di panggilan telepon. “Di hampir setiap panggilan telepon, kata menginspirasi akan muncul, dan itu membuat ngeri. Tolong berhenti mengatakan itu kepada setiap difabel. Dari sudut pandang penyandang disabilitas, apa yang kami lakukan sama sekali tidak menginspirasi.”
Jika Anda ingin menyebut seseorang penyandang disabilitas sebagai inspirasi, tidak apa-apa—pastikan itu untuk keterampilan dan/atau bakat mereka. “Saya tidak menginspirasi karena disabilitas saya,” kata Blake.
5. Menggunakan Istilah Seperti Berkebutuhan Khusus
Ketika orang yang bukan difabel menukar kata berkebutuhan khusus dengan apa yang mereka yakini sebagai deskriptor yang lebih lembut, yang mereka lakukan hanyalah memperburuk stigma disabilitas.
“Kata cacat bukanlah kata yang buruk, tetapi untuk beberapa alasan, masyarakat menganggapnya begitu,” kata Blake.
Schmidt menggemakan sentimen ini, mengatakan bahwa dia telah "diberitahu berkali-kali bahwa saya tidak boleh merujuk disabilitas saya sebagai kecacatan."
Dalam hal ini, menyangkal disabilitas (dan istilah kecacatan) dianggap memalukan. “Menyebut saya apa pun selain disabilitas sangatlah bermasalah karena pada intinya, apa yang Anda katakan adalah bahwa disabilitas itu buruk dan sesuatu yang memalukan,” kata Blake. “Sungguh memalukan, sampai-sampai Anda bahkan tidak bisa memaksa dirimu untuk mengucapkan sepatah kata pun.”
Schmidt mengatakan bahwa sebagian besar, penyandang disabilitas sama sekali tidak keberatan menyebut diri mereka sebagai penyandang disabilitas atau seseorang yang memiliki disabilitas.
Advertisement