Sukses

Miliki Segudang Bakat, Aktivis Disabilitas Aubrie Lee Layak Jadi Inspirasi

Pernah bekerja di Google, Aubrie Lee sangat kreatif dengan menggambarkan perjalanan hidupnya dengan puisi, desain grafis, mode, modelling, dan lukisan.

Liputan6.com, Jakarta Seorang aktivis muda dengan disabilitas, Aubrie Lee membagikan beberapa kiatnya untuk para pemuda yang membawa perubahan.

Dilansir dari In the Know, Lee, yang berusia 29 tahun, belajar teknik di Stanford sebelum memulai karirnya di Google. Sejak 2013, Lee telah bekerja untuk departemen pemasaran perusahaan, membantu memimpikan cara untuk menggambarkan produknya.

Kecintaannya pada seni tergambarkan dengan jelas bagi siapa saja yang mengikutinya di instagram atau telah membaca situs webnya. Ia sangat kreatif dengan menggambarkan perjalanan hidupnya dengan puisi, desain grafis, mode, modelling, dan lukisan.

Selain itu, ada bagian yang menarik pada resumenya, pada pekerjaan lainnya yang tampak mudah, padahal ia mengakui itu pekerjaan yang belum tentu ia pilih untuk karirnya.

“Saya menyebut diri saya seorang seniman karena saya ingin menjadi (seminam), sementara menjadi seorang aktivis karena saya harus menjadi (seorang aktivis),” katanya, dikutip dari ITK.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Akses inklusif

Di setiap langkah karirnya, Lee telah memikirkan keragaman, inklusivitas, dan akses. Sebab ia sendiri terlahir dengan bentuk distrofi otot yang langka, yang sekaligus membentuk cara berpikirnya tentang karirnya.

“Setiap ruang yang saya masuki, saya harus mengukir tempat untuk diri saya sendiri dan orang lain seperti saya,” kata Lee.

Di Google, aktivisme Lee telah menemukan rumahnya. Dalam delapan tahun bersama perusahaan, ia telah berbicara di panel, muncul dalam ppidato utama dan berbaris bersama rekannya dalam parade Disability Pride Month. Pada bulan Juli lalu, untuk merayakan ulang tahun ke-30 Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika (ADA), Google menampilkan Lee di halaman Instagram-nya.

Sembari tertawa, Lee menambahkan bahwa capaiannya semua itu yang ia akui fakta bahwa sebagai pekerja magang, ia pernah hampir menabrak salah satu pendiri Google Sergey Brin di lorong.

“Sesuatu yang sangat hebat tentang Google adalah betapa tulusnya orang-orang dan betapa mereka sangat peduli untuk melakukan hal yang benar. Misi Google adalah untuk mengatur informasi dunia dengan [cara] yang dapat diakses dan bermanfaat secara universal ini … Ini memberi saya banyak harapan tentang seberapa besar komitmen orang terhadap peningkatan itu, untuk membuat kebahagiaan menjadi lebih baik, untuk membuat pengalaman bagi karyawan menjadi lebih baik,” kata Lee.

Lee juga tidak terbatas pada satu pekerjaan. Selain di Google, wanita berusia 29 tahun ini juga aktif menuliskan tentang akses dan representasi disabilitas. Ia juga telah mendirikan Crips Corps, sebuah blog keadilan disabilitas.

Blog tersebut merupakan bagian dari tujuan besarnya Lee. Seperti halnya kebanyakan orang di komunitas disabilitas, ia berupaya mengatasi kata "crip", yang secara historis telah digunakan sebagai istilah untuk menghina.

Lee mengakui bahwa ia perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana menggunakan kata itu dengan cara yang sepenuhnya etis. Namun sebagai penama profesional, ia tidak bisa menyerah tentang kemungkinan mendefinisikan kembali istilah yang sebelumnya negatif.

Itu sebabnya, pada 2019, ia membantu memperjuangkan pembuatan halaman Wikipedia untuk kata "crip." Sekarang, kalimat pembuka halaman tersebut mendefinisikan kata tersebut dengan “dalam proses reklamasi oleh penyandang disabilitas.”

“Penyandang disabilitas yang berjuang sebelum saya membuka jalan bagi saya, dan orang-orang menyukai saya untuk melangkah lebih jauh dari yang mereka bisa dan sekarang terserah saya untuk terus membuka jalan bagi orang-orang yang datang setelah saya,” kata Lee.

 

3 dari 4 halaman

Ingin menjadi mentor

Terlepas dari usianya, lee melihat dirinya sebagai mentor. Menurutnya, saat Gen Z memasuki masa dewasa dan mengukir ruang mereka sendiri untuk aktivisme, Lee berharap ia dapat menunjukkan kepada kaum muda betapa mereka dapat meningkatkan kota, sekolah, dan tempat kerja mereka. Adapun kiat yang ia berikan, pertama-tama, katanya pelajari sejarah Anda.

“Ketika saya masih muda, saya tidak pernah benar-benar peduli tentang sejarah, saya tidak pernah peduli tentang belajar dari masa lalu. Saya pernah mendengar ungkapan, 'Mereka yang tidak belajar dari sejarah ditakdirkan untuk mengulanginya,' tetapi saya berpikir, 'Oh, itu hanya orang tua yang mengatakan itu. Tapi sekarang saya sudah cukup tua, saya melihat itu ada benarnya,” katanya.

Lee fokus pada kemajuan yang berkelanjutan. Sama seperti ia berutang kepada generasi sebelumnya, ia tahu bahwa generasi berikutnya harus melakukan hal yang sama. Mereka harus, di dunianya, mempelajari masa lalu dan menggunakannya untuk membuat masa depan lebih baik.

Kiat lainnya dari Lee, yaitu jangan biarkan siapapun menurunkan harapan Anda.

“Kadang-kadang ketika saya berbicara tentang seberapa banyak akses yang lebih baik, dan seberapa banyak penyandang disabilitas yang teraktualisasi dan mandiri, beberapa tanggapan yang saya dapatkan dari penyandang disabilitas atau teman difabel adalah: 'Anda harus bersyukur atas apa yang Anda miliki.' Itu membuat saya sangat frustasi” kata Lee.

Lee mengakui mensyukuri atas kemajuan yang telah dicapai penyandang disabilitas di tempat kerja, seni, dan lainnya. Meski begitu, bukan berarti ia berpuas diri. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, dan dalam benaknya, Anda harus tak kenal lelah untuk menyelesaikannya.

“Jangan batasi imajinasi Anda. Pertahankan standar Anda tetap tinggi sehingga tidak ada orang lain yang bisa menurunkannya,” tambahnya. Kedengarannya tidak mudah, tetapi jika karier Lee adalah buktinya, ada kemungkinan untuk membuat perubahan besar bahkan dalam beberapa tahun yang singkat. Baginya, berada di tempatnya sekarang, dan terlihat, adalah bagian besar dari perjuangan menuju inklusi. Ini adalah pelajaran yang ia harap bisa dipelajari orang lain juga.

“Ada banyak lapisan aktivisme yang berbeda dan di satu sisi, ketika sesuatu tidak dapat diakses, sementara kita tetap muncul, itu adalah tindakan perlawanan dan itu adalah tindakan menunjukkan sisi otentik kita sendiri, harga diri kita sendiri, dan berharap orang lain akan melihatnya dan mengembalikan rasa hormat itu,” kata Lee.

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.