Sukses

Surya Sahetapy Berbagi Cerita Soal Bahasa Isyarat yang Diajarkan Sejak Kecil

Surya Sahetapy menceritakan awal mula ia belajar bahasa isyarat di keluarganya.

Liputan6.com, Jakarta Menggunakan bahasa isyarat sejak kecil membuat Surya Sahetapy begitu mencintai "bahasa ibunya". Seperti halnya teman tuli lain yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu yang pertama.

"Bahasa ibu saya bahasa isyarat, dan yang kedua adalah bahasa indonesia verbal, dan mungkin kalau orang lain mendengar, bahasa ibunya kan bahasa verbal. Sementara bagi teman-teman tuli bahasa isyarat adalah bahasa ibu yang pertama dan bagi orang mendengar, bahasa verbal, bahasa Indonesia adalah bahasa ibunya yang pertama," kata putra bungsu dari Dewi Yull dan Ray Sahetapy tersebut saat temu media daring dalam launching aplikasi Hear Me, ditulis Selasa (23/2/2021).

Ia pun menceritakan awal mula ia belajar bahasa isyarat di keluarganya.

"Ini merupakan sebuah anugerah yang saya terima. Kakak saya sebenarnya juga tuli. Kalau tidak ada keluarga saya, maka bahasa isyarat saya tidak akan berkembang. Artinya, aksesnya ada dua bahasa yang saya terima dari keluarga saya. Tapi memang saat itu saya belum sadar terkait bahasa isyarat," katanya.

Surya yang kini sedang melanjutkan studi Rochester Institute of Technology, NTID Center on Culture and Language New York ini juga menceritakan bahwa saudara sepupunya yang juga tuli. "Di antara kami berempat, ada juga papa tiriku juga punya keponakan tuli. Jadi sebenarnya kita ada berlima dalam keluargaku yang tuli. Dan artinya, saya bukan seorang tuli yang sendiri di keluarga ini," ujarnya.

"Selama saya tumbuh dewasa, saya mendapatkan dua pemahaman bahasa, bahasa Indonesia yang saya dapatkan dan juga bahasa isyarat. Tapi, memang lebih banyak fokus yang saya tunjukkan adalah bahasa Indonesia tadi. Bahasa isyarat hanya sekedar dimiliki saja," katanya lagi.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Banyak orang kasihan jadi lebih banyak di rumah

Pria bernama lengkap Panji Surya Putra Sahetapy ini mengatakan, selama proses berisyarat, ia lebih nyaman berada di rumah. Karena dulu di masyarakat banyak anggapan yang melihat seorang anak tuli itu kasihan.

"Perspektifnya adalah rasa kasihan, pasti kasihan tidak bisa mendengar dan lainnya. Dan sebetulnya kita harus menunjukkan bahwa kalau Anda punya tuli, tunjukkan saja, jangan malu, jangan diam-diam seperti itu. Karena banyak sekali orang yang tidak suka. Karena itu sebenarnya pengaruh dari masyarakat dan lingkungan sekitar. Kalau seandainya kita diam-diam saja sebagai seorang tuli, bagaimana kita bisa mempengaruhi masyarakat dan lingkungan sekitar kita," katanya.

Begitu pun saat di sekolah atau pergi ke mana pun. Ia merasa seperti dipaksa menjadi orang mendengar, padahal ada banyak sekali hambatan.

"Dan selama proses tersebut, sampai SMA saat itu saya masuk ke homeschooling atau sekolah di rumah, tapi banyak waktu kosongnya. Dan ini juga merupakan kesempatan saya banyak sekali kira-kira ngapain, ya. Sehingga saya bisa melibatkan diri saya di organisasi tuli. Dan itu merupakan sebuah kunci utama yang membuat saya sadar, 'oh, ada loh bahasa isyarat ini sebenarnya merupakan hal yang penting," katanya.

"Kemudian, selama organisasi tersebut saya paham dan saya melihat situasinya, banyak teman-teman tuli yang sangat tertinggal karena tidak adanya akses informasi, tentunya sangat berbeda. Nah mungkin contoh kecil seperti di sekolah, ketika pemahaman ilmu, orang-orang mungkin bisa langsung paham. Tapi teman tuli gimana ya, seperti tebak-tebak, ini orang ngomong apa, tidak ada aksesnya, tidak mendapatkan informasi," katanya lagi.

Meski selalu ada hambatan dalam belajar, Surya selalu semangat untuk mencari solusi meski ia akui, motivasi bisa berkurang kalau tidak semangat lagi. "Tapi saya akan merasa tertinggal jika tidak belajar ini. Sehingga saya justru mendapat bantuan, mendapat pemahaman, menghubungkan saya dengan banyak orang. Apabila tidak ada bahasa isyarat, akan terjadi banyak miskomunikasi," ujarnya.

"Saya menguasai bahasa isyarat BISINDO saja, tapi saya juga belajar ASL, BSL (British Sign Language) dan lain-lain saya pelajari. Karena dengan BISINDO pun sebenarnya membuat saya semakin jelas berkomunikasi," katanya.

Lalu Anda mungkin berpikir, apa manfaatnya bahasa isyarat untuk orang dengar? Karena bahasa isyarat bagi orang dengar merupakan bahasa kedua, benarkan?

"Bahasa lisan atau verbal adalah bahasa pertama mereka. Nah, manfaat mempelajari bahasa kedua bagi orang dengar yaitu dapat memperkuat otak agar bisa berkembang. Yang kedua, kalian juga bisa terbantu berekspresi, dengan berekspresi kalian akan lebih mudah. Contoh saat di tempat berisik, atau saat berenang, kalian bisa tetap berkomunikasi, yaitu dengan bahasa isyarat. Sedangkan kalau berbicara saat menyelam, tentu akan tenggelam. Mari bersama-sama berharap bahasa isyarat bisa menjadi kurikulum nasional," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.