Liputan6.com, Jakarta - Seorang mantan karyawan di Coinone, salah satu dari lima pertukaran cryptocurrency teratas Korea Selatan, ditangkap dengan tuduhan menerima suap sebagai imbalan untuk mendaftarkan kripto tertentu di platform pada 2020.
Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (24/3/2023), Kantor Kejaksaan Distrik Selatan Seoul mengungkapkan, mantan karyawan, yang diidentifikasi dengan nama keluarga Jeon, menerima USD 1,47 juta atau setara 22,1 miliar (asumsi kurs Rp 15.085 per dolar AS) dari broker karena mendaftarkan mata uang kripto tertentu di platform perdagangan Coinone.
Baca Juga
Kantor kejaksaan mengkonfirmasi penangkapan tersebut, tetapi menolak untuk mengungkapkan nama lengkap Jeon karena aturan privasi. Jaksa Seoul juga menyelidiki Lee Sang-jun, kepala eksekutif perusahaan induk Bithumb, pertukaran cryptocurrency terbesar kedua di negara itu, atas tuduhan serupa.
Jaksa mengatakan mereka belum meminta surat perintah penangkapan untuk Lee. Seorang juru bicara Kantor Kejaksaan Distrik Selatan Seoul mengatakan penyelidikan dapat diperluas untuk mencakup pertukaran kripto lokal lainnya.
Langkah Korsel Perketat Hukuman Kripto
Setelah runtuhnya Terra tahun lalu, legislator Korea Selatan berencana untuk meningkatkan undang-undang, memberikan penekanan khusus pada perlindungan investor dalam aset virtual dan hukuman yang keras untuk tindakan perdagangan yang tidak adil di industri.
Komisi Jasa Keuangan Korea Selatan (FSC) dan Majelis Nasional sedang bekerja untuk meloloskan undang-undang baru.
Peraturan ini memungkinkan otoritas keuangan untuk memantau dan menghukum praktik perdagangan yang tidak adil seperti penggunaan informasi yang tidak diungkapkan, manipulasi harga, dan penipuan saat mengawasi pertukaran kripto.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Belakangan aset kripto makin banyak diminati warga Indonesia. Jangan asal ikut-ikutan tren, cek beberapa hal ini sebelum kamu memutuskan berinvestasi di aset kripto.
Ternyata, Runtuhnya Perbankan di AS Jadi Nasib Baik buat Kripto
Reli yang terjadi di pasar kripto banyak dipengaruhi oleh gejolak krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Harga Bitcoin (BTC) pun sempat melampaui angka USD 28.000 atau setara Rp 429,6 juta (asumsi kurs Rp 15.344 per dolar AS) yang merupakan harga tertinggi selama sembilan bulan terakhir.
Public Relations Tokocrypto, Bianda Ludwianto mengatakan runtuhnya bank merupakan sentimen positif untuk aset kripto, terutama Bitcoin. BTC dikembangkan dengan tujuan sebagai layanan peer-to-peer transaksi dan lahir dari ketidakpercayaan Satoshi Nakamoto terhadap krisis bank-bank pada 2009.
“Krisis terhadap bank-bank besar bisa menimbulkan efek domino ke market kripo, baik itu positif maupun negatif. Hal positif adalah tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank akan menguntungkan aset kripto sebagai tempat penyimpanan aset mereka. Ini akan meningkatkan akumulasi dan pembelian aset yang mendorong market kripto reli,” kata Bianda kepada Liputan6.com, Selasa (21/3/2023).
Bianda menambahkan, di samping itu belajar dari kasus krisis bank AS saat ini, di mana The Fed dan otoritas lembaga keuangan AS lainnya mengeluarkan dana talangan, dapat menstimulasi market kripto.
“Dana talangan yang diberikan memicu kekhawatiran bahwa The Fed akan mencetak duit baru untuk mendanai bailout perbankan, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai mata uang terutama dolar AS dan menaikan market kripto,” jelas Bianda.
Advertisement
Picu Hiperinflasi
Bianda menjelaskan, krisis perbankan AS akan juga akan memicu skenario hiperinflasi. Apabila suku bunga mengalami penguatan maka aset-aset berisiko akan mengalami pelemahan.
Begitu juga sebaliknya. Dengan pelemahan suku bunga acuan, maka para investor akan mencoba untuk mengalihkan sebagian aset nya ke aset lebih beresiko atau banyak trader yang menunggu suku bunga acuan bank mulai menurun.
“Sisi negatifnya, perlu diingat bahwa saat ini banyak perusahaan pencetak stablecoin menyimpan reserve USD/fiat mereka di bank. Itu artinya jika bank yang digunakan oleh perusahaan stablecoin collapse. Maka akan memberikan sentimen negatif, seperti yang terjadi pada stablecoin USDC,” pungkas Bianda.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.