Liputan6.com, Jakarta Bitcoin naik ke level tertinggi sembilan bulan pada Senin, 20 Maret 2023 karena gejolak di sektor perbankan mendorong beberapa investor untuk beralih ke aset digital. Cryptocurrency membangun minggu terbaiknya dalam empat tahun.
Dilansir dari Channel News Asia, Selasa (21/3/2023), cryptocurrency terbesar naik sejauh USD 28.567 atau setara Rp 438,4 juta (asumsi kurs Rp 15.347 per dolar AS), tertinggi sejak pertengahan Juni, dan terakhir naik 0,9 persen, di tengah meningkatnya ekspektasi bank sentral akan memperlambat laju kenaikan suku bunga.
Baca Juga
Harga Bitcoin naik 26 persen minggu lalu, kenaikan mingguan terbaiknya sejak April 2019, dan telah melonjak sekitar 40 persen dalam 10 hari karena gejolak di sektor perbankan bergejolak di seluruh dunia yang sejauh ini berpuncak pada pengambilalihan saingan Credit Suisse oleh Grup UBS. Grup AG selama akhir pekan.
Aset tradisional seperti saham perbankan dan obligasi anjlok pada Senin setelah UBS menyegel pengambilalihan Credit Suisse yang didukung negara, sebuah kesepakatan yang diatur dalam upaya untuk memulihkan kepercayaan di sektor yang terpukul.
Seorang analis, Tony Sycamore mengatakan reli yang menakjubkan adalah hasil dari krisis perbankan, dan karena harga pasar suku bunga dalam penurunan suku bunga pada paruh kedua 2023.
Sycamore memprediksi pergerakan Bitcoin bisa menuju USD 32.000 atau setara Rp 491 juta jika bitcoin bertahan di atas level dukungan utama sekitar USD 25.000.
Pelaku pasar lainnya memperkirakan bitcoin akan mendapat manfaat dari upaya bank sentral untuk meningkatkan likuiditas dalam sistem keuangan global. Itu naik ke rekor USD 69.000 atau setara Rp 1 miliar pada November 2021 setelah bank sentral dan pemerintah meluncurkan langkah-langkah stimulus moneter dan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Spekulasi mata uang kripto terutama Bitcoin meningkat selama pandemi, dengan tingginya volatilitas nilai yang memungkinkan orang kaya mendadak. Tapi ancaman miskin mendadak juga ada. Ini tak menyurutkan minat dunia usaha dan juga investor untuk ikut ...
Ternyata, Runtuhnya Perbankan di AS Jadi Nasib Baik buat Kripto
Reli yang terjadi di pasar kripto banyak dipengaruhi oleh gejolak krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Harga Bitcoin (BTC) pun sempat melampaui angka USD 28.000 atau setara Rp 429,6 juta (asumsi kurs Rp 15.344 per dolar AS) yang merupakan harga tertinggi selama sembilan bulan terakhir.
Public Relations Tokocrypto, Bianda Ludwianto mengatakan runtuhnya bank merupakan sentimen positif untuk aset kripto, terutama Bitcoin. BTC dikembangkan dengan tujuan sebagai layanan peer-to-peer transaksi dan lahir dari ketidakpercayaan Satoshi Nakamoto terhadap krisis bank-bank pada 2009.
“Krisis terhadap bank-bank besar bisa menimbulkan efek domino ke market kripo, baik itu positif maupun negatif. Hal positif adalah tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank akan menguntungkan aset kripto sebagai tempat penyimpanan aset mereka. Ini akan meningkatkan akumulasi dan pembelian aset yang mendorong market kripto reli,” kata Bianda kepada Liputan6.com, Selasa (21/3/2023).
Bianda menambahkan, di samping itu belajar dari kasus krisis bank AS saat ini, di mana The Fed dan otoritas lembaga keuangan AS lainnya mengeluarkan dana talangan, dapat menstimulasi market kripto.
“Dana talangan yang diberikan memicu kekhawatiran bahwa The Fed akan mencetak duit baru untuk mendanai bailout perbankan, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai mata uang terutama dolar AS dan menaikan market kripto,” jelas Bianda.
Advertisement
Picu Hiperinflasi
Krisis Perbankan Memicu Hiperinflasi
Bianda menjelaskan, krisis perbankan AS akan juga akan memicu skenario hiperinflasi. Apabila suku bunga mengalami penguatan maka aset-aset berisiko akan mengalami pelemahan.
Begitu juga sebaliknya. Dengan pelemahan suku bunga acuan, maka para investor akan mencoba untuk mengalihkan sebagian aset nya ke aset lebih beresiko atau banyak trader yang menunggu suku bunga acuan bank mulai menurun.
“Sisi negatifnya, perlu diingat bahwa saat ini banyak perusahaan pencetak stablecoin menyimpan reserve USD/fiat mereka di bank. Itu artinya jika bank yang digunakan oleh perusahaan stablecoin collapse. Maka akan memberikan sentimen negatif, seperti yang terjadi pada stablecoin USDC,” pungkas Bianda.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.