Sukses

Halusinasi hingga Ekspresi Wajah, 6 Hal Ini Masih Bisa Dilihat Tunanetra

Tak selalu tunanetra melihat dalam gelap seperti pikiran orang awam. Mereka bisa memiliki kemampuan melihat hal lain, walau terbatas.

Liputan6.com, Jakarta Tak semua orang dapat terlahir dengan mata yang sempurna untuk melihat. Meski begitu, tak selalu kekurangan tersebut membuat mereka buta akan hal-hal di sekitar mereka. Para penyandang tunanetra memiliki kelebihan merasakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan orang normal.

Sejumlah kelebihan tersebut dianggap membuat mereka seperti orang yang memiliki pengelihatan. Berikut beberapa hal yang masih bisa dilihat atau dirasakan oleh orang-orang tunanetra.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Ekspresi wajah

Anda tentu sudah mengetahui jika tertawa itu menular. Benar, hal ini merupakan fenomena di mana seseorang bisa bereaksi kepada ekspresi wajah dan ini merupakan bentuk penularan emosional. Uniknya, hal ini juga dialami orang buta.

Hal ini diuji coba oleh ilmuwan bernama Marco Tamietto, seorang periset di Tilburg University Belanda, di mana ia bereksperimen dengan dua orang tunanetra yang mengalami kebutaan karena kerusakan visual cortex (bagian di otak yang memproses informasi penglihatan).

Kepada mereka, Tamietto menunjukkan gambar subjek dari orang yang tersenyum atau mengerutkan dahi, dan kerusakan visual cortex sama sekali tak mematikan reaksinya terhadap gambar tersebut. Jadi, jika di jalan Anda tersenyum pada orang tunanetra dan ia tersenyum balik, itu bukan keanehan.

3 dari 6 halaman

2. Pergerakan

Seseorang bernama Milena Channing divonis buta oleh dokter setelah dirinya mengalami stroke. Namun di tengah kebutaannya, ternyata dia bisa melihat air mengalir, dan hal ini terjadi berkali-kali. Setelah itu, dia sadar dia bisa melihat pergerakan. Dia bisa melihat turunnya hujan, uap dari secangkir kopi, bahkan ia tahu ketika anaknya sedang menggerak-gerakkan rambut.

Akhirnya setelah berkonsultasi dengan dokter, hal ini disebut "Riddochs phenomenon," yang merujuk pada orang yang buta namun bisa melihat benda yang bergerak. Hal ini terjadi, khususnya pada Channing, karena stroke yang membuat ia buta tidak menyerang bagian otak yang memproses pergerakan objek. Penglihatannya bahkan membaik jika ia bergerak secara intens, dan akhirnya ia selalu berada di kursi goyang.

4 dari 6 halaman

3. Cahaya

Pada 1923, seorang mahasiswa Harvard bernama Clyde Keller menemukan bahwa pupil dari tikus buta ukurannya bisa tereduksi jika diekspos cahaya. Hal ini memperlihatkan bahwa meski buta, reseptor cahaya dari mamalia tetap bisa berfungsi.

Akhirnya, pada orang buta, hal ini disebut "intrinsically photosensitive retinal ganglion cells" (ipRGCs). Ini merupakan reseptor cahaya yang tetap menerima asupan cahaya dan mengirimkan informasinya ke otak. Namun karena seseorang buta, informasi itu tidak terolah jadi penglihatan.

Hal ini terbukti kembali di studi lain yang dihelat ilmuwan dari University of Montreal di mana mereka bereksperimen dengan tiga orang buta. Mereka melakukan percobaan dengan meletakkannya di ruangan lalu menyalakan dan mematikan lampu, dan menanyakan bahwa ruangan tersebut lampunya nyala atau mati. Jawaban mereka tak ada satu pun yang salah.

5 dari 6 halaman

4. Halusinasi visual

Orang tunanetra tak bisa luput dari Charles Bonnet syndrome, atau sebuah istilah lain dari halusinasi visual. Ini adalah halusinasi biasa, di mana seakan-akan seseorang bisa melihat sesuatu yang tidak ada. Orang buta pun ketika mengalami ini juga bisa "melihat" sesuatu, tapi tentu bukan berupa objek asli dan bukan penglihatan secara harfiah.

Halusinasi ini bahkan sangat umum terjadi di orang buta yang baru saja kehilangan penglihatannya. Hal ini akan terjadi setahun hingga lima tahun setelah menjadi buta.

Seorang tunanetra berumur 69 tahun mulai kehilangan penglihatannya dan ia mengalami halusinasi visual secara terus-menerus selama enam bulan. Dalam halusinasinya, ia melihat berbagai bentuk abnormal seperti laba-laba dan orang yang berbentuk aneh.

6 dari 6 halaman

6. Mimpi buruk

Mimpi buruk adalah hasil dari stres dan emosi negatif yang kita rasakan ketika bangun. Hal ini mendorong para ilmuwan dari Danish Center for Sleep Medicine untuk melakukan penelitian bahwa apakah mimpi buruk ini bisa dialami orang tunanetra.

Ternyata jawabannya adalah iya. Tak cuma itu, orang buta bahwa berpotensi empat kali lebih banyak mengalami mimpi buruk ketimbang orang biasa, karena mereka mengalami stres dan emosi negatif yang lebih banyak.

Penelitian ini melibatkan 50 orang, di mana 25 adalah tunanetra dan 25 sisanya orang yang bisa melihat dengan baik. Sebelas dari tunanetra tersebut adalah orang yang buta dari lahir.

Berdasarkan hasil penelitian ini, seseorang yang buta dari lahir mengalami rasio mimpi buruk 25 persen. Artinya, 1 dari 4 mimpi mereka adalah mimpi buruk. Namun rasio tinggi ini tak terjadi di orang yang buta tidak dari lahir, yakni cuma 7 persen dari keseluruhan mimpi, serta hanya 6 persen dari keseluruhan mimpi bagi orang biasa.

Meski demikian, orang yang buta dari lahir tidak "melihat" ketika mengalami mimpi buruk. Mereka hanya merasakan ketidaknyamanan yang terbentuk dari suara, rasa, bau, dan sentuhan. Sementara orang buta yang tidak dari lahir, mereka mengalami mimpi buruk di mana ia masih melihat dengan mata kepalanya, namun penglihatan tersebut selalu berkurang.

Reporter

Indra Cahya

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.