Liputan6.com, Jakarta - Pada 15 September 2019, akun Youtube bernama 651 SAFA mengunggah video berjudul, TERBARU, PRESIDEN SEGER4 DTANGKAP KPK !
"TONTON VIDEO INI SAMPAI SELESAI, AGAR ANDA TIDAK GAGAL PAHAM !," demikian imbauan yang muncul di awal video.
Baca Juga
Sejak kali pertama diunggah di Youtube, video tersebut telah ditonton 231.301 kali. Ada 1.328 komentar yang dihasilkan. Sementara di Facebook, video tersebut telah dibagikan setidaknya sebanyak 1.400 kali.Â
Advertisement
"SEGERA TANGKAP PRESIDEN & SEMUA KORUPTOR..!!! RAKYAT SIAP..!!!," kata salah satu pengguna Youtube, dalam kolom komentar.Â
"Turunkan Jokowi , halangi utk dilantik, pelanggaran UUD 45 adalah bentuk penghianatan Negara," kata yang lain.
Apakah benar klaim yang menyebut, presiden akan ditangkap KPK? Apakah isi video menjelaskan atau menyedikan jawaban sesuai judul?
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Penelusuran Fakta
Untuk mengetahui isi video, tim Cek Fakta Liputan6.com mentranskrip narasi yang dikatakan dalam video.
Berikut hasil transkrip kata per kata dari video tersebut:
KPK menangkap presiden. Sebagaimana diyakini banyak orang, pemandulan KPK berlangsung sistematis. Mulai dari apa yang lazim disebut kriminalisasi sampai usaha menegakkan pembatasan peran dan fungsi KPK secara konstitusional.
Advertisement
Tetapi sejak awal di Indonesia banyak orang yakin bahwa ketidakberdayaan KPK pasti inheren dengan berbagai faktor dalam tubuhnya sendiri. Faktor ini malah diterangai berperan lebih besar. Bukankah KPK dirancang oleh orang-orang yang merasa harus membuatnya sekadar memberikan kesan kepada dunia bahwa Indonesia tidak suka lagi dengan KKN?
Lagipula KPK itu kan lembaga yang selama ini diisi oleh orang-orang dengan sejarah dan latar belakang sosial, politik, dan hukum yang amat inheren dengan ke-Indonesiaan. Yang Anda sendiri tentu sudah tahu, tak terlalu berlebihan jika seorang kritis berkata I never trust KPK, aku tidak pernah percaya pada KPK.
KPK tidak boleh menangkap presiden. Jika KPK sejak awal menyiapkan diri, visi dan misinya untuk menantangkan penangkapan presiden dan pihak-pihak yang diinginkan aman oleh presiden, maka KPK itu hanya lembaga remeh-temeh yang dalam totalitas kinerjanya hanya akan mempermainkan hukum untuk kepentingan kekuasaan belaka.
Status tidak boleh ditangkap oleh KPK, dengan sendirinya adalah sebuah pengistimewaan luar biasa yang sekaligus bisa meruntuhkan prinsip equality before the law.
Karena dengan tanpa prinsip inilah fakta pemberantasan korupsi di Indonesia harus memilih dulu sebelum memutuskan untuk menebak, maka hasilnya pun tak jauh dari urusan remeh-temeh.
Menohok dan mempermalukan sesiapa yang dianggap bisa mengukir citra dan meskipun mereka itu mungkin berada pada puncak gunung es dari sebuah sistem, yang dibiarkan bobrok untuk menguntungkan penguasa belaka. Jelas tidak akan menyelamatkan dari bahaya korupsi dan Indonesia pun telah membuktikannya.
Kekuatan politik yang menginginkan KPK mandul, memperlakukan hukum sebagai alat untuk memperkaya diri melalui pelestarian kekuasaan, mereka sedang memusuhi negaranya.
Legitimasi dari mayoritas rakyat lemah di sebuah negeri yang mendahulukan kepentingan lain di luar kesejahteraan rakyatnya, memang harus melakukan tindakan untuk memusuhi negara itu sebagai keniscayaan belaka. Ini memang terkait dengan kadar kenegarawanan yang barang tentu tidak memiliki sangkut paut sama sekali dengan popularitas dan elektabilitas.
Apalagi, jika popularitas dan elektabilitas yang dimaksudkan adalah hasil pencitraan kosong di tengah proses prismatic society atau masyarakat yang terpecah di mana mereka canggung antara akan mengadopsi nilai-nilai baru yang belum dikenali dan bertahan pada nilai lama, yang diketahui amat bobrok, yang akhirnya cuma bisa berayun di antara kedua ufuk itu.
Jika orang mengatakan, rakyat miskin tidak mungkin melakukan pilihan yang objektif, yang bermanfaat bagi nilai demokrasi, maka hal itu menjadi penjelasan terbaik tentang, mengapa politik transaksional menjadi anutan dalam setiap pemilu yang menghasilkan rezim yang tidak pernah antikorupsi.
Maka jika orang inginkan KPK dengan keberanian dan kejujuran, moral dan prosesnya ada pada pemilu.
Indonesia memerlukan KPK model baru. Setidaknya ada dua hal yang menjadi prinsip dasar yang wajib untuk diadopsi. Pertama, KPK itu bukanlah kepentingan sempit penguasa dan karena itu jika tidak mau memulai hidup sederhana yang membuatnya tak mengembangkan tradisi pemerintahan korupsional, maka target pertama KPK adalah penguasa itu sendiri.
Kekuasaan itu memiliki puncak pengendali yang dalam sistem pemerintahan Indonesia disebut presiden.
Tangkaplah orang pertama ini untuk pemberantasan korupsi, jika dalam kerja pertama KPK, ia tidak memberi dukungan politis dan moral atau bahkan dengan mudah terbuktikan korupsi.
Tentu kita tak lagi dalam posisi untuk mempersoalkan kebenaran pendapat power tends to corrupt, yang karena itu terimalah aksioma bahwa pengendali puncak kekuasaan pasti berpeluang menjadi koruptor terbesar, tentu kita tak lagi dalam posisi ragu membuang jauh-jauh prinsip the king can do... Karena tujuannya adalah untuk memperbaiki negara, untuk kesejahteraan masyarakat, maka kejujuran dan keberanian itu diperlukan.
KPK model baru tidak lah mungkin tidak mendapat legitimasi dan dukungan moral kalangan terluas dari masyarakat untuk tugas ini. Banyak pemimpin negara yang dihancurkan oleh kepentingan politik Amerika, diadili di negaranya untuk kasus korupsi. KPK model baru tidak usah menunggu untuk itu, terutama karena ia harus sadar bahwa ia lebih hebat dan lebih berkepentingan terhadap kebaikan Indonesia.
Yang kedua, KPK model baru tidak harus dan mungkin tidak boleh bercita-cita untuk mengambil alih peran serta fungsi dari lembaga-lembaga penegakan hukum konvensional.
Karena itu, KPK model baru tidak boleh menganggap dirinya telah berhasil jika telah mendirikan sebuah peradilan tersendiri, atau apalagi dengan cita-cita untuk mengimbangi struktur lembaga-lembaga penegakan hukum konvensional yang hadir di setiap daerah.
KPK model baru harus menyadari kehadirannya sebagai trigger belaka dengan agenda utama bukan hanya untuk mengumpulkan data statistik pejabat rendahan yang sudah dipenjarakan.
KPK model baru juga harus tahu bahwa dengan mempermasalahkan kebersihan seorang pemimpin puncak di negara yang masyarakatnya masih amat paternalistik. Pekerjaan menampari kroco-kroco bahkan tak perlu dilakukan lagi.
Amat terpujilah orang yang hari ini masih berkeinginan untuk ikut dipilih sebagai komisioner KPK. Tetapi, hari ini tak banyak orang yang percaya kepada siapapun di antara mereka.
Dengan penuh keraguan pula masyarakat semakin pesimis, antara lain dengan ungkapan, "apakah betul masih ada orang jujur yang hidup di Indonesia ini?" ataupun ungkapan yang lain, yang lebih menyedihkan, "korupsi tidak perlu dipersoalkan karena hanya akan buang-buang waktu dan energi nasional."
Maka presiden harus benar-benar tidak mau korupsi untuk memperbaiki bangsa ini, karena untuk itu ia pun tak perlu ditangkap oleh KPK.
Di sisi lain, tak ada media arus utama (mainstream) mana pun yang mempublikasikan artikel yang mendukung akun klaim Youtube bernama 651 SAFA.
Advertisement
Kesimpulan
Dalam narasi video sama sekali tak disebutkan informasi terkait klaim dalam judul. Tak diungkap kapan dan mengapa presiden harus ditangkap. Tidak ada bukti pendukung apapun yang disajikan. Semua opini belaka.Â
Isi dan judul sama sekali tak berkaitan.Â
Â
Advertisement
Â
Laporan: Yuliasna
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.Â
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.Â
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Advertisement
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement