Sukses

Bola Ganjil: Patah Hati Pertama Bayern di Liga Champions, Bukan karena MU

Simak cerita kekecewaan Bayern Munchen di final Liga Champions pada 1987.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang menganggap final Liga Champions 1999 sebagai aib terbesar sepanjang sejarah Bayern Munchen. Unggul 1-0 hingga 90 menit, raksasa Jerman itu akhirnya tumbang akibat dua gol Manchester United di injury time.

Nyatanya mimpi buruk itu hanyalah ulangan dari pengalaman horor serupa yang kerap dilupakan publik. Momen tersebut hadir pada laga puncak 1987 ketika kompetisi masih bernama Piala Champions.

Bayern Munchen menghadapi FC Porto sebagai favorit berbekal reputasi dan capaian menjadi juara ganda Jerman semusim sebelumnya.

Arsitek Bayern Munchen saat itu adalah Udo Lattek yang berada di awal periode kedua bersama klub. Pada masa kerja pertama di Bavaria pada 1970-1975, dia sukses mempersembahkan tiga gelar Bundesliga dan Piala Champions 1974.

Lattek meninggalkan Bayern Munchen pada Januari 1975. Sempat mengasingkan diri, dia pergi ke Borussia Monchengladbach dan membawa klub memenangkan dua gelar liga, masuk final Piala Champions 1977, serta gelar Piala UEFA 1999.

Setelah gagal di Borussia Dortmund, Lattek hengkang ke Barcelona dan merebut Piala Winners 1982. Capaian itu membawanya meraih prestasi unik sebagai pelatih yang memenangkan tiga kompetisi Eropa.

Namun, posisinya di Camp Nou melemah akibat friksi dengan Diego Maradona dan dirinya memutuskan kembali ke Bayern Munchen.

Saksikan Video Bayern Munchen Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perbandingan Skuat

Empat tahun berselang, Lattek kembali di puncak sepak bola Eropa dan berkesempatan memenangkan Si Telinga Besar untuk kali kedua.

Optimisme membayangi. Meski kapten Klaus Augenthaler dilarang bemain serta duo Roland Wohlfarth dan Hans Dorfner cedera, Bayern Munchen masih memiliki banyak bintang. Norbert Eder, Lothar Matthaus, Dieter Hoeness, dan Andreas Brehme merupakan pilar di klub dan timnas.

Bayern Munchen juga punya Jean-Marie Pfaff, saat itu dianggap sebagai kiper terbaik dunia.

Di seberang berdiri FC Porto. Tim asal Portugal ini kehilangan striker sekaligus kapten Fernando Gomes serta bek tengah Lima Pereira. Walau juga punya banyak pemain berkualitas, kualitas mereka tidak semegah penggawa Bayern Munchen.

Lattek akan adu strategi melawan Artur Jorge, pelatih yang menimba ilmu di Jerman Timur. Namun, tidak seperti Lattek, Jorge harus mulai dari bawah sebelum mendapat pekerjaan di klub top. Dia menangani Vitoria de Guimaraes, Belenenses, dan Portimonense sebelum FC Porto meminangnya pada 1984.

 

3 dari 4 halaman

Jalan ke Final

Jalan FC Porto menuju final lebih mudah. Usai menyingkirkan Rabat Ajax (Malta) dan Vitkovice (Cekoslovakia), mereka baru mendapat ujian berarti dari Brondby (Denmark). Beruntung FC Porto memiliki Juary yang mencetak gol penentu kemenangan agregat 2-1.

Tes berat selanjutnya datang dari Dynamo Kiev (Rusia). Berjaya 2-1 pada leg pertama di kandang, FC Porto diyakini bakal kesulitan di pertemuan kedua. Nyatanya mereka kembali unggul 2-1 untuk mencapai final.

Bayern Munchen sedikit sulit. Mereka memulai kampanye dengan menaklukkan PSV Eindhoven (Belanda) dan Austria Vienna (Austria).

Penantang selanjutnya adalah Anderlecht (Belgia) yang menyingkirkan juara bertahan Steaua Bucharest di putaran sebelumnya. Walau berpotensi merepotkan, kemenangan 5-0 pada laga pertama memudahkan Bayern Munchen mencapai semifinal.

Selanjutnya giliran Real Madrid yang menghadang. Kembali Bayern Munchen membuat partai sulit terlihat mudah menyusul hasil 4-1 di pertemuan pertama. Kans merebut trofi keempat sepanjang sejarah pun terbuka.

 

4 dari 4 halaman

Korban Comeback

Maka hadirlah final. Pada menit ke-23, lemparan ke dalam Hans Pflugler justru diteruskan Jaime Magalhaes ke kotak penalti sendiri. Pemain muda Bayern Munchen Ludwig Kogl lalu memanfaatkan kesalahan untuk mencatatkan nama di papan skor.

FC Porto mampu meredam serangan lawan dan menjaga skor hingga jeda babak pertama. Jorge tahu dia harus melakukan perubahan dan memasukkan Juary.

Strategi ini baru terlihat efektif di 15 menit akhir laga. Rabah Madjer menyamakan kedudukan berkat sodoran Juary pada menit ke-79. Dua menit berselang, giliran Juary melepas tendangan voli dari umpan Madjer.

Meski waktu tersisa cukup banyak, Bayern Munchen tidak mampu menemukan gol dan harus mengakui kekalahan. FC Porto pun menjadi raja Eropa untuk kali pertama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.