Sukses

3 Musim Kelabu Persib Bandung: Kerap Apes meski Banyak Bintang

Konsisten merupakan kelemahan terbesar klub sepak bola, tidak terkecuali Persib Bandung.

Jakarta - Konsisten merupakan kelemahan terbesar klub sepak bola, tidak terkecuali Persib Bandung. Klub kebanggaan bobotoh itu sulit mempertahankan performa sehingga kinerjanya mengalami pasang surut.

Ketika masih tampil di Perserikatan, Persib Bandung merupakan klub raksasa dengan koleksi gelar yang melimpah. Persib meraih lima titel dan delapan kali menghuni peringkat kedua.

Memasuki kompetisi Liga Indonesia, performa Persib terbilang inkonsisten. Hal itu dibuktikan dengan hanya mampu meraih dua gelar sejak 1994-2019, jumlah yang teramat sedikit buat klub dengan sejarah panjang seperti Persib.

Selebihnya, performa Persib memang tak buruk-buruk amat karena konsisten finis di posisi 10 besar dan tak jarang 5 besar. Meski demikian, Persib juga pernah mengalami masa-masa kelam karena finis di posisi belasan.

Pemicunya tak terlepas dari buruknya penampilan pada awal musim hingga keliru dalam pemilihan pemain hingga pelatih. Kemudian juga ada faktor-faktor lain semisal tak konsistennya pemain andalan mampu tampil semusim penuh.

Penyebabnya bisa beragam, mulai dari akumulasi kartu, cedera, hingga sanksi-sanksi lainnya. Hal inilah yang membuat Persib Bandung sempat memiliki masa-masa kelam dalam sepak bola Indonesia.

Bola.com mencatat, setidaknya ada tiga musim yang patut disebut penampilan Persib Bandung paling buruk. Indikatornya adalah pencapaian akhir yang mampu diraih klub berjulukan Maung Bandung tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Divisi Utama Liga Indonesia 2003

Musim 2003 bisa dipastikan sebagai yang terburuk buat Persib sejak era Liga Indonesia. Padahal, ketika itu Persib untuk pertama kalinya menggunakan jasa pelatih asing.

Kursi pelatih ketika itu dihuni Marek Andrzej Sledzianowski asal Polandia. Persib ketika itu mendatangkan trio Polandia untuk mendukung kinerja Marek Andrzej Sledzianowski yakni Mariusz Mucharsky, Piotr Orlinski, dan Maciej Dolega.

Akan tetapi performa Persib asuhan Marek Andrzej Sledzianowski tak sesuai harapan. Persib tak mampu meraih kemenangan dalam enam laga awal yakni dua kali imbang dan empat kali kalah.

Marek Andrzej Sledzianowski kemudian harus kehilangan jabatannya dan digantikan Juan Antonio Paez. Trio Polandia juga didepak.

Juan Antonio Paez kemudian menggantikan trio Polandia dengan pemain asal Chile, yakni Alejandro Tobar, Rodrigo Alejandro, dan Claudio Lizama. Meski demikian, performa Persib tetap belum mampu sesuai harapan.

Bayangan degradasi kemudian menghampiri Persib karena finis di urutan ke-16 klasemen akhir musim 2003 dengan 45 poin hasil 12 kali menang, sembilan kali imbang, dan 17 kali kalah. Persib berhasil tetap bertahan di Divisi Utama Liga Indonesia karena finis di puncak pada klasemen kecil play-off.

3 dari 4 halaman

Divisi Utama Liga Indonesia 2006

Bencana kembali menghampiri Persib pada 2006. Ketika itu, kursi pelatih masih dihuni Risnandar Soendoro. Materi pemain Persib sebenarnya tak buruk-buruk amat.

Persib berhasil meyakinkan Zaenal Arif untuk bergabung. Kemudian juga ada nama Charis Yulianto, Salim Alaydrus, dan Gendut Doni. Di posisi pemain asing, Antonio Claudio dan Pradit Taweetchai dipertahankan dan hanya menambah dengan Nipont Chanarwut dari Thailand.

Namun, petaka terjadi karena Persib mengawali musim dengan buruk berupa dua kekalahan beruntun. Risnandar Soendoro akhirnya mengundurkan diri dan digantikan Arcan Iurie.

Persib kemudian mendatangkan kiper baru asal Thailand yakni Sinthaweechai Hathairattanakool plus pemain Maroko, Redouane Barkoui.

Performa Persib perlahan membaik. Namun, pada paruh musim, Arcan Iurie melakukan perombakan besar-besaran dengan mendepak Nipont Chanarwut dan mendatangkan Brahima Traore (Burkina Faso) dan Ayouck Louis Berty (Kamerun).

Sayangnya, nama-nama anyar juga tak mampu memberikan kontribusi maksimal. Persib bahkan tergelincir ke zona degradasi pada pekan ke-20.

Ketika itu, PSIM Yogyakarta mengundurkan diri karena terjadinya gempa bumi Yogyakarta. Dalam enam laga sisa, PSIM dianggap kalah dengan skor 0-3. Persib akhirnya terhindar dari zona merah dan finis di peringkat ke-12, unggul selisih gol dari PSDS Deli Serdang yang turun kasta.

4 dari 4 halaman

Liga 1 2017

Persib menjelma menjadi tim bertabur bintang pada Liga 1 2017. Manajemen menunjuk pelatih Mario Gomez sebagai juru taktik tim.

Ketika itu, Persib dihuni pemain asing tangguh mulai Vladimir Vujovic, Ezechiel N'Douassel, Shohei Matsunaga, hingga eks bintang Chelsea, Michael Essien. Adapun komposisi pemain lokal tak kalah bagus karena dihuni Tony Sucipto, Atep Rizal, Hariono, Samsul Arif Munip, hingga Zulham Zamrun.

Namun, hasilnya tak sejalan dengan keadaan. Pada paruh musim, Persib masih tercecer di papan bawah klasemen dengan meraih lima kemenangan, enam kali imbang, dan enam kali kalah.

Penampilan Persib juga tak terlalu membaik hingga akhir musim. Klub kebanggaan masyarakat Jawa Barat itu kemudian finis di peringkat ke-13 dengan raihan 41 poin.

Penyebab terpuruknya Persib ketika itu terjadi karena sepanjang Liga 1 2017 diterpa kesialan. Penyebabnya beragam mulai absennya beberapa pemain inti semisal Vladimir Vujovic dan Michael Essien yang tak jarang menghuni bangku cadangan.

 

Disadur dari: Bola.com (Penulis: Zulfirdaus Harahap/Editor: Wiwig Prayugi, published 26/4/2020)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini