Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia terus menekankan kolaborasi dalam membuka kerjasama investasi, di tengah program pemerintah yang gencar melakukan hilirisasi industri.
Bahlil mengungkapkan bahwa pemerintah terus berusaha menunjukkan Indonesia adalah negara yang layak untuk menjadi tujuan investasi.
Baca Juga
Keputusan untuk menyetop ekspor bahan mentah dan fokus terhadap hilirisasi yang dilakukan oleh pemerintah, dibarengi dengan terbukanya peluang kolaborasi antara Indonesia dengan negara manapun.
"Kita menyadari bahwa Indonesia tidak bisa sendiri dalam upaya mewujudkan hilirisasi. Maka dari itu kita buka peluang sebesar-besarnya untuk melakukan kolaborasi dengan negara manapun yang memenuhi syarat untuk melakukan kerja sama," tegas Bahlil dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/3/2023).
"Khususnya untuk saat ini kita butuh dukungan kerja sama dalam hal teknologi, kita lakukan kolaborasi dengan Tiongkok dan beberapa negara lainnya. Kita yakinkan bahwa Indonesia tempat yang layak untuk melakukan investasi," imbuhnya.
Kolaborasi di bidang Teknologi
Selaras dengan hal tersebut, Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro juga menyatakan, investasi mendorong terjadinya kolaborasi di bidang teknologi. Ia menambahkan, Kementerian Investasi/BKPM merupakan gerbang awal dapat terlaksananya kolaborasi investasi di Indonesia.
"Investasi mendatangkan teknologi dan menciptakan kolaborasi. Melalui teknologi, negeri ini bisa membuat lompatan besar menuju Indonesia Maju di tahun 2045. Kolaborasi penting untuk meningkatkan ekonomi dan menekan biaya di tengah ketidakpastian global," ungkapnya.
"Nah, Kementerian Investasi ini yang bertanggung jawab sebagai gerbang awal investasi masuk ke Indonesia untuk kemudian keuntungannya dapat bermuara ke daerah," ujar Ari.
Presiden Jokowi mengaku tak masalah namanya dicatut oleh Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk urusan investasi. Bahkan, Jokowi justru meminta agar Bahlil melayani para investor.
Indonesia Butuh Modal Rp 8.119 Triliun Bangun Industri Hilirisasi
Sebelumnya, Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia mengungkapkan Indonesia membutuhkan modal sebesar USD545 miliar atau setara Rp8.119 triliun untuk melakukan hilirisasi. Dana segar tersebut akan digunakan untuk melakukan hilirisasi pada 21 komoditas sampai tahun 2040 mendatang.
“Jadi 21 komoditas ini akan mencapai kurang lebih sekitar USD545 miliar sampai 2040,” kata Bahlil saat memberikan Kuliah Umum di HUT Media Indonesia Ke-53, Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Bahlil mengungkapkan, Kementerian Investasi baru saja menyelesaikan arah kebijakan untuk hilirisasi investasi. Dalam peta jalan kebijakan ini hilirisasi tidak hanya difokuskan pada produk nikel saja. Melainkan termasuk hilirisasi minyak dan gas.
“Kita masih impor metanol, kita masih impor soda ash, jadi ke depan gas-gas kita yang pasarnya belum ada, kita lakukan hilirisasi,” kata Bahlil.
Advertisement
Diperluas
Selain itu, hilirisasi juga tidak hanya fokus kepada hasil tambang. Melainkan diperluas ke berbagai sektor seperti perkebunan, perikanan, kelautan dan sektor lainnya.
“Kemudian ke sektor perkebunan, perikanan, kelautan dan yang lainnya,” kata dia.
Hal ini menunjukkan pemerintah tidak main-main dalam hal melakukan hilirisasi, sekaligus untuk mencapai tujuan Indonesia Emas pada tahun 2045.
“Ini adalah peta jalan Indonesia menuju Indonesia Emas pada 2045,” pungkasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.