Sukses

Mendag Jamin Harga Pangan Stabil Meski Rupiah Loyo

Nilai tukar Rupiah diketahui semakin melemah ke angka Rp 15.331 per dolar AS di Selasa, (11/10/2022) pagi. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meyakini pelemahan ini tak akan menggangu harga di dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar Rupiah diketahui semakin melemah ke angka Rp 15.331 per dolar AS di Selasa, (11/10/2022) pagi. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meyakini pelemahan ini tak akan menggangu harga di dalam negeri.

Utamanya, pada komoditas-komoditas impor seperti gandum dan kedelai. Menurutnya, kedua komoditas itu sudah melewati harga tertingginya beberapa bulan lalu.

"Memang kita sudah melewati harga naik, misalnya gandum, kedelai, itu kan pesanan bulan Juli, Agustus datangnya sekarang, makanya harganya naik," kata Mendag saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Selasa (11/10/2022).

"Tapi yang pesanan sekarang itu harganya sudah turun, sudah panen raya. Saya kira harga akan stabil, tetapi kalau kedelai ada pun harga yang tinggi itu kita subsidi Rp 1.000 per kilogram," tambahnya.

Dua komoditas ini, memiliki porsi yang cukup besar dalam impor Indonesia. Untuk diketahui, pelemahan rupiah bisa berdampak pada harga-harga komoditas impor, sehingga bisa ada kenaikan harga di dalam negeri.

Ditemui terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengaku optimis dengan kinerja neraca perdagangan saat ini. Jadi, dampak pelemahan rupiah tak akan terlalu mengganggu kinerja tersebut.

"Pertama kita tahu bahwa memang kinerja perdagangan, kita fokus ke kinerja perdagangan ya, itu kan surplus, surplus kita ini dalam kondisi yang angkanya cukup signifikan, di angka USD 34,89 miliar. Itu luar biasa. Itu salah satu yang tertinggi dan saya yakin ini akan melewati rekor yang tahun lalu," terangnya.

Dia menjabarkan, masih ada waktu sekitar 4 bulan lagi hingga tutup tahun. Dengan asumsi neraca perdagangan surplus sebesar USD 2-3 miliar per bulan, maka target rekor itu bisa dicapai di penghujung tahun ini.

"Nah saya tahu bahwa kondisi global mulai dari pasokan pangan, energi, konflik Ukraina dengan Rusia, dan lain-lain itu mungkin akan ada banyak dinamika dan impact. Tetapi kami optimis sekali lagi kinerja perdagangan itu akan terus naik," tuturnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ekspor Terus Naik

Lebih lanjut, Zulkifli mengatakan kalau tingkat ekspor Indonesia akan terus mengalami kenaikan. Sehingga, dia tambah optimistis kondisi perdagangan akan baik-baik saja.

Kendati begitu, ia tak merinci komoditas apa saja yang menjadi andalan di saat ini. Menurut catatan, komoditas energi seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO) selalu menjadi andalan ekspor Indonesia.

"Kami optimis lah, ditengah banyak situasi global yang tidak pasti, tapi kita harus optimis karena kita harus tunjukkan kinerja perdagangan itu membaik," bebernya.

 

3 dari 4 halaman

Rupiah Melemah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa pagi melemah, masih tertekan ekspektasi pengetatan moneter yang agresif oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).

Rupiah pagi ini melemah 13 poin atau 0,08 persen ke posisi 15.331 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.318 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan rupiah masih berpeluang tertekan hari ini terhadap dolar AS.

"Faktor-faktor yang menekan rupiah masih sama seperti kemarin yaitu ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif hingga akhir tahun ini karena bank sentral AS lebih memprioritaskan pengendalian inflasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi," ujar Ariston dikutip dari Antara, Selasa (11/10/2022).

 

4 dari 4 halaman

Tekanan ke Rupiah

Menurut Ariston, pengetatan moneter The Fed menyebabkan selisih atau spread tingkat imbal hasil antara aset rupiah dan aset dolar AS menipis sehingga memberikan tekanan ke rupiah.

Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terutama tenor 10 tahun yang kembali naik mendekati angka 4 persen mengindikasikan ekspektasi pasar yang masih besar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif.

"Selain itu, bayang-bayang resesi global mendorong pelaku pasar mengalihkan sebagian asetnya ke aset aman di dolar AS," kata Ariston.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.