Sukses

Resesi Global Mengancam, Masyarakat Indonesia Tetap Rentan

Ancaman resesi global disebut masih terus menghantui berbagai negara. Dampaknya, disinyalir akan terus merembet ke Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Ancaman resesi global disebut masih terus menghantui berbagai negara. Dampaknya, disinyalir akan terus merembet ke Indonesia.

Ekonom Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menyebut masyarakat indonesia akan semakin rentan meski pemerintah cukup aman dari posisi fiskal. Ini jadi salah satu dampak rembetan yang akan dirasakan di dalam negeri.

Ronny menerangkan, kalau dilihat dari sisi moneter, resesi global akan memberikan dampak kepada ketidakpaatian pasar. Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah melalui intervensi Bank Indonesia.

Dia menilai jika BI terus menerus mengintervensi dengan membeli segala instrumen investasi domestik yang dilepas investor global, agar rupiah tidak jatuh lebih dalam, lama-lama devisa negara bisa collapse.

"Saya menduga, karena itulah BI langsung menaikan suku bunga acuan langsung 50 basis poin tempo hari, untuk mencegah capital outflow lebih lanjut. Kenaikan suku bunga akan mendorong pemerintah menaikan yield surat utang, agar para investor surat utang tidak kabur dan investor yang baru masuk," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (29/9/2022).

"Meski begitu, tidak berarti urusan selesai. Selama ketidakpastian global masih berlangsung, kita akan terus was-was. Situasi ini cukup sulit. Pemerintah boleh jadi dalam posisi lumayan aman secara fiskal, tapi masyarakat akan semakin rentan," tambahnya.

Untuk itu, sebagai solusinya ia menyarankan pemerintah dan BI harus benar-benar satu visi untuk menyikapi hal ini. Tujuannya agar secara fiskal dan moneter Indonesia tetap bisa aman, tapi secara ekonomi riil masyarakat juga bisa dikuatkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ketidakpastian Pasar

Ronny menerangkan, dari sisi moneter, resesi global akan berdampak pada ketidakpastian pasar, utamanya pasar finansial. Asumsinya, semakin tidak pasti prospek ekonomi global, akan semakin banyak investor yang akan memindahkan dananya ke instrumen yang lebih aman, seperti dolar.

"Dengan kata lain, ancaman capital outflow akan semakin besar bagi Indonesia, yang berarti pelepasan berbagai macam instrumen investasi nerdenominasi rupiah, misalnya surat utang. Artinya, demand terhadap dollar akan tinggi, sementara demand terhadap rupiah akan menurun drastis," ujarnya.

"Walhasil, nilai tukar rupiah otomatis akan ikut terjun bebas. Biaya impor akan naik, dan akan memaksa para produsen barang yang berbabsiskan bahan baku impor untuk menaikan harga jual," tambah Ronny.

 

3 dari 4 halaman

Tidak Aman

Ancaman resesi yang akan terjadi secara global berkali-kali disampaikan banyak pihak. Bahkan, Indonesia disebut akan juga terkena dampak dari melemahnya ekonomi dunia tersebut.

Ekonom Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengunkap Indonesia tidak dalam keadaan yang aman. Pasalnya, berbagai penurunan aktivitas ekonomi dunia juga lambat laun akan pengaruhi aktivitas di dalam negeri.

Jika dilihat dari sisi ekonomi makro, resesi global berarti pelemahan permintaan atas komoditas ekspor nasional. Alasannya, karena pertumbuhan di negara-negara destinasi ekspor Indonesia cenderung turun, seperti Amerika, China, dan Uni Eropa.

"Ini akan membuat kalkulasi para produsen komoditas ekspor nasional berubah. Mereka berpeluang menurunkan produksi, jika sebagian besar produksinya biasanya diekspor," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (29/9/2022).

 

4 dari 4 halaman

Dampak Lainnya

Pilihan lainnya adalah dengan merubah komposisi pemasaran produksinya dengan menambah proporsi untuk pasar dalam negeri. Langkah ini sebagai substitusi atas pasar ekspor yang berkurang.

"Atau tetap berproduksi dengan volume semula, dengan risiko inventory akan berlipat. Risikonya, jika dalam waktu lama permintaan tak membaik, mereka akan mengalami bubble produksi," ujarnya.

Kendati demikian, Ronny menilai kalau kondisi dalam negeri sendiri masih kurang prospektif. Jadi, besar kemungkinan produsen yang punya pasar ekspor akan mengurangi produksinya.

"Risikonya, akan ada lay off pekerja. Daya serap ekonomi nasional atas angkatan kerja baru berkurang, pengangguran bertambah, kemiskinan bertambah, dan akhirnya permintaan dalam negeri juga tertekan, yang akan menyebabkan deflasionary pressure pada perekonomian nasional, lalu ikut resesi juga," bebernya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.