Sukses

Nilai Tukar Rupiah Melemah Tembus 15.023 per Dolar AS, Pemerintah Harus Apa?

Nilai tukar rupiah tercatat melemah ke posisi Rp 15.023 per dolar Amerika Serikat pada Kamis (22/9/2022) sore

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah tercatat melemah ke posisi 15.023 per dolar Amerika Serikat pada Kamis (22/9/2022) sore. Sejumlah langkah perlu jadi perhatian pemerintah menyikapi hal ini.

Pelemahan nilai tukar rupiah disebut karena adanya sentimen terhadap kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga. Terbaru, Bank Indonesia merespon sentimen ini dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin ke posisi 4,25 persen.

Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menilai pelemahan rupiah ini tak perlu dicemaskan. Namun, harus ada antisipasi jika hal ini terjadi berkepanjangan.

Ia menuturkan, puncak tertinggi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai 15.106 per dolar AS. Dan level terendah berada di 14.972 per dolar AS. Ini disebut sebagai hal yang lumrah dan biasa terjadi.

"Puncak tertinggi ada di level 15.106, seiring BI naikkan suku bunga acuan, secara bertahap turun ke level terendah 14.972 itu biasa, tidak perlu dikhawatirkan," kata dia dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com, Kamis (22/9/2022).

Menurutnya, saat ini ada sederet ketidakpastian global. Merespon hal itu, maka kerja sama antar pemangku kepentingan di pusat dan daerah perlu diperkuat. Misalnya koordinasi mengenai kebijakan yanh diambil.

"Misalnya harga-harga dengan koordinasi yang baik, setidaknya ada kontribusi terhadap penurunan dari inflasi yang terjadi di bulan Agustus itu tak lepas dari peranan daerah," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Akademisi Universitas Indonesia Teguh Dartanto mengatakan pemerintah perlu menjaga nilai tukar dan akibat turunannya. Dengan depresiasi rupiah, ia menaksir akan ada kenaikan harga komoditas didalam negeri, utamanya yang bergantung pada bahan impor.

"Sehingga saya yakin sih harusnya yang dilakukan pemerintah adalah menjaga, mengoptimalkan sumber-sumber domestik utamanya bahan pangan," kata dia.

"Inflasi ini barang-barang yang bukan pokok bisa bertahan, artinya masih (terdampak) gak langsung, bagaimanapun adanya depresiasi rupiah ini saya harap besok pagi sudah menguat kembali," tambahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peran Pemda

Lebih lanjut, Teguh mengatakan BI sudah mengambil langkah mitigasi dengan menaikkan suku bunga. Di sisi lain, pemerintah daerah juga perlu menjaga ketersediaan bahan pokok di lapangan.

Utamanya dari sisi harga yang bisa dijangkau oleh masyarakat. Biasanya, dengan adanya pelemahan rupiah, akan mengerek harga-harga di pasaran.

"Biasanya harga dolar depresiasi hari ini, besok sudah ada alasan (untuk menaikkan harga). Ini perlu pemerintah juga, bukan intervensi, tapi juga ada hal-hal yang perlu kasih sinyal tegas, pemerintah gak bisa membiarkan," ujarnya.

"Sisi lain perkuat ketahanan pangan domestik sehingga bisa mengurangi dengan substitusi," tambah Teguh.

 

3 dari 4 halaman

Bukan yang Pertama

Sementara itu Ekonom CORE Muhammad Faisal menyampaikan kalau pelemahan rupiah akibat dari sentimen kenaikan suku bunga The Fed bukan hal yang pertama. Setidaknya, sudah ada dua kali kenaikan suku bunga The Fed yang juga ikut mempengaruhi.

"Ini bukan pertama, sebelumnya sudah naik 50 basis poin, sebelumnya lagi sudah (naik) 75 basis poin. Dari sisi volatilitas relatif stabil di terakhir sebelum yang barusan naik 75 basis poin pernah (nilai tukar) tembus Rp 15.000," ujar dia.

Ia mencoba membandingkan dengan pergerakan nilai tukar di negara lain. Dengan stabilitas nilai tukar rupiah, Indonesia disebut memiliki ketahanan yang lebih baik.

"Ada pelemahan di 5 persen, dibanding negara lain banyak diatas 10 persen, banyak yang diatas Indonesia, tapi ada juga yang lebih bagus," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Tambahan Pendapatan dari Ekspor

Ia melihat, adanya tambahan pendapatan dari ekspor Indonesia mampu menambah kemampuan dalam mengahadapi pelemahan nilai tukar. Ini juga bisa menjadi cara untuk memerangi capital outflow.

"Saya yakin dengan kondisi foreign reserve bisa kembali stabil. Ini belum selesai, harus terus waspada, kalau melihat arah kebijakan sebelum ini, ketika beberapa kali bank (menyesuaikan), itu sangat presented merespon kondisi eksternal," ujarnya.

"Saat pandemi ada kenaikan berapa kali The Fed, barusan naik lagu, itu lebih banyak bukan faktor luar tapi dari dalam yakni kenaika inflasi," tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.