Sukses

APBN Sukses Redam Dampak Gejolak Global ke Ekonomi Indonesia

Saat ini APBN terus memberikan peran sebagai shock absorber, yaitu mengambil atau mengurangi shock yang berasal dari global untuk tidak mempengaruhi secara sangat besar ke ekonomi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan instrumen APBN menjadi instrumen yang sangat  penting di dalam menjaga pemulihan ekonomi Indonesia.

Menkeu menyebut, kinerja APBN sampai dengan bulan Juli ini cukup baik, hal itu dilihat dari penerimaan negara yang berasal dari pajak bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak mengalami kenaikan yang sangat kuat yaitu sekitar 53 persen.

"Kinerja ini tentu akan kita gunakan sebagai bekal untuk menangani berbagai shock, yang terjadi di dalam perekonomian kita yang berasal dari dari Gejolak geopolitik maupun yang berasal dari disrupsi supply, dan juga kenaikan inflasi yang mengancam, kemudian terjadinya pengetatan di berbagai negara," kata Sri Mulyani dalam LIKE IT : Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments, Jumat (12/8/2022).

Menurutnya, saat ini APBN terus memberikan peran sebagai shock absorber, yaitu mengambil atau mengurangi shock yang berasal dari global untuk tidak mempengaruhi secara sangat besar dan sangat berat ke dalam perekonomian dalam negeri maupun kepada masyarakat.

Tentu pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya berasal atau dalam hal ini didukung oleh fiskal, pihaknya bersama Bank Indonesia bersama-sama menjaga stabilitas sistem keuangan melalui kombinasi kebijakan moneter dan fiskal.

"Termasuk selama pandemi ini Bank Indonesia terus mendukung dengan SKB 1, 2 dan 3 yang sangat-sangat efektif membantu fungsi pemerintah melalui APBN dalam menstabilkan ekonomi dan memulihkan ekonomi," kata Menkeu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Covid-19 Terkendali

Lanjut Menkeu, memang patut disyukuri melihat kondisi pandemi Covid-19 sudah semakin terkendali, maka kegiatan perekonomian masyarakat dan dunia akan semakin pulih.

"Kita semua patut mensyukuri bahwa kondisi pandemi sudah semakin terkendali dan oleh karena itu kegiatan perekonomian masyarakat dan juga akan semakin pulih," ujarnya.

Namun, bukan berarti pemulihan ekonomi berjalan secara mudah dan lancar atau mulus. Karena pada saat yang sama terdapat risiko perekonomian global yang bergeser dari pandemi kepada non-pandemi, yaitu yang berasal dari geopolitik maupun yang berasal dari kenaikan disrupsi sisi supply yang menyebabkan inflasi atau harga-harga komoditas penting meningkat dan mendorong inflasi global, sehingga kemudian memaksa terjadinya kebijakan pengetatan.

"Kondisi ini akan berdampak pada stabilitas sistem keuangan dan juga stabilitas dari sektor keuangan di seluruh dunia. Kita melihat sekarang adalah Capital outflow, kemudian dollar index yang meningkat serta tentunya suku bunga bank-bank sentral di negara maju yang sudah meningkat seiring dengan kenaikan inflasi," ujarnya.

Meskipun kondisi global dan ekonomi yang sekarang sangat dinamis dan tentu tidak mudah. Namun Indonesia pada kuartal kedua pertumbuhan ekonominya masih sangat baik, yaitu tumbuh di 5,4 persen.

"Ini juga didukung oleh kegiatan dari ekonomi domestik terutama konsumsi investasi, serta juga dari eksternal melalui permintaan ekspor kita," pungkasnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Mantap! APBN 2022 Surplus 7 Bulan Berturut-turut

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini surplus selama tujuh bulan berturut-turut, dan pada Juli 2022 surplus Rp 106,1 triliun. 

"Coba kita lihat tahun lalu pada bulan Juli kita sudah defisit Rp 336,7 triliun. Sekarang masih surplus Rp 106 triliun, itu pembalikan lebih dari Rp 340 triliun lebih hanya dalam waktu 12 bulan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Jumat (12/8/2022).

Enam+08:01Liputan6 Update: Harga Mi Instan Dikabarkan Bakal Naik 3 Kali Lipat Menkeu merinci, pendapatan negara diperoleh Rp 1.551 triliun dan belanja negara Rp 1.444,8 triliun. Pendapatan negara tumbuh 21,2 persen (year on year) dan belanja negara naik 13,7 persen (Year on year).

Adapun realisasi surplus ini setara 0,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Lebih lanjut Menkeu menjelaskan, sebetulnya APBN tahun 2022 didesain negatif atau defisit 4,5 persen dari GDP. 

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022. Ternyata, hingga posisi Juli APBN mencatatkan surplus, Menkeu pun bersyukur dengan kondisi tersebut.

"Ini hal yang cukup kita syukuri dan kita masih memiliki SiLPA Rp 302,8 triliun," ujar Menkeu.

Sama halnya dengan keseimbangan primer juga surplus Rp 316,1 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun lalu defisit alias negatif sebesar Rp 143,4 triliun, justru kondisi keseimbangan primer saat ini mengalami perbaikan Rp 450 triliun dalam waktu 12 bulan.

"Ini menggambarkan APBN kita menjadi relatif posisinya sehat atau kembali pulih kembali, sesudah bekerja sangat keras dan masih bekerja sangat keras sekarang melindungi dari shock harga-harga," jelas Menkeu.

Demikian, Menkeu mengatakan kinerja APBN yang sangat baik di semester I 2022 menjadi bekal untuk APBN sebagai shock absorber. 

"Pembayaran subsidi kompensasi yang akan dilakukan di semester II menjadi lebih bisa diamankan karena kita memiliki posisi yang relatif masih surplus," pungkas Menkeu.   

4 dari 4 halaman

Sejauh Apa APBN Bisa Beri Subsidi?

Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) tidak selamanya bisa menekan laju inflasi di Tanah Air. Hal tersebut diungkap oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara.

Ia menjelaskan, selama ini pemerintah menggunakan APBN untuk memberikan subsidi energi dan lainnya. Dengan adanya subsidi ini maka akan menahan laju inflasi dan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.

"Jadi kalau APBN bisa absorber ya kita lakukan tapi ini tidak boleh selamanya," kata Suahasil dalam Talkshow bertajuk: Laju Pemulihan RI Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global, Jakarta, Selasa, (9/8/2022).

Suahasil menjelaskan APBN menjadi syok absorber dengan batasan tertentu. Dalam batasan ini APBN tetap dijaga agar pelebaran defisitnya tidak bertambah, sebaliknya bisa terus ditekan.

"Ini harus dalam batasan yang baik dan ekonomi secara bertahap dibuka dan APBN disehatkan," kata dia.

Penyehatan APBN dilakukan dengan menurunkan intensitas penggunaanya. Pelebaran defisit harus kembali sesuai aturan dibawah 3 persen mulai tahun depan.

Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri kalau dalam waktu mendesak APBN harus kembali maju dan menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi di masa depan.

"Defisit APBN tinggi boleh tapi harus dalam situasi yang sangat kritis seperti tahun 2020 lalu," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.