Sukses

Ketahui Sebab Harga Keekonomian BBM Dipengaruhi Harga Minyak Mentah

Konsumsi BBM saat ini 1,6 juta bph, namun produksi minyak mentah yang diolah jadi BBM kurang dari 750 ribuan bph.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan perihal perhitungan harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM). Ini dikatakan tidak semata dengan melihat biaya produksi minyak di lapangan migas saja.

Patut diingat jika saat ini, tidak semua produksi minyak mentah nasional berasal dari lapangan migas Pertamina.

Namun, sebagian minyak mentah yang menjadi salah satu komponen untuk BBM merupakan bagian pemerintah, produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lainnya dan juga yang berasal dari pengadaan impor.

Pertamina selaku operator energi pemerintah harus membeli komponen harga BBM mengacu pada harga pasar. Itu sebabnya bila biaya produksi BBM akan meningkat seiring kenaikan harga minyak mentah global.

Komaidi mengingatkan jika Indonesia kini sudah menjadi net importir minyak. Kondisi berbeda dibandingkan pada era 80-90-an, Indonesia memang penghasil minyak cukup besar, yaitu mencapai 1,7 juta barel per hari (bph) dan anggota aktif Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Sedangkan konsumsi BBM domestik saat itu masih rendah, yaitu sekitar 300 ribuan bph.

“Namun sejak 2008 kita resmi keluar dari keanggotaan OPEC karena sudah menjadi net importir. Produksi dalam negeri tak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan yang pesat sehingga harus impor. Harga BBM saat ini mahal karena harga minyak mentahnya sedang tinggi,” kata Komaidi dalam diskusi dengan media secara virtual, Selasa (19/4/2022).

Sebelumnya muncul perbincangan di media sosial terkait tudingan jika harga jual Pertamax terlalu tinggi.

BBM dengan kadar oktan (RON) 92 itu tanpa pajak diklaim harga seharusnya Rp 3.772 per liter, jauh di bawah harga saat ini Rp 12.209 per liter.

Komaidi menilai, hal itu salah kaprah. Hal ini mengacu pada klaim pihak yang tidak paham yang menyebutkan bahwa produksi minyak mentah hanya Rp 1.772 per liter. Padahal harga internasional per Maret 2022 mencapai Rp 10.209 per liter.

“Asumsi harga minyak mentah USD 19,5 per barel itu cost production dari salah satu lapangan. Bukan harga jual minyak mentah. Acuannya sudah jelas, domestik itu ICP. Harga ICP Maret USD 113 per barel, jauh di atas asumsi dalam APBN 2022 yang USD 63 per barel,” ujarnya.

Menurut Komaidi, konsumsi BBM saat ini 1,6 juta bph, namun produksi minyak mentah yang diolah jadi BBM kurang dari 750 ribuan bph.

“Dari total produksi itu, kita hanya dapat sekitar 480 ribuan bph karena sebagian digunakan sebagai cost recovery, dikembalikan ke kontraktor sebagai bagi hasil,” ungkap dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hitungan Fair

Menurut Komaidi, perhitungan menyeluruh harga minyak internasional dan domestik akan lebih adil (fair) untuk mengetahui keekonomian harga BBM.

Biaya produksi hanya bagian dari harga jual. Ada komponen biaya lain yang sama seperti negara lain, salah satunya adalah harga minyak global, biaya pengolahan/ pengilangan, biaya distribusi serta transportasi, termasuk penyimpanan dan lain-lain. “Selain itu, ada pajak dan margin badan usaha,” ujarnya.

Doktor Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti itu menyebutkan komponen harga minyak mentah relatif sama karena harga internasional.

Namun komponen lainnya bisa berbeda tiap wilayah. Bahkan ada yang di satu negara berbeda-beda. Dia mencontohkan biaya pengilangan di Balongan dan Cilacap kompleksitas beda, konsekuensinya biaya juga beda. Pajak juga beda. Belum ditambah perbedaan pada biaya transportasi distribusi.

"Kalau mau fair kita hitung menyeluruh sekian persen acuan harga internasional dan domestik. Tapi bedanya tidak jauh. Misalnya domestik ICP. Itu kalau dibandingkan WTI, ICP lebih mahal karena kualitasnya di atas Brent,” katanya.

Komaidi mengungkapkan jika harga BBM sebesar Rp 14.300 per liter, untuk pengadaan minyak mentahnya saja bisa Rp 10.244 per liter.

Dalam kalkulasi Komaidi, satu barel minyak terdiri atas 159 liter, namun tak seluruh minyak mentah jadi BBM.

“Artinya, dari satu liter minyak mentah, yang jadi BBM hanya 0,85 liter. Sisanya residu, seperti aspal dan lain-lain. Satu barel minyak mentah rielnya jadi BBM 135 liter, bukan 159 liter,” katanya. 

3 dari 3 halaman

Bukan ke Komoditas, Subsidi BBM Lebih Pas Dikucurkan Langsung ke Individu

Pemerintah disarankan untuk memberikan subsidi energi seperti bahan bakar minyak (BBM) secara langsung ke masyarakat secara individu atau rumah tangga dibandingkan lewat komoditas. Subsidi yang diberikan bisa dalam bentuk kartu atau voucher.

Hal ini agar masyarakat bisa menggunakan subsidi yang diberikan pemerintah secara fleksibel dan guna menghindari pemberian subsidi tidak tepat sasaran.

"Bicara kesejahteraan, ketika diberi tunai masyarakat rumah tagngga bisa mengalokasikan uang dengan fleksibel jadi yang dibutuhkan dia beli dan pengaruh ke kesejahteraan," ujar Pakar Ekonomi Energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Ardiyanto Fitrady, saat diskusi dengan media secara virtual, Senin (18/4/2022).

Dia menilai apabila subsidi diberikan ke komoditas, potensi kebocoran sangat besar dan sulit dikendalikan.

Pemberian subsidi secara individu dinilai bisa dilakukan pemerintah dengan melihat perkembangan teknologi saat inii.

"Data kemiskinan sudah membaik dan itu semestinya lebih tepat sasaran. Lebih baik daripada subsidi diberikan ke komoditas dan bocor ke orang yang tidak jadi target subsidi," tambah dia.

Kalaupun subsidi memang harus diberikan ke komoditas, pemerintah harus menetapkan batasan. "Dengan begitu sisi keuangan pemerintah bisa menjaga alokasi budget-nya. Kalau ada yang bocor, harga berubah misalnya tidak akan sebesar dampaknya,” lanjutnya.

Menurut Ardiyanto, menaikan harga komoditi isunya sangat besar. Apalagi kaitannya dengan komoditi yang digunakan banyak orang, seperti bahan bakar minyak (BBM) maupun LPG.

Untuk itu, dia menyarankan, lebih baik pemerintah memebrikan subsidi langsung ke rumah tangga miskin.

Dia mengingatkan jika tujuan awal subsidi adalah mengurangi beban masyarakat miskin. Sedangkan masyarakat menengah ke atas tidak perlu dibantu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.