Sukses

DPR Bakal Bahas RUU Sektor Keuangan Agustus 2021

RUU sektor keuangan ini banyak dipertanyakan karena masuk dalam Prolegnas 2021.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fathan Subchi mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law sektor keuangan akan dilakukan pada masa sidang Agustus dan September 2021. RUU ini banyak dipertanyakan karena masuk dalam Prolegnas 2021.

"Sebelum masa reses ada dua yang akan kita selesaikan, di Mei-Juni, Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Kemudian, Ketentuan Umum Perpajakan. Lalu Agustus-September, RUU Omnibus Law Sektor Keuangan," katanya, Jakarta, Senin (19/4/2021).

Terkait RUU Omnibus Law Sektor Keuangan, DPR masih melakukan penjajakan dan dengar pendapat dengan berbagai pihak. Termasuk dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan serta Lembaga Penjamin Simpanan.

"Saya masih belum terima draft resmi dari DPR. Kami masih melakukan FGD dan menerima masukan. Bersama LPS ada 3 kali melakukan FGD. Selain itu juga pernah dengan BI dan OJK," kata Fathan.

RUU Sektor Keuangan menjadi ramai diperbincangkan, karena dikabarkan terdapat aturan mengenai campur tangan Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dalam penunjukan anggota Dewan Pengawas Bank Indonesia dan Dewan Pengawas Otoritas Jasa Keuangan serta berbagai kebijakannya.

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mempertanyakan urgensi rencana membentuk Undang-Undang sektor Keuangan. Pasalnya, independensi Bank Indonesia (BI) sangat berpengaruh untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

“Dengan independensi BI yang mulai efektif di 2004, pertumbuhan ekonomi cenderung relatif lebih stabil dan terjaga. Ini menunjukan respon BI sebagai otoritas moneter yang independen juga menjadi salah satu kebijakan yang tepat,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dibandingkan dengan Krisis 1998

Dengan independensi BI, setiap kebijakan moneter akan terakselerasi dengan maksimal yang tentu mendukung penguatan ekonomi nasional.

Dia membandingkan kondisi ekonomi sejak tahun 1998 saat BI belum independen dengan tahun 2008 maupun 2021 saat independensi BI mulai berjalan.

“Terindikasi inflasi saat krisis 1998 tingkat harga melonjak 82 persen sedangkan 2008 terjadi kepanikan global (inflasi) sempat 12,1 persen. Namun di 2021 cukup rendah di 1,38 persen,” kata Josua.

Selain itu, adanya independensi Bank Indonesia serta sinergi yang kuat antar regulator juga membuat kinerja sektor keuangan khususnya perbankan terjaga. Contohnya tingkat risiko kredit perbankan terjaga di 2021 di kisaran 3 persen.

"Namun saat independensi BI terkekang oleh dewan moneter saat 1998, NPL perbankan sempat membengkak ke level diatas 20 persen," tandas Josua.

 

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.