Sukses

HEADLINE: Pejabat Pajak Terseret Dugaan Suap, Pengkhianatan yang Terus Berulang?

KPK mengungkap dugaan suap pajak yang melibatkan pejabat dan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menggelar konferensi pers pada Rabu 3 Maret 2021 siang. Kepada para wartawan, dirinya mengaku merasa dikhianati.

Bagaimana tidak, di tengah upayanya mereformasi perpajakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba mengungkap kasus dugaan suap oleh pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Memang, sebelumnya pada Selasa, 2 Maret 2021, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya tengah melakukan penyidikan baru terkait kasus dugaan suap pajak di Ditjen Pajak.

Namun KPK belum menetapkan pihak yang akan dijerat untuk dimintai pertanggungjawaban atas kasus dengan nilai suap yang mencapai puluhan miliar rupiah ini. 

"Kami sedang penyidikan betul. Tapi tersangkanya nanti, dalam proses penyidikan itu kan mencari alat bukti untuk menetapkan tersangka, ini yang sedang kami lakukan," ujar Alex di Gedung KPK.

Adapun modus rasuah kasus ini sama seperti kasus perpajakan lainnya, yakni pejabat pajak menerima sejumlah uang dari wajib pajak. Penerimaan uang dilakukan nilai pembayaran pajak menjadi lebih rendah.

Dalam kasus ini tim penyidik sudah menggeledah beberapa lokasi demi mencari barang bukti. Penggeledahan dan penanganan kasus ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu dan Ditjen Pajak Kemenkeu.

"Ini kita sinergi. Jadi satu sisi kita tangani suapnya, nanti teman-teman Itjen dan Ditjen Pajak itu akan melakukan pemeriksaan ulang terhadap wajib pajak yang dalam pemeriksaan awal itu yang mengandung suap tadi, supaya ditentukan (nilai) pajak yang bener berapa. Kalau memang bener ada kekurangan pajak dendanya itu kan 200 persen," jelas dia.

Meski belum secara gamblang mengungkap pegawai Ditjen Pajak yang terlibat dugaan suap, KPK telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencekal ke luar negeri Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Angin Prayitno Aji.

Berdasarkan sumber internal di Kementerian Hukum dan HAM, Angin dicegah ke luar negeri sejak 8 Februari 2021 hingga 5 Agustus 2021. Dalam data disebutkan pencegahan dilakukan karena korupsi. "Korupsi" tertulis dalam data 'reason' atau alasan pencegahan, dikutip Liputan6.com.

Alex pun tak membantah kabar tersebut. Dia mengatakan ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka, pasti akan dicegah ke luar negeri. "Umumnya sejak tersangka ditetapkan ya kita cegah ke luar negeri," kata Alex.

Bahkan, nama Angin Prayitno sudah dihapus dari jajaran pejabat di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Selain Angin, Ditjen Imigrasi Kemenkumham juga mencegah 5 orang lain. Kelima orang tersebut yaitu DR, RAR, AIM, VL, dan AS. Mereka dicegah karena alasan korupsi.

"Dua orang ASN atas nama inisial APA dan DR, serta 4 orang lainnya yaitu RAR, AIM, VL, dan AS, dicegah karena alasan korupsi. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan mulai 8 Februari 2021 sampai dengan 5 Agustus 2021," ujar Kabag Humas dan Umum Dirjen Imigrasi Arya Pradhana Anggakara dalam keterangan resminya.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Sri Mulyani Bicara Pengkhianatan

Selang sehari usai KPK mengungkap kasus suap pajak ini, Sri Mulyani langsung angkat bicara. Melalui konferensi pers pada Rabu 3 Maret 2021, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan jika dugaan suap yang melibatkan pegawai Ditjen Pajak terjadi pada awal 2020. Aksi korupsi ini kemudian ditindaklanjuti unit kepatuhan internal kementerian keuangan dan KPK.

Dia bahkan geram dan menyebut jika aksi suap merupakan bentuk pengkhianatan di tengah upaya seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan yang tengah terus berfokus menghimpun penerimaan negara. Apalagi pajak adalah tulang punggung dari penerimaan negara.

"Dugaan suap yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak ini jelas merupakan pengkhianatan dan telah melukai perasaan dari seluruh pegawai baik di Direktorat Jenderal Pajak maupun seluruh jajaran kementerian keuangan di seluruh Indonesia," tegas Sri Mulyani.

"Dalam kondisi di mana kita sedang menghadapi Covid-19 dan jelas kita membutuhkan dan terus menjaga agar pemulihan ekonomi terjadi dan penerimaan negara terus diupayakan sehingga kita mampu mendukung masyarakat di dalam menghadapi covid," tegas dia.

Pegawai Ditjen Pajak yang diduga terlibat suap telah dibebastugaskan dari jabatannya. Hal tersebut dilakukan agar memudahkan proses penyidikan oleh KPK.

Sri Mulyani menegaskan jika tidak ada toleransi terhadap tindakan-tindakan korupsi serta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seluruh atau oleh siapapun di lingkungan pegawai Kemenkeu.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Neilmaldrin Noor, mengatakan jika saaat ini pihaknya, menunggu proses penyidikan yang dilakukan KPK.

"Sementara ini, kami menunggu berjalannya proses penyidikan oleh teman-teman KPK," kata Neil saat dihubungi Liputan6.com.

Hal senada disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo. "Itu kewenangan penyidik, nanti mendahului penyidik. Biar KPK yang menyampaikan, mudah-mudahan segera dirilis," tutur dia.

3 dari 5 halaman

Suap Hilangkan Kepercayaan?

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Misbakhun, menilai kasus suap pajak ini jadi momentum menilai kembali kinerja para pejabat negara secara lebih menyeluruh. Salah satunya Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

Khususnya dalam kaitan pengawasan terhadap direktorat jenderal yang berada dalam rentang kendali Kementerian Keuangan, termasuk Direktorat Jenderal Pajak.

Sri Mulyani diminta juga tetap menyiapkan mitigas risiko dari kasus suap pajak ini. "Karena dampak dan risiko organisasi tetap ada di Kementerian Keuangan," ujar Misbakhun kepada Liputan6.com.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji, berpendapat kasus suap di lingkungan Ditjen Pajak tidak akan menurunkan kepercayaan masyarakat.

Selama beberapa tahun terakhir, terdapat berbagai pembenahan dari sisi hulu hingga hilir sektor pajak yang mencakup aspek kebijakan, hukum, dan administrasi.

Sebagai contoh upaya membangun sistem IT dalam hal administrasi, kebijakan yang partisipatif dan terbuka, implementasi compliance risk management yang berbasis profil kepatuhan wajib pajak, adanya pengawasan internal dan eksternal, dan sebagainya.

“Agenda reformasi pajak juga turut mencakup pilar SDM dan organisasi dalam rangka mewujudkan SDM yang profesional dan berintegritas,” katanya.

Menurutnya berbagai pembenahan di atas serta sikap ketegasan Kemenkeu yang tidak mentolerir pelanggaran akan menciptakan kepercayaan masyarakat.

“Dengan demikian, dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh terhadap kepercayaan serta perilaku kepatuhan,” tegas dia.   

Hal senada diungkapkan Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah. Sekalipun dugaan suap pajak tersebut benar, hal ini tidak menjadikan reformasi perpajakan gagal. Menurutnya temuan KPK itu, justru harus menjadi peringatan agar reformasi perpajakan itu ditingkatkan.

"Kalaupun dugaan ini benar. Itu tidak menjadikan reformasi perpajakan gagal," kata Piter saat dihubungi Merdeka.com.

Dia mengatakan, ukuran kegagalan tidak bisa menggeneralisir dari satu kasus. Apalagi, di instansi yang sangat bersih pun dia meyakini masih ada 'tikus liar'.

"Kita harus mengapresiasi Kemenkeu khususnya DJP yang sudah melakukan reformasi begitu baik sehingga kita bisa memiliki DJP yang seperti sekarang ini. Jangan Kita justru menurunkan kembali semangat mereka yang sudah baik," jelas dia.

Meski demikian, Piter Abdullah menilai kasus suap memang permainan biasa terjadi di DJP. Hanya saja, dalam kacamatanya semenjak dilakukan reformasi DJP kasus tersebut jarang terjadi, bahkan sudah relatif bersih.

"Tapi memang godaannya tetap besar (sekali)," kata Piter saat dihubungi Merdeka.com.

Dia mencontohkan, jika wajib pajak perusahaan besar yang punya kewajiban pajak mencapai ratusan miliar, pasti mereka ingin bayar pajaknya dikurangi atau bahkan dibebaskan. Maka tak heran, mereka wajib pajak melakukan aksi suap ke petugas.

"Kalau dulu ini sangat sering terjadi. Tapi kalau sekarang saya tidak yakin masih ada kejadian seperti itu. Petugas pajak tentunya paham kalau mereka sangat disorot," jelas dia.

4 dari 5 halaman

Sanksi PNS Terlibat Suap

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pun angkat bicara, meski sejauh ini lembaga tersebut belum mendapat informasi pasti dari kasus suap pajak di lingkungan Ditjen Pajak.

Ketua KASN Agus Pramusinto memastikan, semua PNS korupsi secara normatif jelas akan dicopot dari statusnya.

Hukuman ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yakni di Pasal 87 ayat (4) huruf b: dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

"Prinsipnya apabila ASN terbukti melakukan tindak pidana korupsi sanksi administratifnya adalah pemberhentian dengan tidak hormat," terang Agus kepada Liputan6.com.

Selama proses pengadilan berlangsung, Agus menambahkan, PNS korupsi tersebut akan dibebaskan sementara sebagai ASN karena yang bersangkutan ditahan.

"Dan apabila yang bersangkutan menduduki jabatan, sudah pasti dibebaskan dari jabatan ASN," tegas Agus.

Dengan pencopotan ini, PNS korupsi tersebut juga akan hilang semua haknya sebagai seorang abdi negara. Termasuk uang pesangon atas masa baktinya selama jadi PNS.

"Yang bersangkutan diberhentikan dengan tidak hormat. Artinya hilang semua haknya," tukas Agus.

Sementara itu, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Ajib Hamdani meminta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk kembali meningkatkan pengawasan ketat di lingkungan DJP. Hal ini dilakukan agar kasus suap tidak terjadi lagi.

"Kalau saya melihatnya, Kemenkeu, terkhusus DJP, harus meningkatkan pengawasannya dan memberi sanksi tegas agar tidak lagi terjadi hal seperti ini di masa depan," kata Ajib.

Dia pun memahami akibat ulah segelintir oknum, prestasi dan kinerja baik puluhan ribu petugas pajak lainnya menjadi ternafikan. Atas dasar itu, pengawasan ketat wajib dilakukan, baik di dalam maupun yang ada di lapangan.

Di sisi lain, dia tak menampik jika ada kongkalikong antara wajib pajak dan petugas di lapangan. Namun tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Karena itu kembali kepada itikad baik dari masing-masing, baik petugas maupun para wajib pajak.

"Masalah kongkalikongnya kembali kepada itikad para personal yang terlibat, baik Wajib Pajak, maupun petugas pajaknya," jelasnya.

5 dari 5 halaman

Daftar Skandal Korupsi di Ditjen Pajak

Terungkapnya skandal suap kali ini, membuka kembali tabir kasus sebelumnya. Dirangkum Liputan6.com, telah ada beberapa kasus suap pegawai Ditjen Pajak dalam beberapa tahun. 

Pada 2017, Majelis hakim Tipikor menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan kepada mantan pejabat Ditjen Pajak Handang Soekarno.

"Menyatakan, terdakwa Handang Soekarno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi dan dihukum 10 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan ditetapkan tetap dalam tahanan," kata Hakim ketua Franky Tambuwun di PN Tipikor, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Saat itu, Handang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi sewaktu menjabat sebagai Kasubdit Bukti Permulaan pada Ditjen Pajak.

Dalam putusan, Handang terbukti menerima suap dari Ramapanicker Rajamohanan Nair selaku Dirut PT EK Prima Ekspor Indonesia sebesar US$ 148.500 atau senilai Rp 1,9 miliar.

Namun, vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang meminta Handang dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.

 

Pada 2017 juga, Kejaksaan Agung menahan pegawai pajak KPP Madya Gambir berinisial AP dan mantan pegawai pajak KPP Madya Jakarta Selatan berinisial JJ. Keduanya diduga terlibat menerima suap Rp 14 miliar kasus penjualan faktur pajak.

Paling menghebohkan, korupsi yang dilakukan Gayus Tambunan. Dia menjadi sosok yang sangat populer di 2010-2011. Pria bernama lengkap Gayus Halomoan Partahanan Tambunan itu harus meringkuk hingga 30 tahun di penjara.

Gayus tercatat sudah 4 kali berurusan dengan hukum. Ini antara lain, perkara menerima suap, gratifikasi, pencucian uang, dan melakukan penyuapan, Gayus divonis 8 tahun penjara.

Kemudian perkara pemalsuan paspor, Gayus divonis 2 tahun penjara. Serta dia terbukti bersalah menerima suap saat menangani perkara keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal, menyuap Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Muhtadi Asnun sebesar USD 30 ribu dan USD 10 ribu untuk hakim anggota, menyuap penyidik polisi Arafat Enanie dan Sri Sumartini masing-masing USD 2.500 dan USD 3.500. Gayus pun divonis 12 tahun penjara.

Terakhir, Gayus juga divonis 8 tahun penjara karena melakukan penggelapan pajak terhadap PT Megah Citra Raya.

Libatkan Masyarakat

Tak mau kasus suap seperti ini terus terulang, Sri Mulyani pun meminta bantuan masyarakat untuk memantau proses pelaporan/penerimaan pajak, yang kini tengah tercoreng akibat kasus suap yang menimpa pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Masyarakat bisa bantu melaporkan kasus dugaan suap pajak oleh staf/jajaran Kementerian Keuangan melalui aplikasi Whistleblowing System (Wise) yang beralamatkan di wise.kemenkeu.go.id.

Selain itu, tersedia pula saluran pelaporan melalui surat elektronik yang bisa ditujukan kepada alamat pengaduan @pajak.go.id. "Para wajib pajak juga bisa adukan melalui saluran telepon, Kring Pajak 1500200," kata Sri Mulyani.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.