Sukses

PGAS Terkena Sengketa Pajak Rp 3,06 Triliun

Manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk memberikan penjelasan kepada bursa mengenai sengketa pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas transaksi tahun pajak 2012 dan 2013.

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) merosot 6,95 persen di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat pada Senin, (4/1/2021). Hal ini seiring ada masalah sengketa pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Saham PGAS melemah 6,95 persen ke posisi Rp 1.540 per saham. Saham PGAS berada di level tertinggi 1.585 dan terendah 1.540 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 77.844 kali dengan volume perdagangan 7,91 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 1,2 triliun.

Adapun pada keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), 30 Desember 2020, manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memberikan penjelasan kepada bursa mengenai sengketa pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas transaksi tahun pajak 2012 dan 2013.

Mengutip keterbukaan informasi ke BEI,   dampak dari putusan MA terkait permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), perseroan berpotensi kewajiban membayar pokok sengketa sebesar Rp 3,06 triliun. Namun, perseroan belum menerima salinan putusan MA sesuai prosedur yang ditetapkan dalam UU Mahkamah Agung.

"Perseroan memiliki potensi kewajiban membayar pokok sengketa sebesar Rp 3,06 triliun ditambah potensi denda. Namun demikian, perseroan tetap berupaya menempuh upaya-upaya hukum yang masih memungkinkan untuk memitigasi putusan MA tersebut," tulis Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk, Rachmat Hutama.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PGN Ajukan Permohonan kepada DJP

Oleh karena itu, perseroan akan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderak Pajak (DJP) terkait penagihan pajak agar dilakukan setelah upaya hukum terakhir sesuai peraturan perundang-undangan dengan pembayaran melalui diangsur/cicilan dan mekanisme lainnya.

Dengan demikian, perseroan dapat mengatasi kesulitan keuangan. Perseroan juga dapat melaksanakan bisnis ke depannya dengan termasuk menjalankan penugasan pemerintah.

Pada laporan keuangan per 30 September 2020, perseroan belum membukukan dan membentuk pencadangan atas nilai sengketa .

Hal ini lantaran pada saat penyusunan laporan itu, perseroan masih memiliki keyakinan perseroan dapat memenangkan perkara yang disengketakan atas dasar pertimbangan pengadilan pajak telah mengabulkan seluruh permohonan perseroan yang didukung dengan penegasan Direktorat Jenderal Pajak melalui:

a.Surat DJP Nomor:S-470/WPJ.19/KP.0307/2009 pada 19 Agustus 2009 yang menegaskan gas bumi yang dijual perseroan merupakan barang hasil pertaimbangan yang tidak dikenai PPN.

b.Surat DJP Nomor:S-2/PJ.02/2020 pada 15 Januari 2020 yang menegaskan kegiatan mengalirkan gas bumi dalam rangka penjualan gas bumi kepada pelanggan merupakan satu kesatuan kegiatan menyerahkan gas bumi yang tidak dikenai PPN.

c.Tagihan pajak atas sengketa yang sama untuk periode 2014-2017 telah dihapus oleh DJP.

3 dari 3 halaman

PGN Sedang Evaluasi

Perseroan memperoleh informasi ada putusan PK melalui website MA pada 18 Desember 2020 setelah laporan keuangan perseroan per 30 September 2020 disampaikan ke OJK.

“Saat ini perseroan sedang mengevaluasi dan menyiapkan upaya hukum yang akan ditempuh yang pelaksanaannya akan dilakukan setelah menerima Salinan Putusan PK secara resmi sesuai prosedur yang ditetapkan UU Mahkamah Agung,”tulis Rachmat.

Selain itu, perseroan juga memiliki sengketa pajak dengan pokok perkara yang sama yaitu perbedaan penafsiran ketentuan PMK terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi untuk periode 2014-2017. DJP menerbitkan 48 SKPKB dengan nilai Rp 3,82 triliun.

Perseroan telah mengajukan upaya keberatan kepada DJP atas penerbitan 48 SKPKB periode 2014-2017 dengan hasil DJP mengabulkan seluruh permohonan keberatan perseroan dan membatalkan tagihan senilai Rp 3,82 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.