Sukses

Angkasa Pura II Larang Karyawan Terima Gratifikasi Natal dan Tahun Baru

Angkasa Pura II dengan tegas menyatakan bahwa karyawan AP II wajib menolak dan dilarang menerima gratifikasi yang berasal dari mitra, penyedia, atau pihak ketiga.

Liputan6.com, Jakarta - PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II menginformasikan bahwa seluruh karyawan dilarang menerima gratifikasi terkait dengan momen hari raya keagamaan, termasuk Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 (Nataru).

President Director AP II, Muhammad Awaluddin, mengatakan kewajiban menolak gratifikasi ini merupakan upaya perseroan menjaga tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) serta mengutamakan prinsip anti korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Pelarangan menerima gratifikasi juga merupakan bagian dari upaya kami dalam menjaga dan membangun integritas karyawan," jelas Muhammad Awaluddin dalam pernyataannya, Sabtu 26/12).

Adapun pelarangan menerima gratifikasi ini diperkuat PT Angkasa Pura II dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor EDR.01.04/00/12/2020/0085 tentang Larangan Menerima Gratifikasi Menjelang Hari Raya Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Di mana ini menindaklanjuti Surat Edaran KPK Nomor 14 Tahun 2020 tentang Pengendalian Gratifikasi Terkait Momen Hari Raya.

Melalui surat edaran tersebut, kata Awaluddin, AP II dengan tegas menyatakan bahwa karyawan AP II wajib menolak dan dilarang menerima gratifikasi yang berasal dari mitra, penyedia, atau pihak ketiga.

Diantaranya berupa uang, voucher barang, parcel/bingkisan fasilitas dan/atau bentuk pemberian lainnya yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Apabila karyawan dalam kondisi tertentu tidak dapat langsung menolak pemberian gratifikasi, maka wajib melaporkan penerimaan tersebut kepada unit terkait di internal perusahaan. Begitu juga jika karyawan menerima makanan dalam batas kewajaran, maka dapat disalurkan ke pihak yang lebih membutuhkan dan juga melaporkan penerimaannya.

"Setiap karyawan yang menerima gratifikasi dan tidak melaporkan sejak tanggal penerimaan maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan di perusahaan dan berpotensi dikenakan tindak pidana suap sesuai ketentuan yang berlaku," ucapnya.

Melalui surat edaran tersebut, AP II juga menginformasikan dan menegaskan bahwa mitra, penyedia atau pihak ketiga dilarang memberikan gratifikasi berupa uang, voucher, barang, parcel/bingkisan, fasilitas dan/atau bentuk pemberian lainnya yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Adapun upaya lain PT Angkasa Pura II dalam mencegah praktik korupsi adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen Anti Suap (SMAP) yang telah mendapat sertifikat ISO 3007:2016.

Selain itu, PT Angkasa Pura II juga sudah menandatangani perjanjian kerja sama dengan KPK tentang Penanganan Pengaduan Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, untuk memperkuat penerapan whistleblowing system di PT Angkasa Pura II.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ogah Antre Panjang di Pos Pemeriksaan Kesehatan Bandara Soetta, Pakai Cara Ini

Maksimalkan pemeriksaan kesehatan penumpang, pengelola Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta), imbau calon penumpang untuk menggunakan e-HAC atau Kartu Kewaspadaan Kesehatan Elektronik.

Selain memperingkas pemeriksaan atau validasi yang diklaim hanya butuh waktu beberapa detik saja, e-HAC ini juga untuk mengantisipasi membludaknya antrean di pos pemeriksaan kesehatan.

"Kami imbau kepada penumpang untuk mengisi e-HAC karena proses validasinya sangat cepat hanya sekitar 5 detik, sehingga bisa memangkas waktu antrean," ujar Direktur Operasional dan Pelayanan PT Angkasa Pura II, Muhammad Wasid, Sabtu(26/12/2020).

Agar lebih mempermudah perjalaan lagi, Wasid mengimbau, penumpang mengisi e-HAC sejak di bandara asal, agar saat tiba di bandara Soetta tidak memakan waktu lama di terminal kedatangan. Hal ini juga bertujuan agar tidak ada kerumunan di tempat pemeriksaan kesehatan sehingga meminimalisir penularan Covid-19.

"Saat ini e-HAC adalah solusi yang tepat untuk mengurangi waktu antrian di pos pemeriksaan kesehatan, prosesnya juga cepat dibanding HAC manual yaitu hanya dalam hitungan detik," ujarnya.

Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan bandara lain dibawah naungan Angkasa Pura II dan Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kemenhub, terkait e-HAC penumpang yang akan kembali melalui Bandara Soetta.

Dengan cara tersebut, penumpang tidak perlu menunggu waktu lama di terminal kedatangan dan bisa langsung meninggalkan bandara Soekarno-Hatta. (Pramita Tristiawati) 

3 dari 4 halaman

Ternyata, 60 Persen Antrean Rapid Test Antigen di Bandara Soetta Bukan Penumpang Pesawat

Penumpukan peminat rapid test antigen dan PCR tes di Bandara Soekarno Hatta, ternyata bukan hanya untuk kepentingan penerbangan saja.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menemukan, bila adanya antrean masyarakat yang hendak rapid test antigen di Bandara Soekarno-Hatta, pada Senin (21/12/2020) lalu, disebut tak hanya berasal dari calon penumpang pesawat.

"Jadi keterangan yang saya dapatkan dari Pak Dirut APII, bahwa banyak masyarakat yang bukan calon penumpang pesawat melakukan rapid test antigen di Bandara Soetta," kata Tulus saat ditemui di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Rabu (23/12/2020).

Tulus mengungkapkan, dari data yang dia dapatkan, sebanyak 60 persen masyarakat yang melakukan rapid test antigen di Bandara Soetta bukan merupakan penumpang pesawat terbang, khususnya di Bandara Soetta.

"Rata-rata mereka adalah penumpang kapal laut dan kereta api yang juga harus menyertakan rapid test antigen," ungkap Tulus.

Hal tersebut kata Tulus terjadi lantaran tak adanya fasilitas untuk melakukan rapid test antigen di pelabuhan ataupun stasiun. Lalu, faktor lainnya adalah, masyarakat juga berbondong-bondong melakukan rapid test di Bandara Soetta lantaran harganya yang murah.

"Di Bandara Soetta hanya Rp 200ribu, sementara di rumah sakit harganya jauh lebih mahal," tuturnya.

Bahkan, Tulus juga mengatakan, bukan hanya rapid test antigen yang harganya terbilang cukup murah, untuk test COVID-19 lain pun masyarakat akan lebih memilih melakukan tes di Bandara Soetta.

"Misalnya saya kemarin, sempat rapid test antibodi di Bandara Soetta hanya Rp. 85ribu, tapi memang kalau untuk sengaja datang kesini tapi tidak untuk naik pesawat sebenarnya costnya sama saja," ujar Tulus.

Tulus menjelaskan, adanya antrean rapid test antigen yang cukup panjang di Bandara Soetta lantaran adanya kepanikan masyarakat akan aturan pemerintah yang mendadak.

"Sehingga menimbulkan panic policy, masyarakat panik dan akhirnya berbondong-bondong melakukan rapid test di hari yang sama," ungkapnya.

Tulus menilai, sejak awal pandemi COVID-19 terjadi, Pemerintah memang tidak konsisten dalam membuat kebijakan untuk menghadapi COVID-19 hingga mmebuat masyarakat bingung.

"Hal ini tentunya menimbulkan kekacauan di lapangan itu menjadi masalah serius karena bisa menimbulkan klaster baru, khususnya di Bandara Soetta," jelasnya. (Pramita Tristiawati)  

4 dari 4 halaman

Infografis Yuk Kenali 4 Risiko Mobilitas Saat Liburan untuk Cegah Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.