Sukses

Pengusaha SPBU Minta Rencana Penghapusan BBM Premium Dipercepat

Hiswana Migas mendukung rencana Pemerintah terkait penghapusan BBM Premium pada 1 Januari 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas)‎ mendukung rencana Pemerintah terkait penghapusan BBM Premium pada 1 Januari 2021.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hiswana Migas wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Juan Tarigan mengatakan, pengusaha akan mendukung keputusan Pemerintah bahkan pihaknya mengusulkan tak masalah jika penghapusan BBM dipercepat bulan depan (Desember 2020).

“Posisi kami tidak dalam posisi sepakat atau tidak, karena tugas kami adalah menjalankan tugas menyalurkan BBM/LPG ke masyarakat,” kata Juan kepada Liputan6.com, Selasa (17/11/2020).

Menurutnya jika pemerintah sebagai regulator menghapus premium, maka sudah menjadi kewajiban para pengusaha untuk menjalankan adapun dari sisi bisnis tidak ada kendala atau masalah.

Ia pun tak mempermasalahkan waktu penghapusan BBM Premium, adapun masalah waktu tepat atau tidak BBM premium di hapus 1 Januari 2020, tentunya pemerintah sudah mempertimbangkan secara matang.

“Di sisi kami selaku pelaku bisnis tidak ada masalah atau kendala seandainya dilaksanakan bulan depan juga,” ujarnya.

Namun, untuk saat ini para pengusaha Hiswana Migas belum mendapatkan informasi resmi maupun sosialisasi terkait penghapusan BBM Premium.

“Sehingga ketersediaan BBM Premium masih kami lakukan,” pungkasnya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengamat soal Penghapusan BBM Premium: Tak Ada Lagi Lahan bagi Mafia Migas

Pemerintah disebut kembali wacanakan penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium (RON-88) secara bertahap, yang akan dimulai pada 1 Januari 2021.

Wacana ini disambut baik Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi. Menurutnya, rencana ini sudah tepat. Sebab, premium termasuk jenis BBM beroktan rendah yang menghasilkan gas buang dari knalpot kendaraan bermotor dengan emisi tinggi. Dimana ini membahayakan bagi kesehatan masyarakat.

Selain beremisi tinggi, pengadaan impor BBM Premium berpotensi memicu moral hazard bagi Mafia Migas berburu rente. Fahmy menyebutkan, sejak beberapa tahun lalu, BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar internasional. Sehingga tidak ada harga patokan.

“Tidak adanya harga patokan bagi BBM Premium berpotensi memicu praktek mark-up harga, yang menjadi lahan bagi Mafia Migas untuk berburu rente,” kata Fahmy dalam keterangannya, Senin (16/11/2020).

Meski begitu, Fahmy menyadari bahwa penghapusan BBM premium pada masa Pandemi Covid-19 akan semakin memperberat beban masyarakat. Dimana konsumen harus migrasi ke Pertamax yang harganya lebih mahal. Apalagi, masyarakat pengguna BBM Premium merupakan konsumen terbesar kedua setelah konsumen Pertalite.

Untuk meringankan beban masyarakat, Fahmy menilai penghapusan BBM di bawah RON-91 seperti Premium harus disertai dengan penurunan harga Pertamax RON-92.

“Bagi Pertamina, sesungguhnya masih ada ruang untuk menurunkan harga BBM Pertamax. Pasalnya, trend harga harga minyak dunia masih cenderung rendah, rata-rata di bawah USD 40 per barrel dan ICP (Indonesia Crude Price) ditetapkan sebesar USD 40 per barrel,” kata Fahmy. 

3 dari 3 halaman

Kata Pertamina

Sebelumnya, Pjs VP Corporate Communication Pertamina, Heppy Wulansari menjelaskan, Pertamina berkomitmen terus mengedukasi konsumen untuk menggunakan BBM ramah lingkungan. Hal ini salah satunya dilakukan melalui program langit biru.

"Pertamina berkomitmen mendorong penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi, karena selain baik bagi lingkungan juga akan berdampak positif untuk mesin kendaraan dan udara yang lebih bersih," ujar Heppy.

Happy menjelaskan, Program Langit Biru dilakukan Pertamina atas dukungan pemerintah daerah dan kementerian KLHK untuk menjawab tuntutan dan agenda global. Hal ini dalam rangka mengurangi kadar emisi gas buang kendaraan bermotor. Sejalan dengan Paris Agreement yang menetapkan reduksi emisi karbon dioksida efektif yang mulai berlaku pada tahun 2020.

"Untuk tahun mendatang, Program Langit Biru diharapkan akan dapat diterapkan lebih luas sehingga kualitas udara di Indonesia bisa lebih baik,” tandasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.