Sukses

Subsidi Gaji Pegawai Maskapai Dinilai Lebih Pas dibanding Hapus Airport Tax

Kebijakan subsisi airport tax oleh Kemenhub dinilai kontradiktif dalam mengurangi penyebaran Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, menganggap kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemnhub) memberikan subsidi biaya Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax kepada penumpang angkutan udara, dinilai tidak tepat.

Hal ini dikarenakan kebijakan ini bertolak belakang dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Dia menilai, jika ingin membantu maskapai di tengah pandemi, ada cara lain.

“Kalau mau bantu beban operasional maskapai dan karyawan harusnya ada bantuan subsidi gaji itu jauh lebih bermanfaat untuk cegah PHK massal,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Minggu (25/10/2020).

Bhima juga menyarankan agar kasus positif harus diturunkan secara signifikan, sehingga dengan sendirinya konsumen atau pelancong akan memakai jasa penerbangan.

“Logikanya kurang masuk ketika wabah Covid-19 masih tinggi dengan kasus harian diatas 3.000-4.000 kasus namun diskon penerbangan diberikan. Mobilitas masyarakat untuk bepergian pun masih rendah karena belum yakin pada penanganan Covid-19,” ujarnya.

Seharusnya, lanjut dia, kasus pandemi Covid-19 diturunkan dulu angka penularannya secara kontinu dan konsisten, baru setelah itu ada pemulihan sektor pariwisata dan penerbangan udara, seperti subsidi airport tax tersebut.

“Jangan dibolak-balik kasih diskon tapi masih antisipasi penyebaran Covid-19,” imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Subsisi Airport Tax

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto menyatakan, stimulus ini diharapkan bisa memberikan keringanan bagi penumpang untuk bepergian yang akhirnya akan membangkitkan industri lain seperti pariwisata, UMKM dan lainnya.

Adapun, kebijakan ini akan berlaku efektif 23 Oktober 2020 hingga 31 Desember 2020, serta berlaku untuk rute domestik saja.

Kemudian, hanya penumpang yang berangkat dari 13 bandara saja yang mendapatkan keringanan ini. Bandara tersebut ialah Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang (CGK), Hang Nadim, Batam (BTH), Kualanamu, Deli Serdang (KNO), I Gusti Ngurah Rai, Denpasar (DPS).

Lalu Bandara Yogyakarta Internasional, Kulon Progo (YIA), Halim Perdanakusuma, Jakarta (HLP), Internasional Lombok, Praya (LOP), Jenderal Ahmad Yani, Semarang (SRG), Sam Ratulangi, Manado (MDC), Komodo, Labuan Bajo (LBJ), Silangit (DTB), Blimbingsari, Banyuwangi (BWX), Adi Sucipto, Yogyakarta (JOG).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.