Sukses

Intip Prediksi Harga Emas Jelang Pemilu AS

Harga emas yang berada di level USD 1.900 per ons dinilai dapat sedikit memberikan ketenangan.

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas yang berada di level USD 1.900 per ons dinilai dapat sedikit memberikan ketenangan. Setidaknya sebelum nantinya terkoyak pada saat pemilihan presiden AS pada 3 November 2020 mendatang.

Pasalnya, AS sangat terpolarisasi selama pemilihan ini. Disisi lain, ada pertanyaan yang membayangi apakah Trump akan menerima dan mengakui hasilnya jika rivalnya, Biden menang.

"Ketidakpastian seputar pemilu adalah masalah. Jika Anda tidak mempercayai sistem pemilu, itu adalah masalah," kata Grady. Dikhawatirkan, hal tersebut dapat memicu konflik atau kerusuhan sipil.

"Ketidakpastian tetap menjadi semboyan di pasar. Fakta bahwa harga emas belum benar-benar bergerak dan masih dengan mantap memperdagangkan kisaran dalam dolar mencerminkan keengganan pelaku pasar untuk mengambil posisi agresif menjelang hasil pemilu (dalam pandangan kami, setidaknya, hasil pemilu akan bullish untuk emas, bagaimanapun),” kata kepala analisis pasar StoneX untuk EMEA dan kawasan Asia Rhona O'Connell.

Dilansir dari laman Kitco, Senin (19/10/2020), Wakil presiden senior pedagang logam mulia MKS SA Afshin Nabavi mengatakan, untuk saat ini harga emas kemungkinan akan tetap dalam kisaran antara USD 1.880 dan USD 1.930 per ounce. Dimana harga emas ini mengacu pada dolar dan pasar saham.

“Kami harus menembus USD 1.925 pada sisi atas, dan pada sisi bawah, support yang solid berada di USD 1.880. Sentimen lebih pada sisi bullish untuk logam," kata Nabavi.

Harga emas tak hanya akan dipengaruhi oleh pemilu AS. Melainkan juga paket stimulus yang saat ini pembahasannya masih terus bergulir. Presiden Phoenix Futures and Options LLC Kevin Grady mengatakan, sebelum atau sesudah pemilu, stimulus pada akhirnya akan diloloskan karena kedua calon presiden melihat perlunya pengeluaran yang lebih besar.

"Terlepas dari kandidat presiden mana yang masuk, harga emas pada akhirnya akan naik lebih tinggi. Kedua kandidat akan mengeluarkan uang, dan itu bullish untuk emas. Saya memperkirakan harga emas akan naik kembali menjadi USD 2.000 pada akhir tahun." kata Grady.

Hal lain yang membuat investor berhati-hati adalah potensi adanya gelombang kedua dalam kasus COVID-19. JIka ini terjadi, maka kemungkinan besar pemerintah setempat akan segera kembali memberlakukan penguncian. Hal ini tentu bukan situasi yang menguntungkan.

"Investor global juga memperhatikan perkembangan terbaru seputar penyebaran virus, karena COVID-19 muncul kembali di seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Di era pra-vaksin ini, pemulihan ekonomi suatu negara bergantung pada seberapa baik virus itu dapat menahannya. virus corona, karena respons kesehatan setiap negara yang menjadi dasar pemulihan ekonominya, "kata analis pasar FXTM, Han Tan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perdagangan Minggu Lalu

Harga emas jatuh dan sedang menuju penurunan mingguan pertama dalam tiga pekan terakhir pada perdagangan Jumat. Penurunan harga emas ini karena memudarnya peluang perjanjian stimulus AS sebelum pemilihan presiden 3 November sehingga merusak daya tarik logam sebagai lindung nilai inflasi.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (17/10/2020), harga emas di pasar spot turun 0,3 persen menjadi USD 1,901,87 per ounce. Bullion turun 1,4 persen sepanjang minggu ini. Sedangkan harga emas berjangka AS turun 0,1 persen pada USD 1,906.40.

"Dengan tagihan stimulus tahun ini sangat tidak pasti, harga emas tetap terikat pada USD," kata Tai Wong, Kepala Perdagangan Derivatif Logam Dasar dan Mulia di BMO.

"Sementara sentimen untuk harga emas tetap sangat bullish tanpa pendorong jangka pendek yang kuat, kami tampaknya berosilasi di sekitar USD 1.900 tidak dapat secara substansial menembus kisaran bulanan USD 1.850-USD 1.950," lanjutnya.

Indeks dolar turun 0,2 persen pada hari itu, tetapi berada di jalur untuk kenaikan mingguan. Ini membuatnya lebih mahal bagi pemegang mata uang lain untuk membeli emas.

Laporan penjualan ritel AS yang lebih kuat dari perkiraan mengangkat selera untuk aset berisiko, tetapi produksi manufaktur secara tak terduga turun pada bulan September.

Demokrat dan Republik tampaknya tidak mungkin menyetujui kesepakatan stimulus AS sebelum Hari Pemilu bahkan ketika kasus virus corona terus meningkat dan pemulihan pasar tenaga kerja terhenti.

Harga emas, yang telah naik sekitar 25 persen sepanjang tahun ini, dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang di tengah tingkat stimulus global yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Dengan begitu banyak risiko peristiwa di cakrawala, yang berpuncak dengan pemilihan AS, kami kemungkinan telah melihat posisi terendah dalam emas untuk bulan depan atau lebih," Jeffrey Halley, Analis Pasar Senior di OANDA, mengatakan dalam sebuah catatan.

"Harga emas kemungkinan akan bergeser ke kisaran USD 1.900 menjadi USD 1.975 per ounce saat pemilihan semakin dekat."

Selain harga emas, harga perak merosot 0,3 persen menjadi USD 24,25 per ounce, dan turun lebih dari 3 persen untuk minggu ini. Harga Platinum turun 0,2 persen menjadi USD 862,05, sementara paladium turun 0,9 persen menjadi USD 2.332,20.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.