Sukses

BKPM: Negara Akan Jadi Marketing bagi UMKM di UU Cipta Kerja

BKPM menilai kehadiran UU Cipta Kerja akan memudahkan pemasukan investasi dan kegiatan usaha

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, kehadiran Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja akan memudahkan pemasukan investasi dan kegiatan usaha bagi pelaku di Tanah Air, termasuk UMKM.

Bahlil menyampaikan, selama ini belum ada aturan resmi yang mewajibkan pemerintah untuk hadir membeli produk mereka.

"Sekarang dengan Undang-Undang (Cipta Kerja) ini negara harus hadir lewat Kementerian BUMN untuk mengumpulkan produk-produk mereka. Kemudian negara hadir untuk marketingnya, seperti di Thailand dan beberapa negara lain," tuturnya dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).

Berikutnya, Bahlil juga menyoroti pelaku UMKM yang menguasai 99,7 persen dari total unit usaha, atau sekitar 64 juta. Namun, sekitar 60 persen di antaranya berasal dari sektor informal, sehingga tidak bisa masuk kepada akses perbankan.

"Perbankan kita satu kredit lending-nya itu kurang lebih sekitar Rp 6.000 triliun. Dari Rp 6.000 triliun, untuk UMKM tidak lebih dari Rp 1.127 triliun, tidak lebih dari 20 persen," ujar Bahlil.

"Presiden (Joko Widodo) pingin harus minimal 40:60. 40 UMKM, 60 pengusaha besar. Tetapi aksesnya tidak bisa karena tidak ada legalitasnya itu. Dengan undang-undang ini kita memercepat, kita punya legalitas," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BKPM Pastikan UU Cipta Kerja Percepat Izin Usaha di Pusat dan Daerah

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja hendak mempercepat proses perizinan usaha yang kerap lambat urus, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.

Dalam hal ini, Bahlil mengutarakan kekesalannya gara-gara proses izin usaha yang kerap molor akibat ego sektoral masing-masing kementerian/lembaga.

"Saya ingin sampaikan fakta juga, bahwa terjadi ego sektoral yang besar di republik ini. Izin kementerian/lembaga terhadap izin usaha itu masing-masing ego sektoral kementerian teknis minta ampun," ujarnya dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).

Terkait dengan itu, RUU Cipta Kerja pada Pasal 174 coba mengatur tentang kewenangan daerah. Bahlil memaknai kewenangan yang ada pada kementerian/lembaga, termasuk kepala daerah, sebagai bagian pendelegasian kewenangan presiden kepada kementerian/lembaga dan kepala daerah.

"Selama ini, kementerian/lembaga ini juga tidak hanya bupati/gubernur yang izinnya terlambat. Mohon maaf, kementerian/lembaga ini juga masalah besar. Begitu saya masuk ke BKPM, izinnya itu NIB (Nomor Induk Berusaha) itu 3 jam," ungkapnya.

"Tetapi notifikasinya di Mekah, kalau orang tawaf 7 kali di Mekah, ini tawaf di kementerian mungkin enggak jelas kapan selesainya. Maka ini juga jadi sumber penghambat investasi," keluh Bahlil.

Namun, ia menambahkan, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan dalam menerbitkan izin usaha. Dengan catatan, Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) diterbitkan langsung secara online oleh BKPM.

"Izin yang ada di Pasal 174 poin B, itu izin daerah tidak ditarik, tidak ada sama sekali yang ditarik. Semua kewenangan daerah tetap ada, namun disertai dengan NSPK. Dan NSPK ini langsung kita buat di Jakarta lewat PP," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.