Sukses

Siap Tinggalkan Kimia, Petani Produksi Pupuk dan Pestisida Organik Secara Mandiri

Pupuk dan pestisida organik yang diproduksi menggunakan bahan-bahan yang sangat mudah diperoleh dan tersedia di alam.

Liputan6.com, Jakarta Respon petani kopi peserta kegiatan Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan Tahun Anggaran 2020 terhadap bimbingan teknis dari Guru Besar Universitas Jenderal Soedirman Prof. Loekas Soesanto, M.S., Ph.D beberapa hari yang lalu sangatlah nyata. Petani kopi organik di Desa Sampean, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan bersama BBPPTP Medan dan petugas PPL Dinas Kab. Tapsel mulai memproduksi pupuk dan pestisida organik secara mandiri serta berkomitmen untuk meninggalkan kimia.

Pupuk dan pestisida organik yang diproduksi menggunakan bahan-bahan yang sangat mudah diperoleh dan tersedia di alam. Untuk pupuk organik cair atau disingkat POC, petani hanya membutuhkan bahan-bahan seperti urin sapi, MOL dan gula aren. Bahan-bahan tersebut dicampur dalam satu wadah (tong atau drum), selanjutnya diaduk sampai merata, ditutup menggunakan plastik hitam untuk proses fermentasi.

Setelah 3 minggu, pupuk sudah bisa digunakan dengan cara disemprotkan ke tanaman ataupun disiram ke tanah sekitar perakaran. Pupuk ini bisa menjadi pengganti pupuk kompos yang selama ini dibeli oleh petani, bahkan dapat juga berfungsi sebagai ZPT (zat pengatur tumbuh). Pupuk ini mengandung senyawa seperti nitrogen, fosfor, kalium dan juga air lebih banyak dibanding kotoran sapi padat.

Selain POC, petani juga memproduksi pupuk ZPT dari bahan rebung. Rebung dicincang halus seperti dadu kemudian ditambah gula putih. Bahan-bahan tersebut dimasukkan kedalam suatu wadah seperti jirigen ataupun ember, ditutup lalu difermentasikan. Setelah 2 minggu, pupuk sudah bisa digunakan. Aplikasi ke tanaman bisa dilakukan dengan cara disiram atau disemprotkan ke seluruh bagian tanaman.

Sedangkan pestisida organik yang diproduksi petani berbahan aktif jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Trichoderma sp.. Pestisida organik ini mengandung beberapa zat seperti antibiotika, enzim, hormon dan toksin yang tidak hanya bermanfaat dalam mengendalikan OPT tetapi juga berpengaruh untuk pertumbuhan tanaman. Untuk pembuatan pestisida organik tersebut, petani terlebih dahulu memperbanyak stater APH (agensia pengendali hayati) yang dalam hal ini akan dijadikan biang untuk pembuatan pestisida organik.

Isolat APH Trichoderma sp. dan Beauveria bassiana yang diperoleh dari BBPPTP Medan diperbanyak dengan menggunakan media jagung giling. Setelah 7-14 hari kedua jamur tersebut menghasilkan spora, maka sudah bisa digunakan sebagai biang untuk membuat larutan pestisida organik. Dalam mengaplikasikan, sebaiknya diencerkan terlebih dahulu dengan air.

Isolat APH Trichoderma sp. dan Beauveria bassiana yang diperoleh dari BBPPTP Medan diperbanyak dengan menggunakan media jagung giling. Setelah 7-14 hari kedua jamur tersebut menghasilkan spora, maka sudah bisa digunakan sebagai biang untuk membuat larutan pestisida organik. Dalam mengaplikasikan, sebaiknya diencerkan terlebih dahulu dengan air.

Tidak hanya dalam memproduksi, petani juga memerlukan pendampingan dalam mengaplikasikan pupuk dan pestisida organik di kebunnya masing-masing. Teknik pengaplikasian berbeda-beda untuk setiap OPT. Untuk itu, petani sangat memerlukan peran fungsional POPT dalam mengidentifikasi OPT tanaman. Dengan begitu, penggunaan pupuk dan pestisida organik dapat digunakan secara efektif dan efisien.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini