Sukses

Jadi Negara Maju di 2045, Pemerintah Diminta Format Ulang Kebijakan

Dalam rangka pemulihan ekonomi dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, pemerintah perlu melakukan format ulang kebijakan.

Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka pemulihan ekonomi dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, pemerintah perlu melakukan format ulang kebijakan. Hal ini sebagai upaya menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045.

“Pemerintah harus melihat urgensinya, harus ada langkah politik terobosan. Ini kesempatan pemerintah memformat ulang kebijakan ekonomi jangka panjangnya. Saat ini semua negara sedang mengalami krisis ekonomi. IMF menamai krisis saat ini sebagai "Great Lockdown", belum pernah dilihat di dunia sebelumnya,” ungkap Hendri Saparini, ekonom senior & pendiri CORE Indonesia, dalam diskusi virtual BRIEFER.id, Jumat (21/8/2020).

Menurut Hendri, saatnya pemerintah menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun 2020-2045. Karena yang dimiliki sekarang RPJP 2005-2025, di mana di dalamnya termasuk rencana pembangunan dalam memanfaatkan era bonus demografi (2020-2030).

RPJP ini, tegasnya, harus disepakati oleh semua pemangku kepentingan. Pemerintah, MPR, DPR, DPR sepakat menjadikan RPJP ini UU prioritas sehingga menyegerakan dalam penyusunan dan pembahasan.

“RPJP Indonesia Emas 2045 ini dirancang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (keluar dari level mediocre), yang berkualitas (inklusif sehingga memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi semua masyarakat) dan yang berkelanjutan,” kata dia.

Hendri menilai untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, RPJP Indonesia Emas menggunakan pendekatan baru yakni people and natural resources based development strategy. Memanfaatkan semua sumber daya baik SDA (alam dan budaya) serta SDM dengan kebijakan yang cerdas dan strategis.

“Pendekatan dan strategi negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Korea Selatan dan negara lainnya yang melakukan lompatan ekonomi di saat era bonus demografi tidak bisa di-copy, karena kondisi masyarakat, infrastruktur pendukung dan lingkungan alam kita (Indonesia) berbeda,” jelasnya.

Saat ini, katanya, Indonesia harus melihat potensi di dalam negerinya. Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pendidikan relatif rendah, kekayaan alam yang masih melimpah serta kemajuan dan penetrasi internet yang relatif tinggi, adalah faktor-faktor yang menjadi unggulan Indonesia.

“Namun dibutuhkan strategi dengan pendekatan baru agar ekonomi tumbuh tinggi di berbagai wilayah yang diikuti peningkatan pendapatan masyarakat secara luas,” pungkas dia.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertumbuhan Ekonomi 2020 Diproyeksi Minus 1,1 Persen, Ini Penyelamatnya

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 minus 1,1 persen. Pertimbangan itu melihat dari laju pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 yang terkontraksi sebesar minus 5,32 perswn

"Proyeksi 2020, kami revisi setelah kuartal II, sekarang proyeksi kita -1,1 persen hingga 0,2 persen," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (19/8).

 Dia memperkirakan yang mungkin bisa tumbuh positif hingga akhir tahun hanyalah pengeluaran pemerintah saja. Oleh karenanya, belanja pemerintah harus digenjot pada sisa kuartal selanjutnya yakni III dan IV.

"Jadi ini benar-benar harus digenjot untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Q3 dan Q4," imbuh dia.

Di samping itu, pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap program ekonomi nasional yang tidak berjalan. Beberapa program yang dianggap sulit dalam implementasi di lapangan terus diperbaiki pemerintah.

"Dari evaluasi kita minggu ke minggu kita lihat mana yang jalan dan tidak. Penyerapan yang cepat harus diutamakan agar pemanfaatannya optimal. Meski demikian ada masalah mengenai data yang belum optimal," jelas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini