Sukses

Harga Minyak Naik Lebih dari 2 Persen

Harga minyak telah pulih dalam beberapa pekan terakhir.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak berjangka naik dipicu tanda-tanda peningkatan permintaan bensin di Amerika Serikat (AS) di tengah kejutan besar dalam persediaan minyak mentah. 

Adapun harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik 55 sen, atau 1,6 persen menjadi USD 35,29 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate naik 90 sen, atau 2,7 persen menjadi USD 33,17 per barel.

Harga minyak juga dipengaruhi kekhawatiran bahwa undang-undang keamanan baru Hong Kong dari Tiongkok dapat mengakibatkan sanksi perdagangan.

Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mengatakan persediaan minyak mentah naik 7,9 juta barel pada minggu terakhir. Angka ini melebihi ekspektasi, karena peningkatan impor yang besar. Stok bensin turun secara tak terduga, tetapi kilang justru meningkatkan produksi.

"Meskipun kami mendapat peningkatan besar dalam pasokan minyak mentah, ada optimisme karena kenaikan kilang yang berjalan dan karena kenaikan permintaan bensin," kata Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group di Chicago, melansor laman CNBC, Jumat (29/5/2020).

Harga minyak telah pulih dalam beberapa pekan terakhir karena antisipasi terhadap meningkatnya permintaan setelah pandemi Virus Corona mengurangi konsumsi dunia sekitar 30 persen.

Investasi yang turun secara keseluruhan dan pengurangan produksi AS menyeimbangkan kelebihan pasokan, tetapi permintaan masih belum pulih sepenuhnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rencana OPEC

Ketidakpastian tentang komitmen Rusia melanjutkan penurunan produksi membuat harga tetap terkendali. Arab Saudi dan produsen OPEC lainnya sedang mempertimbangkan untuk memperpanjang rekor penurunan produksi hingga akhir 2020. Namun langkah ini belum mendapatkan dukungan dari Rusia, menurut sumber OPEC+ dan industri Rusia.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, sebuah kelompok yang dijuluki OPEC +, akan bertemu pada 9 Juni untuk membahas kelanjutan kesepakatan pemotongan pasokan April yang sebelumnya mencapai 9,7 juta barel per hari di pasar.

Pasar juga khawatir bahwa Washington dapat menjatuhkan sanksi perdagangan terhadap China karena langkah Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan baru di Hong Kong.

Amerika Serikat dan negara-negara lain mengatakan ini akan mengancam kebebasan dan melanggar perjanjian Sino-Inggris 1984 tentang otonomi bekas jajahan Inggris.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.