Sukses

Defisit Anggaran Bisa Capai 5 Persen, Apa Resiko ke Ekonomi Indonesia?

Total tambahan anggaran yang disalurkan mencapai hingga Rp 405,1 triliun, atau setara 2,5 persen nilai Produk Domestik Bruto (PDB).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menambah jumlah stimulus untuk menangani dampak penyebaran Virus Corona atau Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia. Total tambahan anggaran yang disalurkan mencapai hingga Rp 405,1 triliun, atau setara 2,5 persen nilai Produk Domestik Bruto (PDB).

Sayangnya, kondisi ini tidak diiringi dengan penerimaan pajak yang memadai hingga menyebabkan pelebaran defisit anggaran hingga Rp 852 triliun atau setara 5,07 persen PDB.

Center of Reforms on Economic (CORE) menganalisa beberapa resiko yang perlu diperhatikan pemerintah atas pelebaran defisit anggaran ini, sebagaimana dikutip dari keterangannya, Kamis (9/4/2020).

"Pertama, resiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah. Dengan melebarnya defisit angggaran membuat pemerintah menerbitkan surat utang (SUN) untuk membiayayi defisit. Sayangnya, penerbitan SUN masih bergantung pada investor asing, sekitar 35 hingga 40 persen," tulir CORE.

Lebih lanjut, kondisi ini juga menyebabkan struktur pembiayaan anggaran rentan terhadap pelarian modal secara tiba-tiba (sudden capital outflow).

Resiko kedua ialah pelemahan nilai tukar. Rentannya struktur anggaran terhadap sudden capital outflow akan mendorong nilai tukar rupiah semakin lemah.

Tercatat, selama Januari hingga Maret rupiah telah melemah hingga 17,4 persen dan disebabkan oleh aliran modal di pasar keuangan yang keluar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Risiko Lain

Lalu, ada pula resiko lainnya yaitu crowding out, kondisi di mana pelebaran defisit anggaran menyerap banyak likuiditas dari perbankan. Imbasnya, swasta akan kesulitan mencari pembiayaan dari dalam negeri.

"Terakhir, resiko peningkatan utang luar negeri swasta. Jika pihak swasta kesulitan mencari sumber dalam negeri, maka opsi utang luar negeri akan jadi pilihan yang menarik terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung turun," demikian tertulis di keterangan.

Perlu menjadi catatan bahwa 89 persen utang luar negeri swasta berdenominasi US Dollar dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar, dan resiko ini bertambah tinggi untuk pihak swasta yang berusaha terkait komoditas.

Pelemahan harga komoditas bisa berpotensi memperburuk cash flow perusahaan dan meningkatkan resiko gagal bayar dan faktanya, pertumbuhan utang luar negeri swasta di sektor komoditas cenderung bertumbuh tinggi dibanding sektor manufaktur atau keuangan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini