Sukses

Terbukti Cemari DAS Citarum, Perusahaan Ini Kena Denda Rp 12 Miliar

PT HAYI dinyatakan terbukti melakukan pencemaran lingkungan hidup DAS Citarum.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang diketuai Taufan Mandala, S.H.,M.H dengan Hakim Anggota Agus Darwanta, S.H dan Agung Purbantoro, S.H.,M.H mengabulkan gugatan KLHK terhadap PT How Are You Indonesia (PT HAYI) yang beralamat di Jalan Nanjung No 206, Kalurahan Cibeureum, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, Jawa Barat.

PT HAYI dinyatakan terbukti melakukan pencemaran lingkungan hidup DAS Citarum. Majelis Hakim menghukum PT HAYI untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 12,013 miliar, lebih rendah dari gugatan yang diajukan KLHK sebesar Rp 12,198 miliar.

Dikabulkannya dua gugatan perdata KLHK terhadap pencemaran DAS Citarum oleh PT HAYI hari ini oleh PN Jakarta Utara dan PT KKTI Selasa (25/02/2020) kemarin oleh PN Bale Bandung.

"Komitmen kami untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat serius, kami tidak akan berhentimenyeret pelaku pencemaran dan kejahatan LHK lainnya ke pengadilan. Saat ini lebih dari 780 kasus lingkungan hidup dan kehutanan sudah kami proses di pengadilan," ujar Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

”Kami mengapresiasi putusan PN Jakarta Utara ini. Kami menyakini bahwa putusan ini sangatadil dan berpihak kepada lingkungan hidup dan masyarakat, in dubio pro natura. Putusan ini harus menjadi pembelajaran bagi korporasi lainnya," lanjut dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hukuman Berat

Rasio menegaskan bahwa pelaku pencemaran lingkungan hidup di DAS Citarum harus dihukum seberat-beratnya, apalagi saat ini pemerintah sedang merestorasi DAS Citarum.

Munurut Rasio Sani, harus ada efek jera bagi korporasi yang tidak serius berkomitmen mengelola airlimbah dan limbah B3 yang dihasilkan. Sebab, akan menjadi tidak adil bagi korporasi-korporasi yang selama ini sangat peduli dengan lingkungan hidup.

"Kalau korporasi yang mencemari tidak dihukum berat. Kita harapkan pengawasan dan penegakan hukum dapat membangun budayakepatuhan dan efek jera," kata dia.

"Hukuman berat harus dijatuhkan kepada pelaku pencemaran lingkungan hidup karena ini merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (Extra Ordinary Crime) karena berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah yang luas dalam waktu yang lama," pungkas Rasio Sani.

3 dari 3 halaman

3 Pabrik Tekstil

Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Jasmin Ragil Utomo mengatakan selain menggugat PT HAYI, KLHK juga menggugat tiga pabrik tekstil lainnya terkait pencemaran lingkungan hidup di DAS Citarum, dengan rincian PT Kamarga Kurnia Textile Industry (PT KKTI) yang pada 25 Februari 2020 telah diputus PN Bale Bandung untuk membayar ganti rugi akibat pencemaran lingkungan hidup sebesar RP 4,2 miliar.

Kemudian, PT Kawi Mekar (PT KM) telah diputus dengan akta van dading oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung dan satu PT United Colour Indonesia (PT UCI) masih dalam prosespersidangan di Pengadilan Negeri Bale Bandung.

Jumlah perkara serupa yang akan digugatterus bertambah sesuai permasalahan yang terjadi dengan melibatkan Tim Jaksa PengacaraNegara Kejaksaan Agung.

Berkaitan dengan Putusan Hakim PN Jakarta Utara ini, Jasmin Ragil mengapresiasi Putusan Majelis Hakim serta kinerja dari para Ahli dan Jaksa Pengacara Negara yang sudah membantu KLHK dalam menangani masalah pencemaran lingkungan hidup di Provinsi Jawa Baratkhususnya DAS Citarum.

"Kami melihat Putusan ini menunjukkan bahwa pencemaranlingkungan merupakan sebuah kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) dan Majelis Hakim telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak (StrictLiability)," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.