Sukses

Pemerintah Godok Perpres Baru Teluk Benoa

Teluk Benoa saat ini ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM).

Liputan6.com, Jakarta - Teluk Benoa saat ini ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM), berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 46/KEPMEN-KP/2019. Kabar ini mungkin jadi angin segar bagi masyarakat Bali yang selama ini selalu menuntut penghentian reklamasi di Teluk Benoa, yang tak selesai bertahun-tahun lamanya.

Pasalnya, aktivitas apapun selain yang berhubungan dengan konservasi maritim sudah jelas akan dilarang di sana. Termasuk, reklamasi.

Kenyataannya, landasan hukum yang mengatur status KKM Teluk Benoa dinilai masih belum kuat karena masih berdasarkan Kepmen. Di atasnya, ada Perpres 51 tahun 2014, yang mengatur Teluk Benoa sebagai kawasan pemanfaatan.

Kendati begitu, Direktur Jenderal Pengelolaan Air Laut (PRL) KKP Brahmantya Satymurti Poerwadi mengatakan jika KKP sedang merumuskan Peraturan Presiden tentang Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional.

"Sekarang ini sedang dibahas. Kami sudah rapat sekali di Sekretariat Negara. Saya pikir dengan arahan ini (Kepmen) bisa jadi dasar," ujar Brahmantya di Gedung Mina Bahari III, Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Brahmantya juga menegaskan, meskipun tidak sekuat Perpres, Kepmen masih ketetapan negara, dan Kepmen menjadi landasan awal untuk menetapkan Perpres yang sedang dibahas. Dia memastikan peraturan yang baru tidak akan tumpang tindih dengan Perpres 51 tahun 2014.

Brahmantya berharap Perpres ini bisa segera selesai tahun 2020, mudah-mudahan di awal tahun.

Sementara, nasib Perpres 51 tahun 2014 sendiri akan ditinjau ulang dan diperbaiki, namun belum pasti apakah akan dicabut atau tidak.

"Ya, itu kan setiap 5 tahun direview, ditinjau ulang, nanti diperbaiki kalau ada yang kurang," ujar Brahmantya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

KKP Tidak Pernah Terbitkan Izin Reklamasi Teluk Benoa

Belakangan ramai pemberitaan di media massa dan media sosial yang menyebutkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengeluarkan izin reklamasi Teluk Benoa, Bali.

Menanggapi kabar tersebut, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) KKP, Brahmantya Satyamurti Poerwadi memastikan KKP belum pernah menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Teluk Benoa.

"Ini hal yang keliru. KKP tidak memberi izin reklamasi di Teluk Benoa, melainkan izin lokasi reklamasi. Penerbitan izin lokasi dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana tata ruang dengan rencana kegiatan," ujar Brahmantya di Jakarta, Kamis (20/12/2018).

Dia membenarkan, permohonan izin lokasi reklamasi memang telah disampaikan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Pemohon telah melengkapi persyaratan izin, termasuk membayar PNBP sebesar Rp 13,076 miliar yang disetor ke kas negara.

Brahmantya menyebutkan, izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang diterbitkan KKP pada 29 November 2018 tersebut telah sesuai dengan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Surat Edaran MKP Nomor 543/MEN-KP/VIII/2018 tentang Proses Pelayanan Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan.

Permohonan PT TWBI ini juga telah sesuai dengan alokasi tata ruang dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Brahmantya menjelaskan, dengan diterbitkannya izin lokasi, bukan berarti kegiatan reklamasi dapat langsung dilakukan.

"Izin lokasi yang KKP berikan bukan berarti membuat reklamasi sertamerta dapat dijalankan. Untuk dapat melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan harus mendapatkan izin lingkungan dan izin pelaksanaan reklamasi terlebih dahulu," jelas dia.

Menurutnya, kelayakan lingkungan, kelayakan teknis, dan kelayakan sosial/budaya suatu kegiatan reklamasi akan diuji dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

3 dari 3 halaman

Izin Lingkungan Jadi Syarat

Selain kajian Sosial, Budaya, Ekonomi dan Lingkungan, dokumen Amdal mensyaratkan rencana kegiatan tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang, dalam hal ini dibuktikan dengan izin lokasi reklamasi.

Jika Amdal dinyatakan layak (layak lingkungan, layak teknis, layak dari sisi sosial budaya dan sesuai dengan alokasi rencana tata ruang) maka akan diterbitkan Izin Lingkungan.

Izin Lingkungan ini selanjutnya akan menjadi salah satu syarat pengajuan Izin Pelaksanaan Reklamasi kepada KKP.

"Jadi kita bukan memberi izin pelaksanaan reklamasi hanya izin lokasi karena perizinan pelaksanaan. KKP akan kembali menilai kelayakan teknis konstruksi yang lebih detil, termasuk aspek keamanan terhadap lingkungan dalam proses penerbitan Izin Pelaksanaan Reklamasi," paparnya.

Senada dengan hal tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga memberikan klarifikasi.

Menurutnya, izin yang dikeluarkannya itu dibuat berdasarkan tata ruang yang ada. Dan izin tersebut merupakan persyaratan dasar permohonan pembuatan Amdal di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Setelah Amdal selesai dengan baik barulah izin pelaksanaan reklamasi dapat diajukan kembali ke KKP . "Jadi semua ini merupakan bagian dari proses perizinan. Saya berharap tak muncul berbagai spekulasi yang tidak perlu," tandasnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.