Sukses

YLKI: Aduan Konsumen Terkait Fintech Mendominasi di Semester I 2019

Aduan terkait fintech meningkat mengingat penetrasi teknologi digital kini tengah berkembang di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI mencatat aduan pinjaman online atau P2P lending (fintech) menjadi aduan tertinggi per semester I 2019. Keluhan fintech meningkat mengingat penetrasi teknologi digital kini tengah berkembang di Indonesia.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, aduan mengenai financial services (layanan keuangan) memang mengalami peningkatan saat ini, terutama perihal bunga fintech yang tercatat melambung tinggi yang merugikan masyarakat.

"Banyak data pengaduan financial service, e-commerce, pinjaman online (pijol). Tapi saya belum lihat datanya secara pasti. Keluhanya untuk pijol biasanya bunga yang tinggi, denda nggak rasional, sampai penyadapan data pribadi," tuturnya di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Dia menjelaskan, pihaknya telah bertemu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membahas perihal perkembangan pijol baik legal dan ilegal yang kini bertumbuh pesat di pasar domestik.

"Kami baru diundang OJK dan memang pijol harus jadi perhatian betul agar jangan jadi rentenir online, khususnya pijol yang ilegal, karena baru 100-an saja yang berizin (legal)," ujarnya.

Sebagai informasi saja, per 31 Mei 2019, OJK mencatat penyelenggara fintech terdaftar dan berizin adalah sebanyak 113 perusahaan. OJK mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa penyelenggaran fintech peer to peer lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengaduan Konsumen Belanja Online Naik Tajam

Kemajuan teknologi semakin memudahkan manusia. Namun dibalik kemudahan tersebut juga banyak kejahatan baru yang tercipta, salah satunya adalah penipuan online.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, sejak belanja online menjadj sebuah gaya hidup masyarakat kekinian, pengaduan terkait penipuan pun ikut meningkat.

"Dari data pengaduan YLKI satu sisi belanja online makin marak banyak akses banyak produsen yang diuntungkan. Tapi 3 tahun terakhir ini pengaduan belanja online meningkat tajam," kata Tulus dalam sebuah acara diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Selain pengaduan penipuan online, aduan lainnya yang paling tinggi adalah dari sektor perbankan.

"Bahkan di YLKI pengaduan online paling tinggi menyundul pengaduan dari sektor perbankan, perbankan juga banyak diajukan. Pengaduan perbankan 5 tahun terakhir paling tinggi tapi kemudian 3 tahun terakhir disundul oleh pengaduan masalah belanja online," ujarnya.

Tulus mengungkapkan, sebagian besar aduan mengenai perbankan adalah terkait lambatnya penanganan dari pihak perbankan. Dia menegaskan bahwa YLKI menyayangkan adanya kelambatan respons keluhan dari kedua sektor tersebut.

"Yang kita sayangkan adalah lambannya respons pengaduan," tutupnya.

Selain itu, Tulus mebyebutkan bahwa kejahatan di sektor perbankan semakin canggih. Dia berharap Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang diluncurkan pemerintah beberapa bulan ke belakang bisa menjadi solusi mutakhir.

"Dan kejahatan di perbankan semakin banyak dan semakin canggih. GPN harus mengantisipasi agar tidak terjadi pembobolan transaksi atau pembobolan rekening sehingga bisa menambah kepercayaan konsumen." tutup dia.

3 dari 3 halaman

YLKI: Banyak Konsumen Mengadu soal Meikarta

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau masyarakat agar tidak mudah tertipu oleh iklan pemasaran suatu hunian sebelum ada kejelasan mengenai legalitas perizinan pembangunan.

Pernyataan itu dikeluarkan lantaran YLKI banyak menerima pengaduan dari calon pembeli apartemen Meikarta di Cikarang, Bekasi, yang kini tengah tersandung kasus operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap yang melibatkan beberapa pihak.

Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, mengatakan, sebagian besar aduan yang masuk ke pihaknya adalah mengenai kesulitan calon pembeli menarik kembali uang Nomor Urut Pembelian (NUP) atau booking fee dari agen pemasaran Meikarta.  

"Kalau dari pengaduan yang banyak kami terima, mayoritas konsumen mengeluh karena sudah membayar booking fee yang harganya Rp 2 juta (per unit apartemen Meikarta), tapi enggak bisa ditarik," jelas Sularsi saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (19/10/2018).

Dia menyayangkan hal itu terjadi, sebab YLKI sejak jauh-jauh hari sudah memperingatkan masyarakat agar teliti dan waspada dalam membeli hunian yang secara perizinan tidak beres.

"Meikarta itu kan sebelumnya ramai mengiklankan di mana-mana soal pembelian hunian dengan booking fee murah dan pihak marketing janji itu bisa dikembalikan. Tapi sekarang, semuanya cuman janji manis," keluhnya.

"Oleh karena itu, kami dari dulu sudah berikan public warning untuk tidak melakukan transaksi apa pun kepada proyek yang belum jelas legalitas perizinannya. Itu supaya nantinya enggak menimbulkan masalah," dia menambahkan.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.