Sukses

Pemerintah Proses 990 Laporan PNS yang Tak Netral di Pilpres 2019

Tercatat ada 990 kasus pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN sejak Januari 2018 sampai Maret 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menyebutkan, banyak laporan masuk terkait penyimpangan netralitas PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) pada penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

"Keterlibatan ASN (secara politik) memang banyak laporan masuk. Ini bukan perorangan ya, tapi secara umum," ungkap dia di Gedung Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (18/4/2019).

Menindaki hal ini, ia melanjutkan, Kementerian PANRB akan menyelesaikannya secara komprehensif bersama seluruh instansi pemerintah, baik kementerian dan lembaga, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

"Tak hanya diselesaikan oleh Kementerian PANRB dan BKN, tapi semua kementerian dan lembaga dan pemerintahan provinsi-daerah akan kita rakor kan. Kemudian kita akan lihat skalanya seperti apa, indikasinya seperti apa," paparnya.

Keputusan ini diambil lantaran pemerintah harus melihat latar belakang serta dasar hukum atas kasus ini, sehingga tidak sembarang menghakimi.

"Kementerian PANRB adalah corong semua kementerian dan lembaga. Semua keputusan tentu harus didiskusikan terlebih dahulu oleh seluruh kementerian dan lembaga," tegas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

990 Kasus Pelanggaran Netralitas

Adapun berdasarkan data Sekretariat Kabinet RI yang dihimpun Kedeputian Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian (Wasdalpeg) Badan Kepegawaian Negara (BKN), tercatat ada 990 kasus pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN sejak Januari 2018 sampai Maret 2019.

Kasus netralitas ASN berupa pemberian dukungan kepada pasangan calon tertentu merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010.

Tingkat sanksi yang dapat dikenakan terbagi dalam dua kategori, yakni pemberian Hukuman Disiplin (HD) sedang sampai HD berat. Bentuk hukumannya pun bermacam-macam, mulai dari kenaikan pangkat, penundaan gaji hingga diberhentikan.

Berdasarkan Pasal 7 angka 3 dan 4, dituliskan penjatuhan HD sedang dilakukan melalui penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

Sementara untuk HD berat, akan dijatuhi hukuman berupa pembebasan jabatan, penurunan pangkat selama tiga tahun, sampai dengan pemberhentian.

 

3 dari 3 halaman

Tak Netral saat Pilpres, Gaji PNS Bisa Ditunda hingga Diberhentikan

Sebelumnya, Syafruddin menegaskan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) harus tetap menjaga netralitas pasca Pemilu 2019. PNS di pemerintahan pusat maupun daerah diminta tetap fokus bekerja melayani masyarakat.

"ASN jangan masuk ke dalam hiruk pikuk opini politik yang masih berlangsung,” tegas dia saat konferensi pers di Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (18/4/2019).

Syafruddin juga menekankan, apabila terdapat ASN yang terlibat kepentingan politik, sanksi akan diselesaikan secara komprehensif.

"Sanksi dan sebagainya? Itu akan diselesaikan secara komprehensif. PNS dibawahi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah masing-masing," pungkas dia. 

Sesuai dengan Surat Menteri PANRB Nomor B/94/M.SM.00.00/2019, jika ditemukan bukti pelanggaran netralitas, instansi pemerintah menindaklajuti dengan membentuk Majelis Kode Etik atau tim pemeriksa hukuman disiplin.

Penyelesaian pelanggaran dilakukan berdasarkan PP Nomor 42/2004 dan PP Nomor 53/2010.

Adapun pemberian sanksi bagi PNS yang tidak netral dalam memberikan dukungan politik juga turut diatur dalam regulasi Kementerian PANRB lewat Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010.

Tingkat sanksi yang dapat dikenakan terbagi dalam dua kategori, yakni pemberian Hukuman Disiplin (HD) sedang sampai HD berat. Bentuk hukumannya pun bermacam-macam, mulai dari kenaikan pangkat, penundaan gaji hingga diberhentikan.

Berdasarkan Pasal 7 angka 3 dan 4, dituliskan penjatuhan HD sedang dilakukan melalui penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

Sementara untuk HD berat, akan dijatuhi hukuman berupa pembebasan jabatan, penurunan pangkat selama tiga tahun, sampai dengan pemberhentian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.