Sukses

Properti Jadi Aset Paling Populer Jadi Tempat Pencucian Uang

Selama ini masyarakat menganggap belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan pembelian aset properti dianggap masyarakat paling banyak dijadikan tempat pencucian uang sepanjang 2018.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan hal itu berdasarkan Indeks Persepsi Public (IPP) Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) pada 2018 yang telah dirilis PPATK.

"Kejahatan pencucian uang yang bersumber dari berbagai jenis tindak pidana serta kejahatan pendanaan terorisme merupakan ancaman serisu bagi bangsa Indonesia saat ini," tegas Kiagung di kantornya, Selasa (18/12/2018).

Dalam IPP tersebut, Kiagung menyebutkan skor pembelian aset properti mencapai 6.8, sehingga menjadikannya sebagai modia dianggap paling banyak dijadikan tempat pencucian uang.

Selain itu, paling banyak selanjutnya adalah penyimpanan di tempat tersembunyi dengan skor 6,75, beli kendaraan bermotor 6.72, pengembangan usaha skornya 6.7, beli logam mulia dengan skor 6.51 dan simpan hasil pencucian uang di luar negeri skornya 6.24.

Kiagung menjelaskan, masih belum memuaskannya angka IPP dikarenakan banyak hal. Paling utama adalah belum efektifnya upaya penegakan hukum di Indonesia terhadap tindak pencucian uang ini.

Tidak hanya itu, minimnya teladan yang baik dari politisi dan pejabat pemerintah juga menjadikan angka IPP di Indonesia masih jauh dari kata sempurna di angka 10.

"Selama ini juga publik menganggap belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang," pungkas Kiagung.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Legislatif

Kiagus menjelaskan, untuk faktor pendorong, pertama, publik meyakini bahwa faktor pendorong yang paling penting dalam mendorong terjadinya pencucian uang adalah belum efektifnya upaya penegakan hukum di Indonesia.

Kedua, publik mayakini masih minimya teladan yang baik dari politisi dan pejabat pemerintah. Dan ketiga, belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.

Jika dilihat dari profil pelaku aktif pencucian uang, PPATK mencatat ada lima profil yang dianggap publik paling beresiko. Lima profil tersebut dimulai yang tertinggi adalah Pejabat Legislatif dengaj skor 7.2, Pejabat Eksekutif skor 7.03, Pejabat Yudikatif skornya 6.72, Pegurus/Anggota Parpol 5.70 dan Pengusaha/Wiraswasta skornya 5.37.

Sementara untuk profil yang paling rendah terhadap resiko pencucian uang yaitu Pelajar/Mahasiswa skornya 2.48, Ibu Rumah Tangga skornya 2.56, Petani/Nelayan/Pengrajin/Buruh skorny 2.76.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.