Sukses

Boeing Diminta Lebih Transparan soal Pesawat Seri Max 8

Pabrikan pesawat asal AS, Boeing menjadi perhatian dunia usai terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Pabrikan pesawat asal Amerika Serikat (AS), Boeing menjadi perhatian dunia usai terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2019.

Pesawat Lion Air tersebut merupakan produk Boeing 737 Max 8. Dalam kasus ini, Boeing diminta lebih transaparan soal produknya tersebut. Presiden Direktur Aviatory Indonesia, Ziva Narendra mengatakan, Boeing sebelumnya tidak memberitahukan berbagai maskapai mengenai sistem automated stall-prevention dalam sensor angle of attack (AOA) yang ada di Boeing 737 Max 8. Sistem pengendalian pesawat itu yang diduga menjadi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air. 

Dia menuturkan, sebagai produsen pesawat terbesar, Boeing harus memberitahukan fitur atau sistem baru kepada maskapai dan pilot. Jika memang teknologi baru itu memiliki kerentanan terhadap situasi tertentu, sebaiknya penggunaan untuk penerbangan komersil ditunda terlebih dulu.

"Tapi untuk tipe 737 ini pesawatnya sudah diluncurkan duluan, harusnya dikaji lebih dalam dulu. Ini yang membuat banyak khalayak penerbangan melihat adanya kurang preventif di sini,” kata Ziva dalam keerangan tertulis, Senin (19/11/2018).

Ziva menuturkan, pada saat Boeing akan meluncurkan pesawat tipe 787 beberapa tahun lalu, juga pernah mengalami masalah dengan baterainya yang rentan terbakar saat mengudara dan terkena tekanan tertentu.

Namun, pada saat itu Boeing akhirnya memperbaiki terlebih dulu dan menunda peluncuran komersilnya.  Seperti diketahui, seminggu setelah kecelakaan Lion Air, Boeing baru memberitahukan adanya potensi bahaya dari sistem itu melalui sebuah buletin kepada berbagai maskapai penerbangan di seluruh dunia yang menggunakan pesawat Max 8.

Sistem AOA ini sejatinya didesain untuk membantu pilot untuk menghindari ketika menaikkan hidung pesawat terlalu tinggi yang sehingga bisa menyebabkan stall.

Namun, efek dari kesalahan yang mungkin terjadi dalam sistem adalah dapat membuat hidung pesawat turun secara tiba-tiba dan sangat kuat sehingga pilot tidak dapat menarik kembali bahkan ketika kemudi pesawat diterbangkan secara manual. Dalam buletin itu, Boeing juga menyebutkan bahwa akibat efek tersebut pesawat dapat menukik turun atau jatuh.

Di sisi lain, menurut Ziva, kendati mengakui ada potensi kesalahan pada komponen sensor AOA, nyatanya Boeing tidak meminta para operator pesawat untuk melakukan inspeksi, atau melarang pengoperasian pesawat jenis MAX 8. 

"Boeing hanya meminta pilot, kopilot, maupun teknisi untuk mengikuti buku panduan operasional penerbangan yang diperbarui melalui penerbitan buletin tersebut. Di antaranya, mematikan sistem otomatis yang bisa membuat pesawat menurunkan posisi hidung pesawat saat menerima indikasi stall," kata dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pilot Southwest Airlines, Jon Weak, diberbagai media di AS telah mengungkapkan para pilot memang sebelumnya tidak diberitahu terkait adanya fitur baru anti stall di pesawat Boeing Max 8. 

Informasi tersebut juga tidak ada dalam buku manual penggunaan Max 8. Baru pada 6 November 2018, atau sepekan setelah kecelakaan Lion Air, pihak Boeing memberitahukannya melalui buletin.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan pengakuan dari pilot pengguna Max 8 diberbagai negara tersebut akan menjadi salah satu pertimbangan pihaknya dalam melengkapi bahan investigasi. Pihaknya juga akan melakukan investigasi mulai dari proses pesawat dibuat, dikirimkan kepada maskapai, hingga pelatihan yang diberikan oleh Boeing.

"Semua program training Boeing sedang kami pelajari," kata dia.

Hal senada diungkapkan regulator penerbangan Amerika Serikat, FAA. Saat ini, FAA masih menunggu hasil investigasi atas jatuhnya JT 610 PK-LQP selesai dilakukan. Setelah itu, barulah FAA akan meminta Boeing untuk mendesain ulang komponen maupun perangkat lunaknya jika memang diperlukan.  "Langkah lebih tegas akan diambil setelah investigasi selesai dilakukan,” tulis FAA dalam pernyataannya. (Yas)

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Boeing Sembunyikan Informasi Terkait Pesawat Lion Air yang Jatuh?

Sebelumnya, ketika misteri penyebab tragedi jatuhnya Lion Air Penerbangan JT 610 nomor registrasi pesawat PK-LQP pada 29 Oktober 2018 lalu belum benar-benar tuntas, baru-baru ini, muncul kabar teranyar yang menyebut bahwa pihak produsen burung besi itu diduga menahan informasi terkait salah satu produknya yang celaka.

Boeing diduga menahan informasi tentang potensi bahaya pada fitur kontrol penerbangan baru yang digunakan di pesawat Boeing 737 MAX 8 (tipe pesawat yang terlibat dalam kecelakaan JT 610), menurut asosiasi pilot di Amerika Serikat.

The Allied Pilots Association (APA) mengkritik buletin operasional keamanan yang dikeluarkan pekan lalu oleh Boeing --yang difungsikan untuk memperkuat prosedur yang sudah ada dalam buku manual penerbangan pesawat Boeing 737 MAX. APA menilai, Boeing menahan informasi dalam buletin tersebut.

"Mereka (Boeing) tidak menyajikan semua informasi yang dibutuhkan untuk menerbangkan pesawat itu (737 MAX)," kata Kapten Dennis Tajer, juru bicara untuk APA, seperti dilansir CNNpada 14 November 2018.

"Buletin itu tidak mengonfirmasi, tidak mencerahkan, dan tidak memberikan informasi baru," tambahnya.

Buletin itu tidak memberikan penjelasan kepada pilot bahwa ketika komputer pesawat mendeteksi pesawat berada dalam kondisi stall, hal itu akan secara otomatis memicu respons, seperti menurunkan hidung pesawat (nosedive), untuk mencegah atau keluar kondisi stall.

Dalam dinamika fluida, stall adalah pengurangan koefisien gaya liftyang dihasilkan oleh foil sebagai angle of attack (AOA) yang bertambah dari batas normal. Hal ini terjadi ketika sudut kritis AOA pada foil itu telah melewati batas wajar.

Demi keluar dari stall, pilot biasanya meningkatkan AOA dan melebih sudut kritis AOA dengan tujuan untuk memperlambat kecepatan stalldalam level flight.

Namun, jika langkah antisipasi tidak dilakukan, kondisi stallmengakibatkan airflow menjadi terpisah dari airfoil. Itu akan memicu pesawat mengalami hentakan (buffeting) atau perubahan attitude(perubahan pada rotasi tiga dimensi sudut) --yang salah satunya adalah penurunan altitude secara mendadak.

Lebih lanjut, APA mengatakan bahwa informasi seperti itu adalah hal yang sangat penting untuk para pilot. Namun, pihak Boeing tidak pernah menginformasikan hal itu kepada mereka.

"Fakta bahwa hal itu belum diinformasikan kepada pilot adalah yang harus kita pertanyakan kepada Boeing saat ini."

Di sisi lain, Federal Aviatian Administration (FAA) atau Badan Aviasi Federal AS mengatakan belum akan melakukan penyelidikan secara terpisah terkait laporan itu.

Kendati demikain, FAA ikut terlibat dalam penyelidikan seputar jatuhnya Lion Air JT 610 PK LQP, dalam kapasitasnya sebagai penasihat dan berada di bawah koordinasi KNKT RI.

Apa yang menarik dari laporan APA adalah, bahwa hal itu selaras dengan komentar penyelidik FAA yang terlibat dalam investigasi JT 610, menurut laporan The Wall Street Journal.

"Sistem otomatis pencegah kondisi stall pada Boeing 737 tipe MAX 8 dan MAX 9 berada dalam kondisi yang tidak normal yang mampu memicu sensor memberikan informasi kepada pilot untuk melakukan nosedive secara mendadak dan di luar batas wajar. Hal itu bisa mengakibatkan kru pesawat melakukan nosedive tanpa mampu mengangkat (pesawat)-nya lagi."

Boeing telah mengatakan kepada maskapai penerbangan --yang menggunakan tipe MAX-- bahwa situasi seperti itu "dapat menyebabkan penukikan tajam dan penurunan altitude secara curam, bahkan, jika pilot menerbangkannya secara manual."

Sikap Lion Air

Dirops Lion Air, Kapten Zwingli Silalahi, ikut melontarkan dugaan serupa sebagaimana yang disampaikan oleh APA.

Seperti dikutip dari CNN International, Zwingli mengatakan, manual untuk Boeing 737 MAX 8 yang diberikan pihak produsen tidak termasuk peringatan tentang fitur penting yang dapat menyebabkan pesawat mengalami nosedive.

Manual tersebut tidak memberi tahu pilot bahwa dalam situasi tertentu, sistem pencegahan pesawat dapat secara otomatis memicu respons, seperti penurunan hidung pesawat (nosedive), untuk mencegah atau keluar dari kondisi stall.

"Kami tidak memiliki itu di manual Boeing 737 MAX 8. Itulah mengapa kami tidak memiliki pelatihan untuk situasi khusus itu," kata Zwingli kepada CNN International, dilansir pada Rabu 14 November 2018.

Zwingli menambahkan bahwa buletin operasional keamanan Boeing tidak menyarankan pelatihan tambahan untuk pilot yang mengoperasikan pesawat itu. "Kami tidak menerima informasi apa pun dari Boeing atau dari regulator tentang pelatihan tambahan untuk pilot kami," katanya.

Ia juga mengatakan bahwa jika hasil investigasi yang sedang berlangsung --yang dilakukan oleh KNKT, Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS, dan Boeing-- menemukan bahwa pelatihan tambahan diperlukan, maka, pilot Lion Air akan melakukannya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.