Sukses

Upah Minimum Ideal Pekerja Berkeluarga Disebut Sebesar Rp 5,5 Juta

Pemerintah berkukuh pola perhitungan UMP 2019 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 (PP 78/2015) tentang Pengupahan.

Liputan6.com, Jakarta Besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 masih menuai kontra dari para buruh. Para pekerja merasa kenaikan UMP sebesar 8,03 persen masih tak cukup memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KLH) saat ini.

Di sisi lain, pemerintah berkukuh dengan pola perhitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 (PP 78/2015) tentang Pengupahan.

Terkait upah ini, Aliansi Floor Wage Indonesia yang beranggotakan personel dari serikat pekerja dan pihak Non Governmental Organization (NGO) mengeluarkan rilis penelitian. Penelitian ini menyebutkan bahwa upah minimum ideal bagi seseorang yang telah berkeluarga adalah sebesar Rp 5,5 juta per bulan.

Direktur Eksekutif Trade Union Rights Center (TURC) Andriko S Otang menjelaskan, upah minimum yang tak sebanding dapat membuat pekerja kehilangan semangat kerja serta loyalitas terhadap perusahaan.

"Ada dua indikator yang menandakan bahwa UMP itu terlalu kecil sih. Pekerja kehilangan semangat dan loyalitas. Itu terus membuat pekerja jadinya mengincar lembur terus-terusan agar pendapatan lebih besar," urai dia kepada Liputan6.com, Kamis (8/11/2018).

Sebagai perbandingan, ia mengutip hasil penelitian Aliansi Floor Wage Indonesia, yang menyebutkan upah minimum kepada seorang pekerja/buruh itu seharusnya berada di kisaran Rp 5,5 juta.

"Itu hitungannya untuk satu orang yang sudah berkeluarga ya. Kategori satu keluarga di sini punya satu orang pasangan (suami/istri) dan satu anak," ucap dia.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sempat menyatakan, buruh mengusulkan UMP 2019 sebesar Rp 4,2 juta per bulan. Angka itu didapat berdasarkan survei pasar mengenai kebutuhan hidup layak (KLH) ditambah pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,15 persen.

Namun begitu, Andriko menilai, perhitungan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga tiap bulannya. "Mungkin itu baru mencukupi untuk kebutuhan hidup satu orang pekerja lajang," ucapnya.

Saat ditanya angka KLH bagi satu keluarga yang punya lebih dari dua anak, ia mengatakan belum ada riset lebih lanjut terkait hal itu.

"Tapi logika yang dibangun sebenarnya sederhana. Khususnya dalam hal penambahan kebutuhan dalam hal konsumsi semisal susu, pokok, dan baju, plus kebutuhan pendidikan anak. Untuk angka nominalnya saat ini masih belum ada riset detil soal itu," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

UMP Naik Lagi di 2019, Ini Keinginan Pengusaha

Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2019 ditetapkan naik rata-rata secara nasional 8,03 persen. Besaran kenaikan ini sudah sesuai dengan mekanisme yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dengan kenaikan ini, apakah sudah sesuai dengan harapan para pengusaha?

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit mengaku besaran kenaikan itu mau tidak mau harus diterima pengusaha.

Memang, di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih, besaran kenaikan ini dirasa merugikan pengusaha. Hanya saja, baginya, hal itu masih bisa disiasati asal besaran kenaikan setiap tahun sudah bisa diprediksi pengusaha.

"Yang penting kita butuhkan itu kepastian, itu sudah kemajuan yang bagus dan harus kita jalankan. Mengenai besarannya, itu menjadi pekerjaan kita bagaimana mensiasatinya dengan peningkatan produksi," kata Anton kepada Liputan6.com, Rabu (7/11/2018).

Dia memaparkan, sebenarnya buruh itu tidak selalu harus turun ke jalan untuk menyuarakan pendapatnya mengenai upah atau hal lainnya. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan buruh yang lebih efektif, yaitu melalui mekanisme bepartit dan tripartit.

Menurut Anton, seringnya buruh turun ke jalan untuk menyiarakan pendapatnya, justru berdampak secara nasional. Terutama soal kenyamanan dan daya tarik investasi kepada Indonesia.

"Jadi Serikat Pekerja itu daripada mengajarkan para ahli demo, mending mengajarkan buruh untuk menjadi ahli negosiasi," jelasnya.

Mekanisme penetapan UMP ini sudah berjalan kurang lebih tiga tahun. Bagaimana produktivitas para buruh di mata pengusaha selama ini?

"Contoh saja di Karawang, itu kalau dihitung dalam lima tahun terakhir upah sudah naik 100 persen, tapi produktifitasnya ya begitu-begitu saja," tegasnya.

Meski begitu, pada intinya, dirinya tidak akan mempolemikkan mengenai produktifitas yang dibandingkan dengan UMP.

Dia sepakat dengan pengusaha lainnya untuk membantu para pengusaha meningkatkan produktifitas masing-masing pekerja dengan cara memberikan berbagai pelatihan.

"Jadi kita akan membantu pemerintah dalam pendidikan vokasi ini, karena ini lebih bersifat investasi jangka panjang," pungkas dia.

Tonton Video Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.