Sukses

4 Hal yang Harus Dibenahi Pemerintah dalam Setahun ke Depan

Selama 4 tahun terakhir, pemerintah telah banyak membangun infrastruktur guna menopang kegiatan ekonomi nasional

Liputan6.com, Jakarta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengapresiasi kinerja yang telah dicapai pemerintah selama 4 tahun terakhir. Namun demikian, masih ada pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan pemerintah dalam 1 tahun ke depan.

Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, selama 4 tahun terakhir, pemerintah telah banyak membangun infrastruktur guna menopang kegiatan ekonomi nasional. Namun dampaknya secara luas memang tidak langsung bisa dirasakan saat ini.

"Semua saya rasa ketahui tidak hanya fisical tetapi juga soft infrastucture menjadi prioritas pemerintahan ini. Dan kita lihat juga pengembangannya merata, tidak hanya di Jawa tapi juga di daerah-daerah Indonesia bagian timur sudah mulai menikmati pengembangan infrastuktur jadi memang konektivitas ini yang sama," ujar dia di Jakarta, Selasa (23/10/2018).

Namun demikian, lanjut Shinta, setidaknya ada empat hal yang masih perlu dibenahi pemerintah dalam 1 tahun ke depan. Pertama, dari segi regulasi masih banyak kebijakan yang tumpang tindih, khususnya antara pusat dengan daerah.

Kedua, soal tenaga kerja yang masih perlu ditingkatkan keterampilannya. Hal ini penting agar tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.

"Juga adanya link and match antara ketersediaan lapangan kerja penyerapannya dan pendidikan ini saya rasa harus jalan makannya training and vokasi sekarang sedang dikedepankan," jelas dia.

Ketiga, masalah perpajakan yang dinilai masih memberatkan dunia usaha dan tidak kompetitif jika dibandingkan dengan negara lain.

"Kemudian perpajakan kita juga masih issue karena kita tidak kompetitif dengan negara-negara lain. Jadi kalau tanya tadi bagaimana attrack investment mereka kan kita lihat juga mengusung ini, dari segi perpajakan," ungkap dia.

Dan keempat, masalah pengembangan industri sebagai substitusi impor. Meski ada program industri 4.0, namun dalam pelaksanaannya masih perlu dibuktikan.

"Mungkin yang paling utama Indonesia ini harus siap ya, kita ini kan harus masuk ke sektor-sektor substitusi impor. Jadi bagaimana industrialisasi kita bisa jalan. Industri 4.0 ya bagus sudah dicanangkankan tapi pelaksanaannya nih yang kita harus pegang. Karena kita enggak bisa hanya fokus ke hilir tapi hulunya ini bagaimana bisa mengembangkan industri-industri ini," tandas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Indef Usul Ini untuk Perbaiki Ekonomi di Era Jokowi-JK

Empat tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menuai banyak pujian sekaligus kritik. Salah satu yang disoroti perlu perbaikan dalam pemerintahan Jokowi-JK adalah terget pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, sektor industri manufaktur dan juga pelemahan nilai tukar rupiah ikut tersungkur di era kepemimpinan Jokowi-JK, sehingga tidak berhasil mencapai target yang dicanangkan oleh pemerintah.

"Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) itu hampir sebagian besar target ekonomi tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi hingga 2019 rata-rata 7 persen, nampaknya sulit tercapai apalagi di 2019 angka nya 8 persen. Sedangkan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam 4 tahun ini hanya 5 persen," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (23/10/2018).

Oleh sebab itu, Bhima menilai, akses dari kegagalan target pertumbuhan ekonomi RI berdampak langsung terhadap sektor manufaktur dalam negeri. 

"Di kuartal II 2018, manufaktur bahkan sempat dibawah 20 persen, ini cukup mengkhawatirkan karena industri manufaktur menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, dan multiplier effectnya tinggi kesektor lainnya," ujar dia.

"Di era Jokowi, kita terlalu cepat loncat ke sektor jasa, meninggalkan industri yang makin turun. Artinya poin produktivitas dan daya saing masih menjadi pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh tim ekonomi Jokowi," ia menambahkan. 

Bhima juga menyoroti terkait nilai tukar rupiah 12.000 per dolar AS dalam target RPJMN 2019. Sedangkan realisasinya saat ini mata uang rupiah menyentuh 15.200 per dolar AS.

Meski sentimen eksternal atau global berkontribusi terhadap depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Bhima memandang tetap perlu ada perbaikan dari sisi internal yaitu ekonomi RI secara fundamental. 

"Di awal tahun 2018, dana asing yang keluar dari bursa saham mencapai Rp 56 triliun. Kondisi tekanan hebat ini, bukan tidak mungkin makin menggerus cadangan devisa kedepannya," papar dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini